Logo Header Antaranews Jateng

Ketika Terjadi Dualisme Kepemimpinan DPRD di Magelang

Sabtu, 4 Januari 2014 06:33 WIB
Image Print


Pascapilkada yang dimenangi pasangan Zaenal Arifin dan M. Zaenal Arifin yang diusung PDI Perjuangan, terjadi dualisme kepemimpinan DPRD antara Plt. Ketua DPRD Kuswan Hadji dengan Ketua DPRD (definitif/nonaktif) Susilo.

Kisahnya bermula ketika empat pimpinan DPRD Kabupaten Magelang periode 2009-2014 ikut ambil bagian dalam kompetisi pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Mereka adalah Susilo yang menjabat posisi ketua, kemudian tiga wakil ketua masing-masing M. Achadi, Mujadin Putu Murja, dan Sad Priyo Putro.

Saat mereka maju ke gelanggang Pilkada, Kuswan Haji dikukuhkan menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua DPRD Kabupaten Magelang.

Perbedaan pendapat mulai muncul ketika Susilo yang kalah dalam Pilkada itu mulai aktif di gedung wakil rakyat sebelum pelantikan bupati dan wakil bupati terpilih.

Kubu Susilo berpendapat, kalau ketua yang nonaktif kemudian mulai kembali aktif menjalankan tugas maka otomatis tugas Plt. berakhir. Sedangkan kubu Kuswan beranggapan bahwa tugas Plt. berlangsung hingga pelantikan bupati dan wakil bupati terpilih dilakukan.

Susilo berpegang pada Surat bernomor PPE.PP.05.04-769 tertanggal 9 Desember 2013, sebagai jawaban atas konsultasi dirinya bersama pimpinan dewan ke Kemenkum HAM. Surat tersebut menyatakan pendapat hukum mengenai kedudukan pimpinan DPRD dan penetapan hasil evaluasi ranperda perubahan APBD 2013 Kabupaten Magelang.

Kemenkum HAM menganalisis bahwa mekanisme pergantian pimpinan DPRD Kabupaten Magelang sudah diatur PP 16/2012 dan telah tercantum dalam Peraturan DPRD Kabupaten Magelang dengan nomor 170/04/KEP/DPRD/2012 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Magelang.

"Pimpinan DPRD (pengganti) bersifat sementara. Sehingga ketika pimpinan DPRD definitif menyatakan untuk aktif kembali malaksanakan tugas maka secara 'de jure' dan 'de facto' segala kewenangan yang dimiliki dan dijalankan oleh pimpinan sementara DPRD beralih kembali pada pimpinan DPRD definitif," katanya.

Sedangkan Kuswan berkeyakinan bahwa apa yang laksanakan adalah sesuai amanah dari Gubernur dan Mendagri dalam rangka legitimasi posisinya sebagai Plt Ketua DPRD.

Selain itu, KPU Kabupaten Magelang telah menerbitkan aturan bahwa pelaksana tugas memangku jabatanya sampai dengan dilantiknya bupati terpilih oleh pejabat yang berwenang.

Polemik Memanas
Polemik kedua kubu tersebut semakin memanas, ketika Senin (30/12) pimpinan definitif DPRD Kabupaten Magelang melaporkan kasus dugaan pemalsuan stempel DPRD ke Polres Magelang.

Laporan dugaan pemalsuan stempel DPRD ini ditandatangani oleh pimpinan definitif yakni Susilo, M. Achadi, Sad Priyo Putro, dan Mujadin Putu Murja. Mereka datang ke Mapolres Magelang bersama seluruh alat kelengkapan dewan.

Kuasa hukum pelapor Wasit Wibowo menjelaskan pihaknya melaporkan pimpinan sementara DPRD yang diketuai Kuswan Haji. Kuswan dinilainya melanggar pasal 242 KUH Pidana sehingga terancam lima tahun penjara karena memalsukan stempel DPRD Kabupaten Magelang.

Sementara itu, pimpinan sementara DPRD Kabupaten Magelang Kuswan Haji pada tanggal 21 November 2013 mengirimkan surat nomor 170/789/09/2013 ke Polres Magelang, yang berisi laporan kehilangan stempel atau cap dinas.

Polemik bukan hanya sampai di situ, kedua kubu pimpinan dewan itu pada Jumat (3/1) sama-sama menggelar rapat paripurna istimewa pergantian antarwaktu anggota DPRD masa bakti 2009-2014 di tempat berbeda.

