Sejumlah spanduk berisi dukungan dan penolakan pembangunan PLTU juga masih terlihat di beberapa titik Desa Ujungnegoro, Ponowareng, dan Karanggeneng, Kecamatan Kandeman, serta Tulis.

Bahkan aksi unjuk rasa oleh warga setempat untuk menentang dan mendukung terhadap proses pembangunan ketenagalistrikan yang sempat tertunda hingga dua tahun terakhir ini juga terkadang masih muncul silih berganti.

Proses pembangunan PLTU Batang berlangsung cukup lama karena berbagai alasan itu, serta diduga dengan munculnya sejumlah oknum di internal maupun eksternal daerah untuk mencapai kepentingan dan keuntungan pribadi.

PT Bhimasena Power Indonesia, selaku pengembang proyek pembangunan PLTU memang tidak melarang warga melakukan demo sepanjang tidak mengganggu proyek di tiga desa tersebut Kecamatan Kandeman dan Tulis.

Unjuk rasa dari dua kubu baik dari pro-pembangunan PLTU dan kontra sempat dilakukan bersama dalam lokasi tidak saling berjauhan saat kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 5 Desember 2014 di Desa Ujungnegoro sehingga penjagaan lokasipun mendapat penjagaan ketat oleh ratusan Polri dan Tantara Nasional Indonesia (TNI).

"Ratusan orang memang kami kerahkan ke dekat lokasi Wapres Jusuf Kalla sebagai upaya ingin membuktikan warga mendukung pembangunan PLTU . Kami menilai keberadaan PLTU akan membawa dampak positif terhadap kemajuan daerah dan kesejahteraan warga," kata Koordinator ProPLTU Batang, Ananta.

Pemilik lahan, Karnadi menambahkan masyarakat Batang memahami bahwa proyek PLTU sangat penting bagi kabupaten Batang. Oleh karena itu dengan Penerapan UU Nomor 2 Tahun 2012 untuk membebaskan sisa lahan PLTU akan memberikan kepastian bahwa proyek itu akan benar-benar terwujud.

"Kami melihat proyek PLTU ini memiliki dampak yang besar dan positif bagi ekonomi di Batang. Oleh karena itu kepastian dari pemerintah untuk melanjutkan proyek ini sangat melegakan dan mendapat dukungan warga," katanya.

PT Bhimasena Power Indonesia bekerja sama dengan Adaro Jepang berani membangun PLTU terbesar se- Asia Tenggara dengan investasi hampir Rp48 triliun ini tentunya mempunyai pertimbangan yang matang dan alasan tertentu.

Selain mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah, dan kini Pemerintah Pusat , PT BPI juga mempertimbangkan lokasi proyek yang mempunyai kondisi geografis yang bagus untuk dibangun PLTU.

Penerapan Undang-Undang Nomor 12/ 2012
Saat ini, proses pembangunan PLTU Batang masih terkendala dengan permasalahan sisa pembebasan lahan milik warga yang sekitar 13 persen dari jumlah lahan yang dibutuhkan sekitar 226 hektare.

Akan tetapi, sisa lahan milik warga yang belum bisa dibebaskan dan berada pada "power block" tersebut hampir dipastikan akan selesai setelah PT PLN akan mengambilalih pembebasan lahan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1912 yang akan mulai dilaksanakan per Januari 2015.

Kini warga yang masih mempertahankan lahannya hanya mendapat dua pilihan, apakah akan dijual kepada PT BPI seharga Rp100 ribu per meter atau melalui keputusan pengadilan dengan harga sesuai NJOP sebesar Rp20 ribu/ meter.

Ketua Gapoktan Desa Ponowaren, Marpu mengatakan kekhawatiran warga akan mengurangi lahan pertanian terhadap proyek PLTU tidak beralasan karena pembangunan bendungan Kedung Pingit di sekitar wilayah itu telah menciptakan lahan pertanian baru.

Sebagai contoh di Desa Ponowareng akan ada tambahan sawah seluas 74 hektare, Desa Kenconorejo sekitar 300 hektare, dan Kedungsegog sekitar 400 hektare.

"Areal sawah produktif yang terkena dampak PLTU hanya sekitar 23 hektare. Tentunya, jumlah itu tidak akan mengurangi produktifitas hasil pertanian karena ada pencetakan sawah baru hingga ratusan hektare berkat bendungan pingit," katanya.

Bupati Batang, Yoyok Riyo Sudibyo meminta pada pemilik lahan mendukung keputusan pemerintah untuk melanjutkan dan mempercepat pembangunan PLTU Batang.

Masyarakat Batang juga memahami dan akan mengikuti langkah PLN dan lembaga pemerintah lainnya yang akan menggunakan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum.

"Keputusan pemerintah melanjutkan proyek PLTU memiliki arti penting bagi Kabupaten Batang. Proyek ini akan bisa mendorong dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi wilayah ini. Karena itu pemerintah bersama masyarakat akan membantu dan mendukung realisasi proyek PLTU," katanya.

Sekretaris Daerah Kabupaten Batang, Nasikhin mengatakan ketersendatan proses pembangunan PLTU karena sejumlah masalah dan kepentingan di internal dan ekternal daerah yang mementingakan keuntungan pribadi maupun kelompok.

