Aryo: Anggota Dewan Perlu Study Minuman Beralkohol ke Malaysia
Jumat, 6 November 2015 14:47 WIB
"Kami perlu studi di Malaysia, minuman beralkohol di sana tidak dilarang padahal mereka negara syariat (Islam)," katanya di Jakarta, Jumat.
Studi banding ke Malaysia, menurut dia, perlu dilakukan karena isi naskah akademik Rancangan Undang-Undang Pelarangan Minuman Berakohol masih banyak yang bersifat normatif.
"Misalnya ditulis bahwa masyarakat Manado tidak suka alkohol, berapa persen studinya dan apakah sudah disurvei," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, terkait studi banding itu, partainya dalam posisi lebih baik mendatangkan ahli dan duta besar Malaysia untuk dimintai pendapatnya ketimbang mengunjungi negara itu.
"Namun kalau dirasa belum mengerti (memanggil ahli dan duta besar Malaysia), maka kita ke sana namun itu pilihan terakhir," ujarnya.
Aryo berpendapat peredaran minuman beralkohol perlu diatur dan dikendalikan agar anak-anak tidak bisa mengonsumsinya.
Selama ini, dia menjelaskan, pengendalian penggunaan minuman beralkohol diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan selanjutnya perlu diperkuat dengan membuat undang-undang.
"Minuman beralkohol seharusnya dikonsumsi oleh orang dewasa karena sudah bisa memutuskan mengkonsumsi atau tidak," katanya.
Aryo belum bisa memastikan kapan studi banding ke Malaysia dilakukan dan mengatakan itu seharusnya diputuskan dalam Rapat Pansus pekan lalu namun tidak jadi karena masing-masing anggota sibuk membahas RAPBN 2016.
Dia mengatakan, pekan pertama setelah masa reses, Pansus Minol akan segera melakukan rapat dan membahas berbagai hal.
Pahami materi
Ketua Panitia Khusus Pelarangan Minuman Beralkohol Arwani Thomafi ingin mengundang pihak terkait untuk meminta masukan dalam menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Minuman Beralkohol.
Panitia Khusus berencana mengundang lembaga pemerintah terkait, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi keagamaan dan ahli hukum untuk meminta masukan dalam menyusun undang-undang itu.
"Kami tidak ingin industri yang berbasis kerakyatan menjadi tutup namun perlu pengaturan agar menjadi kehidupan masyarakat. Kami menilai ini harus dipahami secara komprehensif," katanya.
Dia mengatakan, semangat yang dibangun adalah melarang dengan pengecualian karenanya kalangan industri tidak perlu khawatir akan "gulung tikar".
Studi banding ke Malaysia, menurut dia, perlu dilakukan karena isi naskah akademik Rancangan Undang-Undang Pelarangan Minuman Berakohol masih banyak yang bersifat normatif.
"Misalnya ditulis bahwa masyarakat Manado tidak suka alkohol, berapa persen studinya dan apakah sudah disurvei," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, terkait studi banding itu, partainya dalam posisi lebih baik mendatangkan ahli dan duta besar Malaysia untuk dimintai pendapatnya ketimbang mengunjungi negara itu.
"Namun kalau dirasa belum mengerti (memanggil ahli dan duta besar Malaysia), maka kita ke sana namun itu pilihan terakhir," ujarnya.
Aryo berpendapat peredaran minuman beralkohol perlu diatur dan dikendalikan agar anak-anak tidak bisa mengonsumsinya.
Selama ini, dia menjelaskan, pengendalian penggunaan minuman beralkohol diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan selanjutnya perlu diperkuat dengan membuat undang-undang.
"Minuman beralkohol seharusnya dikonsumsi oleh orang dewasa karena sudah bisa memutuskan mengkonsumsi atau tidak," katanya.
Aryo belum bisa memastikan kapan studi banding ke Malaysia dilakukan dan mengatakan itu seharusnya diputuskan dalam Rapat Pansus pekan lalu namun tidak jadi karena masing-masing anggota sibuk membahas RAPBN 2016.
Dia mengatakan, pekan pertama setelah masa reses, Pansus Minol akan segera melakukan rapat dan membahas berbagai hal.
Pahami materi
Ketua Panitia Khusus Pelarangan Minuman Beralkohol Arwani Thomafi ingin mengundang pihak terkait untuk meminta masukan dalam menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Minuman Beralkohol.
Panitia Khusus berencana mengundang lembaga pemerintah terkait, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi keagamaan dan ahli hukum untuk meminta masukan dalam menyusun undang-undang itu.
"Kami tidak ingin industri yang berbasis kerakyatan menjadi tutup namun perlu pengaturan agar menjadi kehidupan masyarakat. Kami menilai ini harus dipahami secara komprehensif," katanya.
Dia mengatakan, semangat yang dibangun adalah melarang dengan pengecualian karenanya kalangan industri tidak perlu khawatir akan "gulung tikar".
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017