Rusia Kian Kaku Hadapi Tekanan Barat
Selasa, 11 Maret 2014 12:31 WIB
Ahad lalu parlemen pro-Rusia di Semenanjung Krimea memutuskan referendum digelar untuk memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia. Langkah ini dinilai Kiev dan Barat sebagai tidak sah.
"Pertemuan ini sungguh berisi seruan kepada Rusia untuk meninggalkan jalan ini guna memasuki negosiasi," kata Gerard Araud, Duta Besar Prancis di PBB. "Namun Rusia tidak menunjukkan satu isyarat pun bahwa mereka mendengarkan kami."
Sidang kelima menyangkut krisis Ukraina itu adalah pertemuan informal yang dimintakan pihak Ukrain dan dihadiri Wakil Rusia di PBB Yuriy Sergeyev.
"Situasi memburuk dari hari ke hari, ada perasaan kesegeraan," kata Araud. "Jika Krimea harus dianeksasi Rusia maka itu akan sangat serius dan memunculkan banyak konsekuensi dalam hubungan internasional".
Duta Besar Rusia di PBB Vitaly Churkin telah menegaskan bahwa Rusia akan menunaikan kewajiban historisnya kepada Krimea, kata Araud.
Diplomat utama Inggris di PBB Mark Lyall Grant juga mengatakan bahwa tidak melihat melembutnya posisi Rusia, padahal pengucilan dan tekanan kepada Rusia semakin meningkat.
Dia mengatakan Duta Besar Ukraina di PBB telah menegaskan bahwa referendum itu ilegal dan hampir semua anggota Dewan Keamanan juga mengangggap itu ilegal.
"Jelas bahwa referendum yang bebas dan jujur tidak bisa diorganisasi manakala Krimea dikuasai tentara Rusia. Kami terus menyerukan de-eskalasi dan pengawasan internasional," kata Lyall Grant.
Dewan Keamanan PBB sejauh ini gagal mengadopsi posisi sama menyangkut krisis ini. Moskow yang adalah anggota tetap Dewan Keamanan bisa menggunakan hak vetonya untuk mementalkan keputusan badan ini, demikian AFP.
Pewarta : Antaranews
Editor:
Mugiyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2025