Logo Header Antaranews Jateng

Perlukah UN Dibenahi Seiring Kurikulum Baru 2013?

Jumat, 4 Januari 2013 06:31 WIB
Image Print
ilustrasi


Alasan pemerintah membenahi kurikulum, untuk lebih menguatkan pendidikan karakter siswa dan tidak lagi mengedepankan aspek akademis dan melulu kognitif, tetapi mencakup pula afektif dan psikomotorik.

Diakui atau tidak, pembelajaran yang berjalan sekarang ini memang lebih mengedepankan aspek kognitif yang cenderung mengajak siswa untuk menghafal dan mengerjakan soal, tanpa mampu berpikir kreatif.

Pembenahan kurikulum mau tidak mau menjadi solusi untuk memperbaiki sektor pendidikan, utamanya pada jenjang sekolah dasar (SD), antara lain, diusulkan pengintegrasian IPA-IPS ke mata pelajaran lain.

Kalangan SD pun ternyata sudah mendengar rencana penerapan kurikulum baru pada tahun 2013, termasuk di Kota Semarang, meski hingga saat ini belum ada sosialisasi secara formal dari Dinas Pendidikan setempat.

Baik kepala maupun guru SD mengaku pembenahan kurikulum bukan hal baru lagi, mengingat selama ini sudah beberapa kali kurikulum mengalami pembenahan, termasuk 10 tahun terakhir dengan dua model kurikulum.

Pada tahun 2004, berlaku kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Namun, pada tahun 2006 disempurnakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang memberi keleluasaan sekolah mengembangkan sesuai dengan kondisi dan potensinya.

Kepala SD Negeri Miroto 2 Semarang Antonius Giyono mengaku siap menerapkan apa pun kebijakan pemerintah dalam pendidikan, termasuk kurikulum. Salah satunya, rencana pengintegrasian IPA dan IPS ke mata pelajaran lain.

Pengintegrasian IPA-IPS ke mata pelajaran lain, diakuinya bukan hal sulit pada jenjang SD, mengingat jenjang pendidikan dasar menerapkan sistem guru kelas, bukan guru mata pelajaran seperti jenjang di atasnya.

Sedikit berbeda, Kepala SD Negeri Miroto 1 Semarang Siti Nurohmah berharap pembenahan kurikulum tidak memberatkan siswa, terutama dalam buku pelajaran. Sebab, perubahan kurikulum kerap membuat buku pelajaran berganti.

Apalagi, kata dia, jika materi yang diajarkan pada kurikulum baru sangat berbeda dengan kurikulum sebelumnya, tetapi dirinya tetap menyatakan siap menerapkan kebijakan pemerintah terkait dengan pembenahan kurikulum.

Kepala SD Negeri Pekunden Semarang Agus Sutrisno justru menilai perubahan kurikulum yang kerap dilakukan menandakan pendidikan di Indonesia selama ini belum menemukan model atau konsep yang tepat dan pas.

Bahkan, sering kali setiap kurun waktu kurikulum berbenah karena berkiblat pada kurikulum negara-negara lain, padahal belum tentu kurikulum pendidikan yang dikembangkan bangsa lain cocok dengan karakter Indonesia.

Berkaitan dengan integrasi IPA-IPS, menurut dia, pengintegrasian pelajaran pernah diberlakukan, contohnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS menjadi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial (PKPS).

"Namun, akhirnya dipisah kembali. Katanya, nanti IPA-IPS juga mau diintegrasikan dengan pelajaran lain. Saya pikir setiap mata pelajaran punya roh yang berbeda sehingga tak bisa begitu saja disatukan," kata Agus.

Terlepas dari berbagai pandangan kalangan SD itu, mereka tetap menyatakan siap jika kurikulum baru jadi diterapkan pada tahun 2013, baik secara menyeluruh maupun bertahap dengan sistem percontohan (pilot project).

Relevansi UN
Kurikulum baru yang menguatkan seluruh aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik, ternyata dianggap tidak sejalan dengan konsep ujian nasional (UN) yang lebih condong pengembangan aspek kognitif dan akademis.

Pakar pendidikan yang juga Rektor IKIP PGRI Semarang Dr. Muhdi mengutarakan bahwa kurikulum baru tidak akan optimal jika konsep UN tidak ikut dibenahi sebab berkaitan erat dengan guru sebagai pelaksana kurikulum.

Pola pikir (mindset) guru dalam penerapan kurikulum baru otomatis harus berubah, dari sebelumnya hanya aspek kognitif yang dipentingkan, ke depannya harus pula mencakup afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan).

Menurut Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah itu, guru selama ini cenderung fokus menyiapkan siswanya menghadapi UN yang sarat dengan muatan kognitif, sementara pelajaran lain yang sarat dengan aspek di luar itu diabaikan.

Padahal, kata dia, pemerintah jelas akan mengembangkan kurikulum 2013 yang mencakup seluruh aspek secara komprehensif sehingga konsep UN yang selama ini jadi salah satu penentu kelulusan harus ikut dibenahi.

"Kalau UN masih jadi salah satu penentu kelulusan. 'Mindset' guru tidak akan berubah dan lagi-lagi hanya menyiapkan siswa menghadapi UN. Guru merasa bertanggung jawab untuk meluluskan siswanya dalam UN," katanya.

Jangan sampai kurikulum baru yang konsepnya sudah baik tidak berjalan optimal dalam implementasinya karena tidak disiapkan secara matang, salah satunya konsep UN yang tidak sesuai dengan semangat kurikulum baru.

Berkaca dari hasil UN SD selama dua tahun terakhir, Kota Semarang mendapatkan angka 100 persen. Artinya, seluruh siswa SD dan sederajat di Kota Atlas berhasil lulus, termasuk madrasah ibtidaiah dan SD luar biasa.

Dinas Pendidikan Kota Semarang menyebutkan jumlah peserta UN SD dan sederajat pada tahun 2012 mencapai 23.261 siswa dan semuanya dinyatakan lulus, salah satunya tentu karena berhasil lulus dalam pelaksanaan UN.

Muhdi tidak memungkiri bahwa UN memang penting, yakni untuk memetakan kualitas pendidikan di seluruh wilayah, mengingat standar penilaian setiap sekolah dalam rapor berbeda. Namun, jangan menjadikannya penentu kelulusan.

"Cukup jadikan UN sebagai alat untuk memetakan kualitas pendidikan di setiap wilayah. Untuk kelulusan siswa, serahkan pada guru dan sekolah masing-masing yang lebih tahu kondisi setiap siswanya," katanya.

Setidaknya ada tiga opsi terkait dengan kurikulum baru. Pertama, diterapkan menyeluruh di seluruh sekolah pada tahun 2013, kedua diterapkan di beberapa sekolah dulu, dan ketiga sebaiknya diundur jika memang belum siap.

Berkaitan dengan UN, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Prof. Mungin Eddy Wibowo mengungkapkan UN merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Pasal 63 PP SNP mengamatkan bahwa penilaian hasil belajar siswa dilakukan oleh pendidik (rapor), satuan pendidikan (ujian sekolah), dan pemerintah (UN), ungkap dia, sehingga seluruh sekolah wajib mengikuti UN.

Tujuan pelaksanaan UN, yakni sebagai alat pemetaan kualitas pendidikan di seluruh wilayah, salah satu syarat kelulusan, dan pertimbangan dalam pemberian bantuan, dan pertimbangan masuk jenjang pendidikan lebih tinggi.

Oleh karena itu, Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu mengungkapkan seluruh sekolah wajib ikut UN, baik sekolah berkategori standar, mandiri, maupun rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024