Ini Beberapa Sebab Sepinya Peminat Pilkada Serentak
Kamis, 30 Juli 2015 17:14 WIB
Jazuli Juwaini (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
"Banyak faktor yang membuat peminat pilkada menurun dibanding sebelumnya. Pertama, lemahnya komunikasi politik sehingga melahirkan sulitnya mencari perahu partai yang mencukupi untuk maju," katanya di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan faktor kedua adalah prosedural teknis yang diatur dalam UU Pilkada dan peraturan yang dinilai berat seperti buat calon perorangan.
Faktor ketiga menurut dia, kuatnya incumben yang maju untuk kedua kali membuat pesaing agak takut lalu ditambah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan anggota legislatif mundur ke pilkada.
"Ketika tokoh lokal tidak ada yang berani, lalu tokoh pusat pun enggan maju karena harus mundur," ujarnya.
Dia memahami para anggota legislatif yang ingin maju dalam pilkada serentak, tidak maju dalam kontestasi tersebut. Hal itu menurut dia, para legislator harus mengorbankan posisinya di legislatif yang diraihnya dengan susah payah.
"Hal itu disebabkan harus mengorbankan posisinya di legislatif yang diraihnya dengan susah payah sementara di pilkada belum tentu menang jadi mereka berpikir berkali-kali untuk ikut pilkada," kata Jazuli Juwaini.
Dia mengatakan faktor keempat yaitu pilkada menghabiskan biaya yang banyak karena prinsip demokrasi belum tegak seutuhnya. Selain itu menurut dia, ditambah praktik politik uang yang selalu terjadi bahkan ada beberapa daerah yang terang-terangan menerima "serangan fajar".
"Kondisi itu juga membuat terjadinya pergeseran kontestasi demokrasi menjadi kontestasi uang dan pragmatisme," katanya.
Jazuli menilai faktor internal parpol yang kurang dalam rekrutmen calon kepala daerah, tidak dominan karena kenyataannya kandidat yang maju dalam pilkada adalah orang parpol. Menurut dia, hanya karena persyaratan minimal kursi maka harus berkoalisi dengan parpol yang lain.
"Coba lihat yang daftar dari calon perseorangan ada berapa, lalu bandingkan dengan dari jalur partai politik," katanya.
Lambannya rekrutmen
Selain itu menurut dia, pilkada bukan hanya ruang bagi parpol namun juga ruang publik melalui calon perseorangan. Jazuli tidak ingin ada stigmasasi tentang lemahnya rekrutmen parpol tanpa fakta dan bukti.
"Karena ketika pemilu legislator bermunculan tokoh-tokoh partai dengan berbagai levelnya maka saya sebutkan beberapa poin dominan," ujarnya.
Sebelumnya KPU mengatakan 11 kabupaten-kota minim pendaftar pilkada. Ke-11 daerah itu adalah Blitar (Jawa Timur), Purbalingga (Jawa Tengah), Asahan (Sumatera Utara), Pacitan (Jawa Timur), Serang (Banten), dan Tasikmalaya (Jawa Barat).
Selain itu Minahasa Selatan (Sulawesi Utara), dan Timur Tengah Utara (NTT), Kota Mataram (NTB), Kota samarinda (Kalimantan Barat), dan Kota surabaya (Jawa Timur).
Dia mengatakan faktor kedua adalah prosedural teknis yang diatur dalam UU Pilkada dan peraturan yang dinilai berat seperti buat calon perorangan.
Faktor ketiga menurut dia, kuatnya incumben yang maju untuk kedua kali membuat pesaing agak takut lalu ditambah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan anggota legislatif mundur ke pilkada.
"Ketika tokoh lokal tidak ada yang berani, lalu tokoh pusat pun enggan maju karena harus mundur," ujarnya.
Dia memahami para anggota legislatif yang ingin maju dalam pilkada serentak, tidak maju dalam kontestasi tersebut. Hal itu menurut dia, para legislator harus mengorbankan posisinya di legislatif yang diraihnya dengan susah payah.
"Hal itu disebabkan harus mengorbankan posisinya di legislatif yang diraihnya dengan susah payah sementara di pilkada belum tentu menang jadi mereka berpikir berkali-kali untuk ikut pilkada," kata Jazuli Juwaini.
Dia mengatakan faktor keempat yaitu pilkada menghabiskan biaya yang banyak karena prinsip demokrasi belum tegak seutuhnya. Selain itu menurut dia, ditambah praktik politik uang yang selalu terjadi bahkan ada beberapa daerah yang terang-terangan menerima "serangan fajar".
"Kondisi itu juga membuat terjadinya pergeseran kontestasi demokrasi menjadi kontestasi uang dan pragmatisme," katanya.
Jazuli menilai faktor internal parpol yang kurang dalam rekrutmen calon kepala daerah, tidak dominan karena kenyataannya kandidat yang maju dalam pilkada adalah orang parpol. Menurut dia, hanya karena persyaratan minimal kursi maka harus berkoalisi dengan parpol yang lain.
"Coba lihat yang daftar dari calon perseorangan ada berapa, lalu bandingkan dengan dari jalur partai politik," katanya.
Lambannya rekrutmen
Selain itu menurut dia, pilkada bukan hanya ruang bagi parpol namun juga ruang publik melalui calon perseorangan. Jazuli tidak ingin ada stigmasasi tentang lemahnya rekrutmen parpol tanpa fakta dan bukti.
"Karena ketika pemilu legislator bermunculan tokoh-tokoh partai dengan berbagai levelnya maka saya sebutkan beberapa poin dominan," ujarnya.
Sebelumnya KPU mengatakan 11 kabupaten-kota minim pendaftar pilkada. Ke-11 daerah itu adalah Blitar (Jawa Timur), Purbalingga (Jawa Tengah), Asahan (Sumatera Utara), Pacitan (Jawa Timur), Serang (Banten), dan Tasikmalaya (Jawa Barat).
Selain itu Minahasa Selatan (Sulawesi Utara), dan Timur Tengah Utara (NTT), Kota Mataram (NTB), Kota samarinda (Kalimantan Barat), dan Kota surabaya (Jawa Timur).
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017