Pembenahan atau Perubahan Kurikulum Pendidikan?
Rabu, 5 Desember 2012 14:07 WIB
Deretan pedagang jajanan ringan yang nongkrong di depan halaman sekolah juga ramai diserbu siswa, mulai siomay, bakso ojek, tempura, hingga beraneka es, di sela keasyikan siswa bermain.
Itulah sedikit suasana yang terekam saat waktu istirahat di SD Negeri Miroto 1-2 Semarang, Rabu, hanya kepolosan dan keceriaan yang tersirat di wajah anak-anak SD itu kala asyik bermain.
Anak-anak itu tetap ceria bermain seolah merasa tidak memiliki beban apapun, mungkin tak menyadari bahwa sebenarnya pendidikan dan masa depan mereka tengah diperjuangkan, sekaligus dipertaruhkan.
Ya, pemerintah memang berencana menerapkan kurikulum pendidikan baru pada 2013 mendatang, utamanya baru untuk jenjang SD, berbeda dengan kurikulum yang sekarang ini diterapkan di sekolah.
Kurikulum pendidikan tentu bukan sembarang disusun, melainkan telah melalui berbagai tahapan dan rangkaian pertimbangan matang yang tujuannya tak lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Meski demikian, berbagai tahapan dan proses itu tak lantas membuat kurikulum "zonder" (tanpa) kelemahan, mengingat hingga saat ini sudah beberapa kali kurikulum pendidikan di Indonesia diubah.
Kalangan kepala dan guru SD ternyata sudah mendengar rencana penerapan kurikulum baru pada 2013, baik dari media maupun sosialisasi "informal" dari kalangan Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Kepala SD Negeri Miroto 2 Semarang Antonius Giyono mengungkapkan selama ini kurikulum sudah beberapa kali mengalami pembenahan, bahkan selama 10 tahun terakhir sudah diterapkan dua model kurikulum.
Pria ramah itu memang lebih "sreg" menggunakan istilah "pembenahan" dibanding "perubahan" kurikulum, seraya menyebutkan pada kisaran 2004 berlaku pola kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Namun, ungkapnya, pada 2006 disempurnakan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang memberi keleluasaan sekolah mengembangkan pembelajaran sesuai kondisi dan potensi sekolah.
Didampingi Kepala SD Negeri Miroto 1 Semarang Siti Nurohmah, Antonius mengatakan sekolah akan selalu siap melaksanakan apapun kebijakan pemerintah tentang pendidikan, termasuk soal kurikulum.
"Sejauh ini memang belum ada sosialisasi secara resmi dari Disdik Kota Semarang terkait penyempurnaan kurikulum. Namun, dalam beberapa kali pertemuan memang disinggung tentang itu," katanya.
Sementara itu, Siti Nurohmah berharap penerapan kurikulum baru itu nantinya dilakukan secara "pilot project" (proyek percontohan) dengan menunjuk sekolah-sekolah tertentu untuk mengujicoba.
Terkait kendala, ia mengakui bahwa pergantian kurikulum kerap berimbas pada pemakaian buku pelajaran, apalagi jika materinya ternyata sangat berbeda menjadikan buku sebelumnya tak terpakai.
"Katanya pelajaran IPA-IPS juga akan diintegrasikan dengan pelajaran lain, namun pastinya kami belum tahu. Jika integrasi jadi diterapkan ya tidak masalah, kami harus selalu siap," kata Siti.
Sedikit berbeda diungkapkan Kepala SD Negeri Pekunden Semarang Agus Sutrisno, perubahan kurikulum pendidikan yang kerap dilakukan menandakan pendidikan di Indonesia belum menemukan model yang tepat.
Seringkali, kata dia, setiap kurun waktu kurikulum berganti karena berkiblat pada kurikulum negara-negara lain, padahal belum tentu kurikulum yang dikembangkan bangsa lain sesuai karakter Indonesia.
Sebagai contoh, pengintegrasian mata pelajaran pernah diberlakukan untuk Pendidikan Kewarganegaraan dan IPS menjadi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial (PKPS), namun kemudian dipisah kembali.
"Katanya nanti IPA dan IPS juga mau diintegrasikan dengan mata pelajaran lain. Setiap mata pelajaran memiliki karakter dan roh yang berbeda sehingga tak bisa begitu saja disatukan," kata Agus.
