Logo Header Antaranews Jateng

Kobaran Inspirasi yang Membakar Kanvas

Sabtu, 18 Februari 2012 11:22 WIB
Image Print


Sekali kejap peristiwa itu, saat pembukaan pameran seni rupa (lukis, patung, dan instalasi) bertajuk "Ruang Yang Sama", akhir Januari hingga awal Februari 2012, di Musem Haji Widayat yang diselenggarakan oleh Komunitas Asia Raya dengan diikuti 46 perupa berasal dari sejumlah kota besar.

Lukisan yang ditunjukkan Pungki (Nama panggilan Fajar Purnomo Sidi) kepada sang kolektor kawakan itu berjudul "From East Super Hero Series #02", karya Untung Yuli Prastiawan atau Wawan Geni yang juga anggota Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI).

Karya berukuran 130X200 centimeter itu tentang sosok Gatotkaca (tokoh pewayangan) terbang di atas gedung-gedung megah, sedangkan di sampingnya Patung Liberty dan tokoh hero Superman dengan posisi latar belakang yang sama yakni tebaran gedung-gedung bertingkat.

Barangkali karena keunikan proses pembuatannya sehingga pimpinan museum lukisan di sudut Kota Mungkid, Ibu Kota Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar 2,5 kilometer timur Candi Borobudur itu, secara khusus menunjukkan kepada Oei Hong Djien.

Lukisan karya Wawan Geni itu selain seakan ingin menunjukkan bahwa bangsanya juga memiliki legenda kepahlawanan dalam simbol Gatotkaca juga karena proses berkaryanya terbilang khas yakni menggunakan teknik bakar di atas kanvas.

Sang kolektor pun kemudian menatap secara saksama selama beberapa waktu atas karya lukisan dengan teknik bakar tersebut, sebelum kemudian berpindah ke karya-karya lainnya, berbicara dengan para seniman, budayawan, dan undangan lainnya, termasuk melayani wawancara sejumlah wartawan lokal di arena pameran.

Sejak 2003, Wawan Geni memainkan temuannya melukis dengan teknik bakar. Hingga saat ini sekitar 80 karya telah dihasilkan dengan ukuran terbesar 130X200 centimeter dan terkecil 33X25 centimeter.

Karya-karyanya sebagian besar justru diminati para kolektor dan pecinta seni berasal dari luar negeri seperti Australia, Jepang, Rumania, Kanada, Inggris, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Singapura, dan Italia.

Wawan menyebutkan, seorang pecinta seni yang juga pimpinan perusahaan kapal pesiar di Singapura Jeremy Goh telah mengoleksi empat karyanya masing-masing berjudul "Confused", "Setetes Angan", "Global Warming" dan "Figting Series I".

Selain itu, katanya, pecinta seni yang juga Direktur Bank Belanda di New York, Amerika Serikat, Rebecca Deshman, mengoleksi tujuh karyanya antara lain berjudul "Satu Langkah Pasti", "Pasar Pagi", dan "Memetik".

Sejumlah pecinta seni antara lain dari Surabaya dan Yogyakarta juga telah mengoleksi karya melukis dengan teknik bakar itu. Jero Wacik saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata beberapa waktu lalu juga terpikat dan mengoleksi salah satu karyanya pada 2008 berjudul "Under The Silent of Borobudur".

Saat ini, sekitar 15 lukisan bakarnya tersimpan di Limanjawi Art House Borobudur di Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, sekitar 600 meter timur Candi Borobudur. Karya-karya itu antara lain menyangkut kesederhanaan hidup masyarakat, tentang keluarga dan lingkungan, termasuk perihal Candi Borobudur.

Selama beberapa waktu terakhir ini, Wawan Geni sedang menyelesaikan karya terbarunya "Re-Build Superhero III" untuk Kompetisi Pratisara Affandi Adhikarya 2012 di Taman Budaya Yogyakarta, Maret mendatang. Karya itu masih seputar pembangunan kembali tokoh kepahlawanan agar spiritnya tetap hidup di masyarakat Indonesia.

Wawan Geni tak berangkat dari latar belakang akademis tentang kepelukisan. Dia lulusan jurusan mekanik umum Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah II Borobudur pada 2000/2001. Pada 2002 berkarya seni bergabung dengan KSBI pimpinan Umar Khusaeni sambil beraktivitas serabutan antara lain pengamen jalanan di Jalur Blabak-Ketep-Boyolali, tukang batu di proyek bangunan, dan pernah bekerja di Museum Rekor Indonesia (MURI) Borobudur.

Namun selama 10 tahun itu pula, aktivitas melukis yang digemari sejak kecil terus dihidupinya dengan tema-tema lukisan tentang kehidupan sosial termasuk inspirasi dari Candi Borobudur.

Bapaknya adalah pensiunan pegawai Balai Konservasi Peninggalan Borobudur pada 2002 yang bertugas sebagai anggota satuan pengamanan di zona I Candi Borobudur. Wawan Geni anak ketiga dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan suami-isteri, Sutiyono (60) dengan Praptiwi (50), pada 3 Juli 1982.