"Mereka ingin mendapat "bagian" dengan adanya proyek PLTU Batang. Hal itulah yang memicu proses pembangunan PLTU hingga dua tahun terakhir ini tertunda," katanya.

Namun demikian, kata dia, pemkab optimistis proses pembangunan PLTU segera dibangun di Batang karena hampir semua persyaratan, seperti masalah perizinan, akses pembangunan sarana dan prasarana, pengadaan lahan, dan kebutuhan listrik yang sudah mendesak.

"Kami pastikan PLTU tetap segera dibangun di Kabupaten Batang. Oleh karena itu, warga kami imbau segera menjual tanahnya daripada nantinya pemerintah terpaksa harus menggunakan cara penerapan UU Nomor 12 Tahun 2012," katanya.
Ketersendatan proses pembangunan PLTU Batang, akhirnya mendapatkan respons positif dari Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla agar proyek ketanagalistrikan itu segera dibangun.

Wapres Jusuf Kalla saat berkunjung ke lokasi proyek PLTU Ujungnegoro pada 5 Desember 2014 mengatakan pembangunan PLTU Kabupaten Batang harus dilanjutkan sebagai upaya mengatasi permasalahan kekurangan listrik nasional.

Namun demikian, kata dia, pembangunan PLTU itu jangan sampai merugikan rakyat terkait dengan proses pembebasan lahan .

"Jika dengan cara baik tidak bisa dilakukan, pemerintah bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Dengan undang-undang itu maka pembangunan harus dilanjutkan tetapi rakyat tidak dikorbankan," katanya.

Menurut Jusuf Kalla, warga seharusnya merelakan lahan untuk lokasi PLTU yang akan akan dibangun di Kabupaten Batang. "Jika PLTU berdiri maka tidak hanya investasi dan industri yang tumbuh di kawasan itu tetapi juga kemajuan dan kesejehateraan masyarakat," katanya.

Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PT PLN, Murtaqi Syamsuddin mengatakan, PT PLN siap membeli tanah yang masih menjadi kendala PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) untuk membangun PLTU berkapasitas 2X1.000 megawatt ini.

Saat ini, kata dia, pembangunan PLTU Batang ini masih terkendala lahan sehingga proses pembangunannya belum bisa dilanjutkan.

"Kendala utama karena harga tanah "dimainkan" oleh para oknum. Tarif jual tanah yang semula Rp10 ribu per meter persegi naik menjulang menjadi Rp400 ribu per meter sedang PT BPI sebagai pihak pengembang, menyepakati pembelian tanah dengan harga Rp100 ribu per meter persegi," katanya.

PT PLN kini masih menunggu surat dari PT BPI untuk mengambil alih proses pembebasan lahan ini. "Kami masih menunggu surat ini dan instruksi dari pemerintah," katanya.

PT PLN juga belum bisa mengungkapkan berapa dana yang disiapkan untuk membeli tanah milik warga di desa lokasi PLTU. Hanya saja, PT PLN akan mengikuti prosedur sesuai dengan aturan yang berlaku.

Ia mengatakan rasio elektrifikasi Indonesia baru mencapai 81 persen, artinya sekitar 19 persen belum teraliri listrik. Total daya listrik yang dimiliki PLN sebanyak 35,5 giga watt (GW) sedangkan oleh swasta 7,5 GW.
"Oleh karena itu, pembangunan PLTU Batang sangat berpengaruh untuk menambah cadangan listrik di Indonesia," katanya,
Terpisah, PT PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY siap menjadi pelaksana, jika proses pembebasan lahan PLTU Batang yang masih tersendat diserahkan kepada PT PLN.

Sejauh ini, PT PLN Distribusi Jawa Tengah- DIY belum diminta untuk membantu pembebasaan lahan oleh PT PLN pusat, setelah upaya PT BPI belum dapat menuntaskan proses pembebasan lahan.

"Prinsipnya, kami siap mendukung kebijakan pusat jika diminta untuk menjadi pelaksana," kata Deputy Manager Komunikasi dan Bina Lingkungan PT PLN Distribusi Jawa Tengah- DIY, Supriyono.

PT PLN Distribusi Jawa Tengah- DIY juga sependapat jika PT PLN Pusat segera turun tangan terkait dengan strategisnya posisi PLTU berkapasitas 2X1.000 megawatt itu untuk pasokan daya listrik interkoneksi Jawa- Bali.

"Selama ini, kebutuhan daya ini hanya mengandalkan pasokan daya dari sejumlah pembangkit yang ada di Jawa Timur serta Jawa Barat," katanya.

Pada 2016-2017, Provinsi Jawa Tengah dan DIY bakal mengalami krisis daya listrik yang berpotensi memicu adanya pemadaman bergilir, bahkan pada 2014 gejala- gejala tersebut sudah terasa.

"Oleh karena itu, dengan mundurnya pembangunan PLTU Batang akan membuat pasokan listrik di Jawa dan Bali bakal tersendat. Pasokan listrik sistem Jawa- Bali saat ini mencapai 25.000 MW. Jika pada 2014 PLTU Batang tidak segera dibangun maka Jawa-Bali akan mengalami defisit listrik," katanya.