Catatan Akhir Tahun - Berharap dari Pembangunan Waduk Matenggeng
Senin, 24 Desember 2012 22:53 WIB
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Jawa Tengah, baru-baru ini menyebutkan bahwa sebagian besar daerah rawan banjir, kekeringan, dan krisis air bersih tersebar di wilayah barat terutama Kecamatan Kawunganten, Bantarsari, Gandrungmangu, Sidareja, Kedungreja, dan Cipari.
Sementara kecamatan lainnya di wilayah barat hanya sebatas rawan banjir, rawan longsor, dan rawan kekeringan atau krisis air bersih seperti Kecamatan Majenang, Wanareja, Dayeuhluhur, Cimanggu, dan Patimuan.
Kendati demikian, secara umum hampir semua wilayah Cilacap merupakan daerah rawan banjir.
Terkait bencana kekeringan dan krisis air bersih pada musim kemarau, fenomena yang menarik dapat ditemukan di wilayah barat Kabupaten Cilacap.
Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah hanya mengalami kekeringan pada areal pertanian karena kadang kala sungai maupun sumur di daerah itu masih ada airnya.
Akan tetapi, air dalam sumur maupun di sungai tidak dapat digunakan untuk keperluan minum dan memasak karena terasa payau akibat terintrusi air laut dari Segara Anakan.
Bahkan fenomena menarik lainnya, daerah-daerah rawan kekeringan atau krisis air bersih ini juga merupakan daerah rawan banjir terutama di Kecamatan Sidareja, Kawunganten, Bantarsari, Gandrungmangu, dan Kedungreja.
Berdasarkan catatan ANTARA, selama 2012 di Kecamatan Sidareja dan sekitarnya tercatat dua kali dilanda banjir, yakni pada awal Maret dan akhir November silam.
Banjir yang terjadi pada awal Maret silam merendam empat desa di Kecamatan Sidareja, yakni Sidareja, Tinggarjaya, Tegalsari, dan Gunungreja serta Desa Ciklapa di Kecamatan Kedungreja.
Sementara banjir pada akhir November silam merendam tujuh desa di Kecamatan Sidareja, yakni Sidareja, Margasari, Tinggarjaya, Sudagaran, Sidamulya, Gunungreja, dan Sidamulya, dengan ketinggian air mencapai 150 centimeter.
Bencana banjir tersebut juga melanda sejumlah desa di beberapa kecamatan sekitar Sidareja, yakni Gandrungmangu, Bantarsari, Cipari, dan Kedungreja.
Terkait bencana banjir tersebut, Camat Sidareja Awaluddin Muuri mengatakan, wilayah ini sering dilanda banjir meskipun tidak hujan karena berada di daerah cekungan.
"Kalaupun di sini tidak hujan, tetapi wilayah utara hujan lebat, dapat dipastikan Sidareja akan terendam banjir," katanya.
Menurut dia, bencana banjir di Sidareja tidak semata-mata karena tingginya curah hujan tetapi juga luapan air Sungai Cibereum yang bermuara di Segara Anakan.
Ia mengatakan, hal itu disebabkan aliran Sungai Cibereum yang berada di antara Sungai Cimeneng dan Sungai Citanduy sulit masuk ke Segara Anakan yang mengalami pendangkalan sehingga meluap di Sidareja.
Oleh karena itu, dia mengharapkan, pemerintah dapat segera mengatasi banjir tahunan yang selalu melanda wilayah barat Cilacap khususnya Kecamatan Sidareja.
Upaya Penanganan
Berbagai upaya untuk mengantisipasi bencana banjir, kekeringan, dan krisis air bersih di wilayah barat Cilacap pun dilakukan oleh pemerintah kabupaten setempat.
Salah satu upaya yang diusulkan Pemkab Cilacap kepada pemerintah pusat berupa pembuatan sudetan Sungai Citanduy di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pembuatan sudetan Sungai Citanduy ini diharapkan dapat mengatasi banjir yang selalu menghantui wilayah barat Cilacap dan sebagian wilayah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Selain itu, sudetan juga diharapkan dapat mengurangi laju sedimentasi yang masuk ke kawasan laguna Segara Anakan.