Masih Uji Publik
Pro-kontra tentang kurikulum baru, termasuk rencana pengintegrasian IPA-IPS dalam pelajaran lain, menurut Ketua Komisi X DPR RI Agus Hermanto saat kunjungan di Semarang, Senin (3/12) adalah wajar.
"Justru kami membutuhkan masukan dari seluruh elemen masyarakat atas rencana kurikulum baru itu. Apalagi, sekarang ini masih tahap sosialisasi, pemerintah masih melakukan uji publik," katanya.
Politisi Partai Demokrat itu mengungkapkan baik pemerintah maupun DPR dengan panitia kerja (panja) kurikulum akan melakukan sosialisasi untuk menjaring masukan dari berbagai elemen masyarakat.
Diakuinya, pemerintah memang berencana menerapkan kurikulum baru itu pada 2013 mendatang, tetapi DPR melihat masih membutuhkan waktu cukup panjang untuk melakukan sosialisasi kurikulum baru.
"Pemerintah saat ini kan sedang melakukan uji publik kurikulum 2013. DPR juga akan sosialisasi. Kalau memang ada masukan diajukan saja, setiap masukan merupakan sesuatu yang sangat berarti," katanya.
Ditegaskannya, kurikulum 2013 secara global diramu untuk lebih menguatkan pendidikan karakter terhadap siswa, tetapi hal-hal bersifat spesifik dan teknis belum banyak dibahas pemerintah dan DPR.
"Sekali lagi saya sampaikan, keputusan kurikulum baru kan belum diketok, belum final. Masih terbuka atas masukan. Tujuan pembenahan kurikulum untuk lebih mengadaptasi kondisi serarang," ungkap Agus.
Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Prof Mungin ddy Wibowo menjelaskan pemerintah saat ini tengah menata kurikulum, termasuk penataan mata pelajaran agar tidak terlalu membebani siswa.
Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu juga merasa lebih "sreg" menggunakan istilah melakukan penataan dibanding mengubah kurikulum karena persepsi atas dua istilah itu bisa sangat berbeda.
"Kalau istilah perubahan kurikulum, nanti dianggap seluruh isinya dirombak total. Namun, paling tepat adalah melakukan penataan. Pengembangan kurikulum tanggung jawab pemerintah, bukan BSNP," katanya.
Mungin mengatakan BSNP bertanggung jawab dalam pengembangan standar isi yang digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum oleh sekolah berdasar KTSP, sementara penataan kurikulum kewenangan Kemendikbud.
Standar isi yang dikembangkan BSNP, kata, berdasarkan evaluasi atas penerapan atau implementasi kurikulum pendidikan yang saat ini berlaku, yakni KTSP kemudian diberikan kepada pemerintah sebagai masukan.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan BSNP, saat ini sekolah-sekolah sudah mengimplementasikan KTSP secara baik, menyangkut standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi, dan standar-standar lainnya.
Ketua Umum Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (Abkin) itu menjelaskan penataan kurikulum untuk 2013 mendatang memang lebih diarahkan pada penanaman pendidikan karakter bagi peserta didik.
Karena itu, pengembangan mata pelajaran perekat bangsa, seperti Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ditangani pusat, tidak diserahkan sekolah.
Penataan mata pelajaran, diakuinya, tidak selalu berbanding lurus dengan penggantian buku pelajaran selama materi yang dicakup dalam kurikulum mendatang tidak berbeda jauh dengan kurikulum sebelumnya.
Sebagai contoh pemasukan Pendidikan Pancasila dalam PKn sehingga menjadi PPKn dalam kurikulum tahun depan, ungkap dia, memang ada penambahan materi, tetapi untuk mata pelajaran lain masih tetap sama.
Terlebih lagi, ia mengatakan penerapan kurikulum baru diterapkan secara bertahap, misalnya di SD diawali dari kelas I terlebih dulu, sementara jenjang kelas di atasnya akan menyesuaikan secara berkelanjutan.
"Masyarakat tidak usah cemas dengan penataan kurikulum yang dilakukan pemerintah. Apalagi, sekarang masih dalam tahap uji publik. Pemerintah pasti memiliki itikad baik untuk memajukan pendidikan," kata Mungin.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor:
Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025