Logo Header Antaranews Jateng

Ribuan TKI "Overstayers" Terancam Jadi Gelandangan

Senin, 14 Oktober 2013 08:41 WIB
Image Print
Ninik Andrianie, pengamat yang juga inisiator pembentukan Tim Pengawas Amnesti Arab Saudi.


Info dari sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI), kata Ninik ketika dihubungi dari Semarang, Senin, majikan TKI berencana memutus hubungan kerja (mem-PHK) mereka sebelum 3 November 2013.

"Dengan demikian, ribuan TKI terancam kehilangan tempat tinggal dan pekerjaannya. Namun, hingga Senin (14/10) jumlah TKI 'overstayers' yang 'homeless' (tunawisma) saya kira belum sampai ribuan karena masih ada waktu dua minggu lagi," ucapnya.

Sejumlah TKI "overstayers", kata Ninik, terpaksa menjadi tunawisma karena diusir dari kontrakan karena sang pemilik kontrakan takut kena denda, ditambah lagi banyak majikan yang mem-PHK dengan alasan takut terkena hukuman dari pemerintah Arab Saudi.

Selama program amnesti dari pemerintah Arab Saudi berlangsung, menurut Ninik, banyak TKI yang jatuh sakit karena daya tahan tubuh mereka sudah tidak mampu untuk mengikuti proses yang makin ruwet.

Selain itu, lanjut dia, sejumlah TKI "overstayers" terpaksa berurusan dengan pihak berwajib di negara tersebut, bahkan hingga masuk penjara karena laporan yang berbau fitnah oleh majikan lama.

"Laporan tersebut keluar saat TKI 'overstayer' melakukan sidik jari dalam pengurusan surat perjalanan laksana paspor (SPLP)," ucapnya.

Syech Razie Ali Maula Dawilah, Penasihat Tim Pengawas Amnesti Arab Saudi, menambahkan keterangan Ninik bahwa ada lima poin untuk mempercepat proses amnesti, yakni pertama Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) menyerahkan paspor TKI yang ada di KJRI; kedua, membuka posko atau satuan tugas (satgas) untuk proses amnesti di wilayah luar Jeddah dan Riyadh.

Poin ketiga, menempatkan staf KJRI untuk membantu TKI "overstayers" di beberapa tempat, yakni imigrasi, Dallah, bandar udara (bandara) karena tiga tempat inilah yang dirujuk TKI untuk mendapatkan "print out", sidik jari, transfer data, dan "exit permit" (surat izin keluar dari Arab Saudi).

Poin selanjutnya, kata Razie--sapaan akrab Syech Razie Ali Maula Dawilah--, sepatutnya KJRI memiliki "link" khusus dengan pihak Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memperoleh data paspor bagi TKI yang paspornya tidak berada di KJRI secara cepat.

Poin kelima, lanjut dia, mempercepat proses bagi ibu dan anak, wanita hamil, TKI sakit, dan lanjut usia. Khusus ibu-ibu yang membawa anak, persyaratannya mulai dipermudah, yakni cukup membawa surat keterangan lahir dari rumah sakit.

Namun, kata Razie, wanita hamil belum ada kemudahan yang telihat, sementara TKI yang sakit tampak beberapa kasus sudah ditangani meski terkadang harus disuarakan terlebih dahulu.

"Adapun kesulitan yang dialami TKI 'overstayer' berusia lanjut, masih di sekitar masalah data asli," kata Razie yang pernah bekerja di KJRI Abu Dubai, Uni Emirat Arab, pada tahun 2003.

Pewarta :
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024