Logo Header Antaranews Jateng

Catatan Akhir Tahun - Perjuangan Petani Hadapi Hama Tikus

Minggu, 30 Desember 2012 07:42 WIB
Image Print
Seorang warga menunjukan tikus saat perburuan tikus masal di areal persawahan Sidomulyo, Jekulo, Kudus, Jateng, Minggu (01/4). Dalam waktu tiga hari warga dapat menangkap sekitar 5.000 ekor tikus dan saat ini para petani mengaku khawatir dengan kemun


Meskipun serangan hama tikus tersebut sudah sering dialami petani setiap memasuki musim tanam, kenyataannya serangan hewan pengerat tersebut selalu muncul setiap musim tanam.

Setiap tahun, petani selalu melakukan upaya pemberantasan dengan cara yang hampir sama, yakni dengan cara geropyokan (penangkapan) massal hingga pemberantasan dengan pestisida.

Hanya saja, pemberantasan dengan pestisida kurang membuahkan hasil yang maksimal, sehingga petani lebih mengandalkan pemberantasan dengan cara geropyokan massal.

Pemberantasan dengan geropyokan massal tersebut, juga mendapat apresiasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus yang mencanangkan geropyokan tikus secara serempak di Kudus pada tahun 2010 untuk mencegah terjadinya serangan hama pengerat batang tersebut pada musim tanam I.

Akan tetapi, pencanangan tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan dalam mengurangi populasi hewan pengerat tersebut setiap memasuki musim panen, karena semangat petani dalam melakukan geropyokan juga kurang.

Hal tersebut, terlihat dari serangan yang sering terjadi hingga memunculkan niat petani dalam menghindari serangan hama tikus dengan membangun pagar di areal persawahannya, meskipun biayanya cukup mahal.

"Hasilnya memang menggembirakan karena tikus yang hendak menyerang tanaman padi terhalang pagar yang terbuat dari seng. Akan tetapi, cara ini hanya bisa dilakukan oleh petani yang memiliki modal besar," kata Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Kudus, Hadi Sucahyono, di Kudus, baru-baru ini.

Cara tersebut, katanya, merugikan petani lain yang tidak menempuh cara yang sama, karena serangan di areal tanaman padi milik petani lain justru semakin meningkat, sehingga kerusakan yang ditimbulkan juga semakin parah.

Upaya mengajak petani melakukan geropyokan, katanya, butuh perjuangan ekstra, karena kesadaran masing-masing petani juga berbeda-beda.

Agar membuahkan hasil maksimal, katanya, geropyokan harus dilakukan secara serempak di areal yang lebih luas, agar populasi hama pengerat tersebut tidak semakin bertambah saat musim tanam.

Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus Budi Santoso menganggap, cara pemberantasan hama tikus yang cukup efektif, yakni dengan geropyokan massal.

"Hanya saja, dibutuhkan kekompakan para petani. Saat ini, kekompakan mereka perlu ditingkatkan kembali," ujarnya.

Hanya saja, lanjut dia, pemberantasan tersebut harus dimulai sebelum musim tanam dengan dukungan semua petani.

Petani Gunakan Setrum
Pemberantasan hama tikus dengan cara geropyokan maupun pestisida yang dinilai kurang maksimal, memaksa sejumlah petani menggunakan perangkap tikus yang dialiri listrik.

"Cara seperti ini memang berbahaya, karena korban tewas akibat tersetrum sudah berulang kali terjadi," ujar salah seorang petani asal Desa Sidomulyo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Sumani.

Hanya saja, lanjut dia, cara tersebut dinilai lebih mampu mengatasi serangan tikus, karena setiap malam bisa membunuh hingga ratusan ekor tikus.

Selain membahayakan keselamatan jiwa, katanya, cara tersebut memang membutuhkan biaya yang lebih besar.

Akan tetapi, kata dia, mayoritas petani di desanya mulai menggunakan cara tersebut secara berkelompok, agar pengawasannya lebih mudah guna menghindari kemungkinan adanya korban jiwa akibat tersetrum.

Upaya pemberantasan hama tikus dengan geropyokan, katanya, sudah dilakukan sebelum musim tanam. Akan tetapi, serangannya masih tetap tinggi, sehingga sudah banyak areal tanaman padi yang rusak akibat serangan hama pengerat tersebut.

"Jika ada cara baru yang lebih efektif dan aman, tentunya petani siap mendukung. Termasuk dengan menghadirkan musuh alami," ujarnya.

Penggunaan perangkap tikus yang dialiri listrik, sempat mendapatkan peringatan keras dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten karena membahayakan keselamatan orang lain.

Kenyataannya, masih banyak petani yang menggunakan cara yang membahayakan keselamatan orang lain tersebut.

"Jika pengendalian hama tikus dengan musuh alaminya, seperti burung hantu mulai digalakkan, tentunya petani juga siap mendukung," ujar Sumani yang juga Ketua Kelompok Tani Sido Mumbul dari Desa Sidomulyo.

Sebelumnya, kata dia, sudah ada petani yang mencoba memelihara burung hantu untuk mengendalikan hama pengerat tersebut.

"Hanya saja, burung hantu tersebut menjadi sasaran perburuan, sehingga populasinya semakin berkurang," ujarnya.

Padahal, lanjut dia, hasilnya cukup menggembirakan karena beberapa areal pertanian yang menjadi langganan serangan hama tikus mulai berkurang.

Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus Budi Santoso mengaku, mendukung jika ada petani yang bersedia mengawali pengendalian hama tikus dengan musuh alaminya.

"Jika petani beranggapan cara tersebut cukup efektif, sebaiknya ada petani yang memulainya agar petani lainnya juga tertarik mencobanya," ujarnya.

Uji coba tersebut, katanya, bisa dilakukan lewat kelompok tani.

"Jika pengendalian hama tikus dengan burung hantu tersebut menggantungkan bantuan pemerintah, dikhawatirkan tanggung jawab petani justru minim," ujarnya.

Apabila sudah ada hasilnya, kata dia, pemkab bisa mengusulkan bantuan, termasuk pembuatan sarang burung hantu di masing-masing areal pertanian, seperti halnya di Kabupaten Demak.

Meskipun ada yang beranggapan cara tersebut efektif, dia mengaku, masih meragukan, karena kebutuhan makan burung hantu setiap harinya hanya beberapa ekor tikus.

"Untuk membuktikannya, bisa juga dilakukan uji coba. Dengan catatan petani juga harus mendukung agar hasilnya lebih maksimal karena didukung populasi burung hantu yang semakin banyak," ujarnya.

Sedangkan upaya menghindari perburuan liar, katanya, bisa dicarikan solusi bersama, agar tidak ada yang berani berburu burung hantu di kawasan tertentu.



Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025