Kekhawatiran Petani "Negeri Tembakau" terhadap PP Tembakau
Rabu, 6 Maret 2013 19:58 WIB
Kali ini para petani di "negeri tembakau" itu diliputi rasa kecemasan dan kekhawatiran dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Kalangan petani di daerah penghasil tembakau tersebut merasa dipojokkan dengan munculnya PP Tembakau, meskipun PP tersebut secara langsung tidak melarang petani untuk menanam tembakau.
Gelombang aksi penolakan PP Tembakau akhir-akhir ini terus bermunculan di setiap kecamatan yang merupakan sentra penghasil tembakau di kabupaten tersebut.
Tidak mengherankan jika penolakan PP Tembakau dilakukan petani di kawasan pegunungan itu, karena dari 20 kecamatan yang ada di Temanggung, sedikitnya 14 kecamatan di antaranya merupakan penghasil tembakau.
Selama ini tanaman tembakau menjadi andalan utama penghasilan para petani yang menjanjikan, apalagi saat musim kemarau tanaman tembakau merupakan satu-satunya tanaman yang menjadi sumber penghasilan mereka karena belum ada tanaman lain yang secara ekonomis mampu mengalahkannya.
Bahkan tembakau srintil yang dihasilkan di daerah Lamuk, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah per kilogram.
Dalam dua bulan terakhir telah terjadi beberapa kali aksi penolakan PP Tembakau di sentra-sentra tembakau di Temanggung antara lain, di Tretep, Bulu, Tembarak, Tlogomulyo, dan Bansari.
Aksi mereka menolak PP Tembakau bukan hanya dengan unjuk rasa, tetapi ada kelompok massa yang melakukannya dengan ritual dan berdoa.
Salah satu ritual yang dilakukan petani Temanggung untuk menolak PP Tembakau, yakni ritual "golong sewu" dilakukan ratusan warga lereng Gunung Sumbing di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulya.
Pada ritual tersebut setiap petani membawa satu nampan berisi lima nasi golong (tumpeng kecil) beserta lauknya berupa telur mata sapi dan sayur-mayur.
Ritual dimulai dengan diaraknya 109 meter kain putih dan nasi golong dari depan Balai Desa Legoksari menuju ke lokasi ritual yang berjarak sekitar dua kilometer, di atas perkampungan penduduk.
Usai melakukan pernyataan sikap penolakkan PP 109/2012 tersebut, warga kemudian berdoa bersama dipimpin tokoh agama setempat. Kemudian mereka makan bersama-sama nasi golong yang dibawanya. Di akhir ritual, warga membubuhkan tanda tangan darah pada kain putih.
Tokoh masyarakat Desa Legoksari, Jumbadi (54) mengatakan ritual golong sewu sangat langka digelar karena dikeramatkan. Petani hanya akan menggelar ritual tersebut bila kelangsungan kehidupannya terancam atau dijajah oleh penguasa yang tidak berpihak pada petani.
"Ritual ini untuk meningkatkan semangat juang petani dalam mempertahankan hidup dan kehidupan. Penindas akan dilawan petani, hingga titik darah penghabisan," katanya.
Kadus Lamuk Legok, Desa Legoksari Sutopo mengatakan tanda tangan darah sebagai kemurnian tekad, perjuangan petani dalam mempertahankan tembakau sebagai komoditas utama di daerah tersebut.
Ia mengatakan, bagi para pejabat, politisi, dan pemimpin yang tidak mendukung keberadaan tembakau, petani terus berdoa agar mereka sadar bahwa PP 109/2012 tersebut menyengsarakan petani tembakau.
Bertekad Menanam
Kepala Desa Legoksari, Subakir mengatakan masyarakat lereng Sumbing tetap bertekad menanam dan melestarikan tanaman tembakau lokal.
Ia mengatakan, keberadaan PP 109/2012 yang mengancam kehidupan petani karena ada pembatasan rokok yang berdampak berkurangnya pembelian tembakau oleh pabrik rokok, namun petani tidak akan menyalahkan pabrik rokok.
"Petani akan datangi pemerintah bila pabrik rokok tidak mau membeli tembakau Temanggung, karena PP 109 yang mengeluarkan pemerintah," katanya.
Menurut dia, ada kesalahan kebijakan pemerintah, yakni ada impor tembakau, karena Indonesia telah memiliki komoditas tembakau yang enak dan terbaik di dunia. Impor juga berdampak tidak menyejahterakan petani tembakau dan seluruh pihak yang berkaitan dengan pertembakauan.
Berbeda dengan ritual yang dilakukan petani Legoksari, petani di Kecamatan Tembarak menyampaikan unjuk rasa penolakan PP Tembakau dengan sedikit ekstrem, yakni membakar sebuah sepeda motor dan beberapa keranjang tembakau.
