"Aparat penegak hukum harus lebih pintar. Jangan asal memutuskan. Bagaimana mungkin orang seperti Mary Jane disebut gembong narkoba? Bisa dilihat profilnya seperti apa," kata Haris Azhar di Jakarta, Selasa.

Haris mengatakan sejak awal sudah terlihat ada ketidakberesan dalam proses hukum terhadap Mary Jane, antara lain tiadanya penerjemah pendampingi Mary Jane yang menunjukan proses hukum dilakukan asal-asalan.

Selain itu, penyidik juga tidak pernah berusaha mencari orang-orang yang disebutkan Mary Jane dalam proses hukum, padahal dia sudah menyebutkan orang yang menyuruh dan orang yang ditujunya.

"Itu menunjukkan kemalasan aparat penegak hukum. Seharusnya kalau kurang jelas, datang ke negerinya untuk melakukan investigasi dengan baik," tegas Haris.

Pun dalam memutus hukuman bagi Mary Jane, Haris menilai hakim terlalu terburu-buru dan asal-asalan dalam menjatuhkan vonis mati.

Menurut Haris, proses pengadilan di Filipina yang menemukan ada beberapa orang yang menyuruh atau memanfaatkan Mary Jane seharusnya menjadi bukti baru atau novum dalam Pengajuan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

"MA harus memeriksa keterangan-keterangan baru yang muncul dalam proses di pengadilan Filipina," ujar Haris.

Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati Mary Jane yang sedianya dilakukan Rabu dini hari (29/4). Penundaan dilakukan karena Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4).