"Salah satu cara untuk menekan jumlah tenaga kerja Indonesia asal Nusa Tenggara Timur (NTT) berangkat ke luar negeri secara ilegal adalah memberikan sanksi hukum yang berat bagi perekrut TKI," kata Abraham Paul Liyanto, di Kupang, Kamis.

Solusi lain adalah pemerintah pusat maupun daerah harus mengurus dan membiayai secara gratis semua urusan dokumen calon tenaga kerja indonesia (CTKI) sehingga mengurangi pengiriman secara ilegal tersebut.

Sementara perusahan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) hanya mencari "job order", melakukan pelatihan dan menempatkan CTKI tersebut ke negara tujuan, kata Paul Liyanto.

Ia juga menyayangkan, walaupun NTT sudah ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai daerah darurat trafficking tetapi sampai dengan saat ini di bandara udara El Tari Kupang masih terjadi pemberangkatan TKI ilegal ke luar negeri.

"Jadi sebagai anggota DPD RI menyarankan agar kapolda dan kajati segera memproses hukum pelaku trafficking dengan memberikan hukuman yang berat," kata Ketua Asosiasi Jasa Pengiriman TKI NTT ini.

Mengenai gagasan satu atap, dia mengatakan ide pengurusan dokumen CTKI satu atap merupakan salah satu langkah tepat untuk ikut membantu mencegah pengiriman TKI secara ilegal dari daerah itu.

"Masalah mendasar yang ditemukan selama ini adalah manipulasi dokumen CTKI. Kalau semua dokumen diproses melalui kantor satu atap, maka masalah dokumen bisa dicegah," katanya.

Artinya, hanya CTKI yang memang memiliki dokumen lengkap yang boleh diberangkatkan ke luar negeri, katanya.

"Karena itu, semua pihak harus memberikan dukungan terhadap setiap upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem rekruitmen CTKI dari NTT, agar masalah-masalah yang menimpah para TKI tidak boleh terjadi lagi di masa datang," pungkasnya.