Sepeda motor yang dibakar tersebut sebagai simbol kendaraan kapitalis yang harus dihancurkan karena mereka telah menyudutkan petani tembakau.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kecamatan Tembarak, Salim, mengatakan, kegiatan menolak PP tembakau murni dilakukan petani tembakau.
"Penolakan terhadap PP Tembakau lebih efektif kami lakukan di daerah sentra-sentra tembakau karena tidak membuang waktu maupun biaya. Namun, kami berharap melalui media massa pesan yang kami sampaikan dapat didengar dan dilihat pemerintah pusat di Jakarta," katanya.
Ia mengatakan, apa yang diusulkan maupun ditolak dalam unjuk rasa ini bisa tersampaikan pada pemerintah pusat agar PP 109/2012 segera dicabut.
Salim mengatakan, pembakaran sepeda motor merupakan protes keras petani tembakau kepada kebijakan pemerintah yang tidak memihak petani, tetapi justru memihak kepentingan asing.
Pada setiap unjuk rasa, para petani temabakau mengancam tidak akan membayar pajak dan tidak akan ikut Pemilu 2014 selama PP 109/2012 belum dicabut.
Pabrik Rokok
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Temanggung, Tunggul Purnomo di Temanggung, mengatakan berdasarkan hasil kunjungan Komisi B ke beberapa pabrik rokok, PT Gudang Garam dan Djarum, mereka berjanji membeli tembakau petani Temanggung dengan kuota yang tidak sama.
PT Gudang Garam pada 2013 sepakat akan melakukan pembelian tembakau Temanggung dengan kuota naik dari pada 2012, yakni dari 6.500 ton menjadi Rp8.500 ton, sedangkan kuota PT Djarum turun dari tahun lalu, yakni dari 6.000 ton menjadi 4.000 ton.
"Pembelian PT Djarum dikurangi karena pembelian tahun lalu berlebihan, dari kuota semula 6.000 ton, realisasinya mencapai 10.483 ton," katanya.
Tunggul mengatakan untuk PT Bentoel yang juga telah menerima kunjungan DPRD Temanggung, belum ada perhitungan pasti sehingga belum berani menyampaikan kuota pembelian. Seandainya mereka melakukan pembelian, kuotanya tidak sebanyak tahun lalu yang mencapai 3.500 ton.
Ia mengatakan meskipun rencana awal, Djarum membeli 4.000 ton, masih dimungkinkan ada tambahan kuota dengan catatan kualitas tembakau Temanggung bisa dijaga, tidak terlalu banyak bibit jenis mantili, sampurna, garut, British American Tobacco (BAT) yang ditanam di Temanggung.
"Harapan Djarum dan Gudang Garam itu sama agar petani Temanggung menanam bibit asli Temanggung, yakni jenis kemloko. Kalau tembakau Temanggung dicampur dari luar daerah masih logis, tetapi jika kemudian bibit garut ditanam di Temanggung dan campur daun garut bagaimana, tembakau Temanggungnya di mana," katanya.
Ia mengatakan tembakau jenis BAT, mantili, garut, sampurna itu semivirgin sehingga pabrik Djarum dan Gudang Garam kesulitan meramu, khususnya untuk rokok sigaret kretek tangan (SKT).
"Pemenuhan kuota tersebut tergantung petani Temanggung, bukan tergantung pabrik. Mau tidak petani menanam tembakau dengan jenis seperti permintaan pabrik," katanya.
Menyinggung tentang PP 109/2012, dia mengatakan PP tersebut tidak menghalangi pabrik, karena pabrik tetap bisa menjual rokok.
"Namun, kami menyarankan pada beberapa pabrik silakan melakukan upaya perlawanan hukum dan DPRD Kabupaten Temanggung mendukung sepenuhnya," katanya.
Ia berharap upaya perlawanan hukum itu dilakukan secara konstruktif dan strategis.
"Tidak masing-masing individu mengajukan perlawanan hukum 'judicial review' meskipun data yang dimiliki dan argumen yang diajukan lemah sehingga mudah dipatahkan, padahal perkara yang sama karena sudah kalah tidak bisa dilakukan gugatan lagi," katanya.
Menanggapi rencana pembelian tembakau tersebut, Ketua APTI Jawa Tengah, Nurtantio Wisnubrata, masih menyangsikan apakah pembelian tersebut akan bertahan setelah PP Tembakau dilaksanakan.
"Jangan-jangan pembelian tembakau pada masa panen 2013 ini hanya untuk mencukupi stok kebutuhan pabrik sebelum diberlakukannya PP Tembakau. Bagaimana nasib petani setelah PP tersebut diberlakukan? Kami akan terus berjuang agar PP Tembakau itu dicabut," katanya.
Pewarta : Heru Suyitno
Editor:
M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025