Akan tetapi hingga sekarang, wacana sudetan Sungai Citanduy belum terealisasi.
Saat melakukan kunjungan kerja di Cilacap pada 18 Februari silam, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo menyatakan, sudetan Sungai Citanduy merupakan satu-satunya cara untuk menangani pendangkalan di laguna Segara Anakan yang memisahkan Pulau Nusakambangan dengan Jawa.
"Segara Anakan semakin hari semakin memrihatinkan karena masuknya lumpur dari Sungai Citanduy sehingga menjadi dangkal. Satu-satunya cara dibuatkan sudetan," katanya.
Akan tetapi, kata dia, sudetan itu berada di wilayah Jawa Barat dengan pintu keluarnya air Sungai Citanduy berada di Pantai Pangandaran.
"Ini yang menjadi atensi pemerintah pusat untuk menyelamatkan Segara Anakan. Kalau sudah antarwilayah berarti pemerintah pusat yang akan menangani," katanya.
Ia mengatakan, permasalahan Segara Anakan saat ini sedang dalam pembahasan pemerintah pusat karena menyangkut kepentingan dua provinsi, yakni Jateng dan Jabar.
Menurut dia, lumpur dari Kuningan (Jabar) yang masuk Segara Anakan melalui Sungai Citanduy dikhawatirkan akan membentuk daratan baru.
Oleh karena itu, kata dia, perlu dilakukan penyudetan terhadap Sungai Citanduy yang bermuara di Segara Anakan ini.
"Namun Jawa Barat khawatir sudetan tersebut berdampak pada pendangkalan di Pantai Pangandaran. Padahal sudetan tersebut akan diarahkan ke palung yang paling dalam," kata Bibit yang pernah menjabat Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 0703 Cilacap.
Selain sudetan Sungai Citanduy, saat ini juga muncul wacana pembangunan waduk di Desa Matenggeng, Kecamatan Dayeuhluhur, Cilacap, yang memanfaatkan aliran Sungai Cijolang.
Kepala Bidang Sumber Daya Air pada Dinas Bina Marga Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Cilacap, Syeful Hidayat, mengatakan berdasarkan hasil prastudi kelayakan, delapan desa yang akan ditenggelamkan sebagai daerah genangan air waduk, yakni Desa Dayeuhluhur, Matenggeng, Ciwalen, Bolang, Datar, Cijeruk, dan Bingkeng.
Bahkan, kata dia, bendungan atau waduk yang bakal memiliki luas genangan air 1.970,59 hektare dengan kedalaman 200 meter ini tidak hanya menenggelamkan delapan desa di Kecamatan Dayeuhluhur, tetapi juga sejumlah desa di Kabupaten Kuningan dan Kota Banjar, Jawa Barat.
"Ada desa yang ditenggelamkan seluruhnya, ada juga yang hanya sebagian," kata Syaeful di Cilacap, Jumat (14/12).
Menurut dia, proyek ini sudah tercantum dalam "masterplan" Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Indonesia 2011-2025 dan rencananya akan dilaksanakan pada 2013-2018 dengan memanfaatkan aliran Sungai Cijolang.
Ia mengatakan, tujuan utama pembangunan bendungan ini sebagai upaya mengendalikan banjir yang sering melanda wilayah Cilacap bagian barat, termasuk sebagai sumber air bagi masyarakat setempat saat musim kemarau.
Menurut dia, pembangungan waduk yang merupakan proyek pemerintah pusat dan akan didanai APBN secara "multiyears" ini sebenarnya sudah lama direncanakan termasuk dengan mendatangkan konsultan dari Amerika Serikat guna melaksanakan survei, yakni pada 1969 dan 1989, namun pelaksanaan pembangunan fisiknya belum ada kepastian.
"Hingga akhirnya pada akhir tahun lalu, dilaksanakan prastudi kelayakan pembangunan bendungan dan diketahui jika debit air Sungai Cijolang dapat dibendung," katanya.
