Polisi: Sedikitnya 20 Tewas Dalam Bentrokan di Afrika Tengah
Selasa, 23 Desember 2014 6:59 WIB
Pemberontak Seleka menembakkan granat berpeluncur roket (RPG) ke arah tentara Prancis di Bambar, Republik Afrika Tengah, Sabtu (24/5). Tentara penjaga perdamaian Prancis di Afrika Tengah menggunakan helikopter tempur dan mortir untuk melawan pemberon
Seorang pejabat yang berbicara kepada AFP tanpa menyebut nama mengatakan kekerasan itu pecah Jumat ketika milisi anti-Balaka terutama Kristen meluncurkan serangan terhadap pemberontak dari mantan aliansi Seleka sebagian besar Muslim dan Peul di wilayah tengah Bambari.
"Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan itu," kata pejabat itu.
Dia mengatakan pemberontak mantan Seleka dan penggembala bersenjata Peul - juga dikenal sebagai Fulani - melancarkan serangan pembalasan pada Sabtu di desa Kouango, 90 kilometer (55 mil) di selatan, menewaskan sedikitnya delapan orang, melukai puluhan dan beberapa rumah dibakar.
"Banyak warga melarikan diri ke semak-semak dan lain-lain mencari perlindungan di ibu kota Bangui di mana ratusan orang dari kedua daerah telah tiba beberapa bulan terakhir ini," kata pejabat itu.
Bambari, yang terletak di dekat garis pemisah yang memisahkan selatan Kristen dari wilayah utara yang dikuasai oleh bekas pemberontak Seleka, telah menjadi tempat bentrokan sengit yang menewaskan lebih dari 100 orang dan sedikitnya 200 terluka sejak Juni.
Pekan lalu 28 orang tewas dalam bentrokan sektarian di Mbres, hanya beberapa hari setelah upacara rekonsiliasi yang diselenggarakan oleh misi penjaga perdamaian PBB di sana.
Bekas koloni Prancis yang kaya berlian tetapi telah banyak menderita kudeta dan serangan ketidakstabilan sejak kemerdekaan pada tahun 1960, tetapi sejak penggulingan rezim Francois Bozize 23 Maret 2013 oleh koalisi pemberontak Seleka memicu pergolakan terburuk sampai saat ini.
Serangan tanpa henti oleh gerilyawan Muslim terutama pada mayoritas populasi Kristen mendorong pembentukan kelompok-kelompok sempalan, yang pada gilirannya mulai menuntut balas dendam terhadap warga sipil Muslim, mendorong mereka keluar dari sebagian besar negara.
Beberapa ribu orang tewas dalam berbagai serangan, yang membuat wilayah dengan populasi 4,8 juta itu menjadi krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan itu," kata pejabat itu.
Dia mengatakan pemberontak mantan Seleka dan penggembala bersenjata Peul - juga dikenal sebagai Fulani - melancarkan serangan pembalasan pada Sabtu di desa Kouango, 90 kilometer (55 mil) di selatan, menewaskan sedikitnya delapan orang, melukai puluhan dan beberapa rumah dibakar.
"Banyak warga melarikan diri ke semak-semak dan lain-lain mencari perlindungan di ibu kota Bangui di mana ratusan orang dari kedua daerah telah tiba beberapa bulan terakhir ini," kata pejabat itu.
Bambari, yang terletak di dekat garis pemisah yang memisahkan selatan Kristen dari wilayah utara yang dikuasai oleh bekas pemberontak Seleka, telah menjadi tempat bentrokan sengit yang menewaskan lebih dari 100 orang dan sedikitnya 200 terluka sejak Juni.
Pekan lalu 28 orang tewas dalam bentrokan sektarian di Mbres, hanya beberapa hari setelah upacara rekonsiliasi yang diselenggarakan oleh misi penjaga perdamaian PBB di sana.
Bekas koloni Prancis yang kaya berlian tetapi telah banyak menderita kudeta dan serangan ketidakstabilan sejak kemerdekaan pada tahun 1960, tetapi sejak penggulingan rezim Francois Bozize 23 Maret 2013 oleh koalisi pemberontak Seleka memicu pergolakan terburuk sampai saat ini.
Serangan tanpa henti oleh gerilyawan Muslim terutama pada mayoritas populasi Kristen mendorong pembentukan kelompok-kelompok sempalan, yang pada gilirannya mulai menuntut balas dendam terhadap warga sipil Muslim, mendorong mereka keluar dari sebagian besar negara.
Beberapa ribu orang tewas dalam berbagai serangan, yang membuat wilayah dengan populasi 4,8 juta itu menjadi krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017