Akademisi: Longsoran Jalan Gunung Tugel-Banyumas Mirip Cipularang
Rabu, 4 Februari 2015 17:16 WIB
Ilustrasi. Kendaraan berjalan perlahan dilokasi jalan longsor di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Tieng, Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Sabtu (20/12). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
"Dari kajian geologi teknik, longsoran jalan Gunung Tugel terjadi pada lingkungan kondisi tanah lunak karena penjenuhan air yang tinggi," kata Indra yang mengajar Mitigasi Bencana Alam pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed di Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu.
Menurut dia, kondisi tersebut biasanya terjadi pada waktu musim hujan atau setelah hujan lebat.
Berdasarkan peta geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, kata dia, wilayah Gunung Tugel termasuk ke dalam formasi Tapak (Tpt) yang banyak mengandung batu pasir gampingan.
"Batu pasir gampingan ketika lapuk akan menjadi tanah pasir yang lunak," katanya.
Dalam kondisi jenuh, kata dia, tanah tersebut bisa menjadi labil dan menyebabkan longsor.
"Biasanya terdapat dalam suatu lerengan seperti di longsoran jalan Gunung Tugel dimana longsoran mengarah pada bagian bawah jalan, yaitu cekungan di bawahnya," kata kandidat Doktor Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung itu.
Ia mengatakan bahwa lapisan batu pasir yang masih segar dapat berfungsi sebagai bidang gelincir.
Menurut dia, hal itu dapat terlihat dari retakan (transverse cracks) yang panjang.
"Retakan awal yang paling besar biasanya akan menjadi mahkota longsoran. Arah longsoran dapat diketahui dari sudut tegak lurus dengan retakan dan mengarah ke daerah yang lebih rendah," katanya.
Indra memprediksi tanah itu akan terus turun mengikuti bidang gelincir longsoran sampai ke bawah jika terjadi hujan.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa longsoran di jalan Gunung Tugel merupakan jenis gerakan tanah nendatan yang bertingkat (multiple successive landslide).
"Gerakan tanah ini (nendatan, red.) biasanya terjadi karena daerah bagian bawah lereng kurang kuat," katanya.
Terkait hal itu, dia mengatakan bahwa langkah jangka pendek yang bisa dilakukan adalah membuat bronjong-bronjong penahan bila bidang gelincirnya dangkal kemudian kembali dilakukan pemadatan.
Jika bidang gelincirnya dalam, kata dia, bisa dibuatkan bronjong di daerah ujung longsor (toe).
"Penataan sudut lereng atau tersering juga baik untuk 'recovery' longsoran, kemudian yang lebih penting untuk penanganan jangka panjang adalah dengan tanaman penguat di pinggir-pinggir jalan atau sepanjang jalan yang mempunyai lereng-lereng," katanya.
Menurut dia, jalan Gunung Tugel kurang sekali tanaman terutama tanaman penguat dekat bahu jalan.
Oleh karena itu untuk ke depannya, kata dia, penanganan kestabilan jalan terutama lingkungan sekitar jalan perlu mendapat perhatian yang baik guna menjaga jalan lebih stabil dan tidak longsor.
Jalan alternatif Purwokerto-Banyumas ambles di Gunung Tugel, Desa Kedungrandu, Kabupaten Banyumas, pada Senin (2/2) dini hari setelah wilayah itu diguyur hujan lebat sejak hari Minggu (1/2) sore hingga malam.
Ruas jalan alternatif yang menghubungkan Purwokerto dengan Banyumas, Yogyakarta, Cilacap, maupun Bandung itu sebenarnya sedang diusulkan untuk dijadikan sebagai jalan nasional guna mengurangi kepadatan arus lalu lintas di ruas Purwokerto-Sokaraja-Banyumas/Yogyakarta maupun Purwokerto-Tanjung-Cilacap/Bandung.
Menurut dia, kondisi tersebut biasanya terjadi pada waktu musim hujan atau setelah hujan lebat.
Berdasarkan peta geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, kata dia, wilayah Gunung Tugel termasuk ke dalam formasi Tapak (Tpt) yang banyak mengandung batu pasir gampingan.
"Batu pasir gampingan ketika lapuk akan menjadi tanah pasir yang lunak," katanya.
Dalam kondisi jenuh, kata dia, tanah tersebut bisa menjadi labil dan menyebabkan longsor.
"Biasanya terdapat dalam suatu lerengan seperti di longsoran jalan Gunung Tugel dimana longsoran mengarah pada bagian bawah jalan, yaitu cekungan di bawahnya," kata kandidat Doktor Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung itu.
Ia mengatakan bahwa lapisan batu pasir yang masih segar dapat berfungsi sebagai bidang gelincir.
Menurut dia, hal itu dapat terlihat dari retakan (transverse cracks) yang panjang.
"Retakan awal yang paling besar biasanya akan menjadi mahkota longsoran. Arah longsoran dapat diketahui dari sudut tegak lurus dengan retakan dan mengarah ke daerah yang lebih rendah," katanya.
Indra memprediksi tanah itu akan terus turun mengikuti bidang gelincir longsoran sampai ke bawah jika terjadi hujan.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa longsoran di jalan Gunung Tugel merupakan jenis gerakan tanah nendatan yang bertingkat (multiple successive landslide).
"Gerakan tanah ini (nendatan, red.) biasanya terjadi karena daerah bagian bawah lereng kurang kuat," katanya.
Terkait hal itu, dia mengatakan bahwa langkah jangka pendek yang bisa dilakukan adalah membuat bronjong-bronjong penahan bila bidang gelincirnya dangkal kemudian kembali dilakukan pemadatan.
Jika bidang gelincirnya dalam, kata dia, bisa dibuatkan bronjong di daerah ujung longsor (toe).
"Penataan sudut lereng atau tersering juga baik untuk 'recovery' longsoran, kemudian yang lebih penting untuk penanganan jangka panjang adalah dengan tanaman penguat di pinggir-pinggir jalan atau sepanjang jalan yang mempunyai lereng-lereng," katanya.
Menurut dia, jalan Gunung Tugel kurang sekali tanaman terutama tanaman penguat dekat bahu jalan.
Oleh karena itu untuk ke depannya, kata dia, penanganan kestabilan jalan terutama lingkungan sekitar jalan perlu mendapat perhatian yang baik guna menjaga jalan lebih stabil dan tidak longsor.
Jalan alternatif Purwokerto-Banyumas ambles di Gunung Tugel, Desa Kedungrandu, Kabupaten Banyumas, pada Senin (2/2) dini hari setelah wilayah itu diguyur hujan lebat sejak hari Minggu (1/2) sore hingga malam.
Ruas jalan alternatif yang menghubungkan Purwokerto dengan Banyumas, Yogyakarta, Cilacap, maupun Bandung itu sebenarnya sedang diusulkan untuk dijadikan sebagai jalan nasional guna mengurangi kepadatan arus lalu lintas di ruas Purwokerto-Sokaraja-Banyumas/Yogyakarta maupun Purwokerto-Tanjung-Cilacap/Bandung.
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Tanah bergerak, material longsoran di Banjarnegara belum bisa disingkirkan
09 February 2018 16:05 WIB, 2018