Kendati demikian, dia mengaku belum mengetahui secara pasti kapan waduk tersebut akan dibangun karena berdasarkan rencana kerja diketahui bahwa sosialisasi dilaksanakan pada 2013, pembebasan tanah pada 2014, dan pembangunan fisik pada 2015.
"Kita masih menunggu kepastian dari pemerintah pusat. Kalau proyek ini jadi dilaksanakan sesuai rencana, kita juga masih harus melakukan penandatangan naskah kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat," katanya.
Terkait hal itu, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengharapkan rencana pembangunan Waduk Matenggeng oleh pemerintah pusat di Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, dapat segera terwujud.
"Saya sudah sampaikan ke pemerintah pusat, menjadi konsensus yang kuat, mudah-mudahan tahun 2013 ini realitasnya semakin terwujud," katanya di Desa Pangawaren, Kecamatan Karangpucung, Cilacap, Jumat (21/12).
Menurut dia, keberadaan Waduk Matenggeng tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko banjir di wilayah barat Kabupaten Cilacap.
Selain itu, kata dia, petani di wilayah Cilacap dan sekitarnya dapat memanfaatkan irigasi dari Waduk Matenggeng.
"Ini sudah menjadi komitmen pemerintah pusat, mudah-mudahan tahun 2013-2014 segera jadi. Saya sudah berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum," katanya.
Disinggung kemungkinan warga di delapan desa yang terkena proyek Waduk Matenggeng tersebut direlokasi atau ditransmigrasikan, Bibit mengatakan, hal itu akan direncana lebih dalam lagi supaya semuanya berjalan dengan baik.
Menurut dia, tidak ada yang dirugikan dalam proyek pembangunan waduk tersebut karena semuanya untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
"Harus ada pengorbanan. Pengorbanannya bukan menyengsarakan, tetapi pengorbanannya untuk kepentingan umum," katanya.
Saat menghadiri pencanangan Tanam Serempak 1.000 Hektare di Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten, Cilacap, pada 18 November silam, Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jawa Tengah, Prasetyo Budi Yuwono, mengatakan debit air Sungai Citanduy saat musim kemarau selalu mengalami penyusutan sehingga sulit menjangkau areal persawahan di Kabupaten Cilacap.
"Namun kalau mengambil air irigasi dari Sungai Serayu sangat berat karena Sungai Serayu saat ini juga 'ngos-ngosan' sehingga kemungkinan sulit menjangkau wilayah ini," katanya.
Menurut dia, salah satu solusi yang akan ditempuh oleh Dinas PSDA Jateng bersama Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy adalah membangun waduk di Matenggeng sehingga airnya dapat dialirkan ke wilayah Cilacap.
Sementara untuk menanggulangi masuknya air asin ke areal persawahan, dia mengatakan, salah satu solusinya dengan pemasangan klep di saluran pembuangan.
Sambut Baik
Sementara itu, warga Desa Matenggeng, Kecamatan Dayeuhluhur, menyambut baik rencana pembangunan waduk di wilayah mereka.
"Warga secara umum sudah menyetujui akan pembangunan bendung (waduk) itu, namun tiga permohonan dari warga harus dapat terpenuhi terlebih dahulu sebelum dimulai pembangunan, seperti pengembalian ganti untung berupa rumah, tanah, serta pekarangan yang sampai saat ini ditempati masing-masing warga, warga minta diikutsertakan dalam proyek pembangunan bendung serta hasil kesepakatan Gubernur Jateng dan Jabar," kata Kepala Desa Matenggeng, Casa Suarno Putra.
Menurut dia, pembangunan waduk di Matenggeng sebenarnya sudah diramalkan sejak ratusan tahun silam.
Berdasarkan cerita para leluhur, kata dia, saat itu Desa Matenggeng kedatangan seorang pengembara dari Kerajaan Sriwijaya yang mengatakan jika kelak di wilayah ini akan dibangun sebuah waduk yang sangat besar.
Oleh karena itu, lanjutnya, warga menyambut baik rencana pembangunan waduk tersebut karena sudah diramalkan sejak ratusan tahun silam.
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025