Kubu Plt. Ketua DPRD Kuswan Hadji menggelar rapat PAW di Hotel Grand Artos Aerowisata, Mertoyudan, sedangkan kubu Ketua (definitif) DPRD, Susilo menggelar rapat PAW di Gedung DPRD Kabupaten Magelang.

Pada rapat paripurna istimewa di Grand Artos Aerowisata, DPRD Kabupaten Magelang mengambil sumpah dan janji anggota DPRD Kabupaten Magelang PAW masa bakti 2009-2014 yaitu Suyanti pengganti Susilo (PDI Perjuangan) dan Andi Ashadi pengganti Suharno (PKNU).

Pengambilan sumpah dan janji dilakukan oleh Plt. Ketua DPRD Kabupaten Magelang Kuswan Haji yang dihadiri oleh 20 orang anggota DPRD Kabupaten Magelang serta jajaran Eksekutif.

Kuswan mengatakan, rapat paripurna tersebut awalnya akan dilaksanakan di gedung DPRD, namun di waktu yang bersamaan pimpinan dewan nonaktif yaitu Susilo juga mengagendakan acara yang sama yaitu paripurna istimewa PAW untuk dua orang, yaitu Andi Ashadi dan Nasikhul Hadi. Sementara rapat paripurna di Artos diagendakan pelaksanaan PAW untuk tiga orang termasuk Susilo.

"Pengalihan tempat ini bukan semata-mata bahwa kami tidak menghargai lembaga DPRD. Kami sebagai anggota sangat menjunjung tinggi DPRD, namun karena 'force majoure' kalau dilaksanakan di gedung DPRD maka dikhawatirkan dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.

Ia mengatakan, PAW terhadap anggota DPRD kali ini mestinya untuk tiga orang sesuai SK Asli Gubernur Jawa Tengah, namun karena secara fisik Nasikhul Hadi tidak hadir maka hanya dilakukan terhadap Suyanti dan Andi Ashadi.

Di Gedung DPRD Kabupaten Magelang, sebanyak 23 anggota DPRD mengikuti rapat PAW, dihadiri Kasubag Humas Polres Magelang AKP Parmanto, Perwira Penghubung Kodim 0705/Magelang Mayor Joko Supriyanto, Ketua KPU Kabupaten Magelang Ma'mun Rakhmatullah, perwakilan Pengadilan Negeri Mungkid dan Petinggi Partai Politik.

Pada sidang tersebut, ada pemandangan berbeda. Susilo memimpin rapat menggunakan palu yang biasa digunakan para tukang bangunan. Palu itu dibungkus dengan kertas warna cokelat. Hal itu terjadi karena palu yang biasa digunakan memimpin rapat tiba-tiba hilang.

Sesuai jadwal terdapat dua anggota DPRD yang dilantik sebagai anggota DPRD baru. Yakni, Nasikhul Hadi menggantikan Agus Wakhdan dari PAN serta Andi Ashadi menggantikan Suharno dari PKNU, namun yang hadir dalam pelantikan itu hanya Nasikhul Hadi.

Susilo mengakui paripurna istimewa saat ini berbeda dari biasanya. Hal ini karena dinamika di tubuh DPRD. Dia berharap keadaan ini bisa sebagai pembelajaran dan dicermati sesuai peraturan.

Ia mengatakan, penataan terhadap pedoman menaati peraturan mestinya dilakukan untuk menghindari pemaksaan kehendak kepentingan tertentu.

"Akibat dualisme kepemimpinan di DPRD saat ini, rakyat Kabupaten Magelang menjadi korban. Pembangunan ke depan dipastikan terganggu, karena pembahasan APBD akan molor. Di sisi lain, anggaran yang diserap juga tidak akan maksimal," katanya usai memimpin rapat.

Menurut dia rapat paripurna ini sesuai hukum. Dia percaya hanya akan ada satu kubu yang benar. Tidak mungkin kedua kubu yang menggelar rapat paripurna istimewa ini benar semua.

"Di mata hukum, pasti hanya ada satu yang benar. Mudah-mudahan kami yang ada di sini tergolong yang benar," katanya.

Di luar gedung DPRD, sekelompok masyarakat dari Aliansi Masyarakat Perjuangan Kabupaten Magelang meminta kedua kubu segera duduk bersama menyelesaikan dualisme kepemimpinan DPRD.

Dengan dualisme pimpinan DPRD ini yang menjadi korban adalah rakyat.


Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025