Ia tinggal di Kampung Kauman, Desa Blondo, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, tetapi tempat berkaryanya di Sekretariat KSBI di Jalan Balaputradewa Nomor 31 Borobudur, sekitar 500 meter timur Candi Borobudur.

Suatu ketika, cat minyaknya habis. Wawan tak punya uang untuk membeli cat lagi, sedangkan satu lukisannya belum rampung. Ia kemudian meneruskan karya itu menggunakan bara.

Temuan teknik bakar itu sebagai proses alami yang dilakoni Wawan sejak masa kecil hingga akhirnya dia merasa pas menjadikan ciri khas melukisnya menggunakan bara dari obat nyamuk bakar dan rokok, dengan media kanvas. Lazimnya melukis menggunakan cat minyak atau cat air.

"Waktu kecil saya suka main api, lihat-lihat kertas yang saya bakar-bakar, ada efek warna gosong menarik yang muncul. Lalu tahun 2003 mulai coba-coba melukis mengggunakan rokok, obat nyamuk, lidi, dupa, ranting kayu, dan mancung kelapa. Ternyata yang paling enak dan pas dikerjakan dengan rokok dan obat nyamuk," katanya.

Satu karya bisa menghabiskan sekitar 18 kotak obat nyamuk yang masing-masing kotak berisi 50 pasang dan rokok filter sebanyak 20 bungkus.

Karya lukisan pertama Wawan dengan teknik bakar pada 2003 dengan judul "Mulai Hari" dikoleksi seorang pecinta seni dari Australia saat menyaksikan pameran di Sanggar Nakula Sadewa, Prumpung, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, pada 2004. Lukisan itu bertutur tentang aktivitas petani membajak sawah pada pagi hari sebagai simbol awal suatu hari.

Ia mengatakan, menggunakan garam atau merendam obat nyamuk ke dalam air terlebih dahulu untuk mengurangi pengaruh kimia atau racun atas barang itu. Obat nyamuk yang telah basah kemudian dijemur atau diangin-anginkan sebelum digunakan untuk melukis.

Sketsa lukisan dibuat dengan menggoreskan bara obat nyamuk sehingga arangnya menempel di kanvas dan menghasilkan torehan garis-garis sesuai dengan inspirasi karyanya.

Sedangkan untuk menghasilkan karya lukisan bakar, bara dari obat nyamuk maupun rokok ditiupkan secara tekun dan teliti ke sketsa di kanvasnya. Gradasi warna diperoleh dengan menutulkan api obat nyamuk berkali-kali secara cermat di lukisannya.

Karya tercepat selama ini, katanya, selesai dalam tiga minggu, sedangkan terlama hampir setengah tahun. Tak jarang kanvasnya bolong karena saat dia meniupkan bara obat nyamuk dan rokoknya itu terlalu dekat atau tak sengaja menempel di media lukisan. Ia pun harus memulai proses melukis dari awal lagi.

"Memang butuh ketelitian," katanya.

Objek lukisannya selama ini menyangkut kehidupan sosial masyarakat tradisional seperti aktivitas pasar, petani, dolanan anak, Candi Borobudur, tukang becak, dan wayang dengan harga karya yang telah terjual hingga saat ini bervariasi antara Rp1,5 juta hingga Rp15 juta.

"Saya tidak pasang tarif, tergantung orang 'seneng' (senang, red.)," katanya.

Koordinator KSBI yang juga pemilik Limanjawi Art House Borobudur Umar Khusaeni menyebut sebagai teknik baru dunia seni rupa Indonesia atas cara Wawan Geni melukis menggunakan bara api.

"Wawan Geni memberi warna baru di cakrawala seni rupa Indonesia. Banyak peminat dari luar negeri yang mengoleksi karya Wawan Geni," katanya.

Umar mengemukakan perkiraannya bahwa Wawan Geni akan menjadi salah satu seniman yang diakui Indonesia melalui teknik lukisan bakar.
Sejak 2002 hingga saat ini, berbagai kesempatan pameran karya di beberapa kota terutama di kawasan Candi Borobudur dan performa seni bersama kelompoknya, KSBI, diikuti.

Pada 2006 MURI memberinya penghargaan sebagai "Pelukis dengan Teknik Bakar Pertama di Indonesia", sedangkan pada 2009 karya Wawan Geni berjudul "The Dream" masuk nominasi terbaik Tujuh Bintang Art Award.

Jalan kesenimanan Wawan Geni makin bergairah dengan lawatannya ke sejumlah museum seni rupa dan galeri seni di Singapura atas undangan Jeremy Goh, pada pertengahan Januari 2012.

Belum lagi sejak 2010, Rebecca Deshman menaruhkan beasiswa untuk dia menjalani kuliah hingga rampung di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Tiupan elok bara api yang menyambarkan inspirasinya di kanvas itu agaknya telah menggiring Wawan Geni makin mantap menyusuri jalur seni lukis.

Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025