Prancis Peringatkan Bahaya Arus Besar Petempur ISIS ke Libya
Minggu, 6 Desember 2015 8:44 WIB
(ANTARANEWS/Ardika)
"Kami melihat pejuang asing tiba di wilayah Sirte (Libya utara), yang -jika gerakan kami di Suriah dan Irak berhasil dalam mengurangi jangkauan wilayah Daesh (ISIS)- bisa lebih banyak," kata Menteri Pertahanan Jean-Yves Le Drian kepada mingguan "Jeune Afrique".
Menurut AFP, Le Drian mengesampingkan campur tangan militer di Libya, tetapi memperingatkan Barat harus mencoba membina persatuan di Libya dalam menghadapi ancaman tersebut.
"Itu ancaman utama dan itulah mengapa harus ada betul-betul pemahaman di antara warga Libya," kata Le Drian.
Pengamat percaya Libya akan memberikan lingkungan yang kurang ramah bagi ISIS dibandingkan Suriah dan Irak.
Tapi Tripoli terhambat dalam menyajikan sebuah front bersatu saat pemerintah yang saling bersaing berebut memperoleh kekuasaan - aliansi milisi termasuk kelompok Islam yang menyerbu Tripoli pada bulan Agustus 2014, dan pemerintahan yang diakui secara internasional yang melarikan diri ke Libya timur.
Kekacauan saat ini terjadi di Libya, dengan kelompok milisi yang bersaing sejak penggulingan dan kematian diktator Moamer Gaddafi pada 2011. Hal ini memungkinkan ISIS membangun pengaruh, terutama di kota pesisir Gaddafi, Sirte, di timur Tripoli.
Terdapat kekhawatiran kelompok itu memanfaatkan pertikaian suku.
Le Drian mengaku takut bahwa pada akhirnya kelompok itu bisa membentuk kelompok dengan Boko Haram.
Tapi Le Drian menegaskan bahwa Prancis tidak akan menyetujui tindakan militer setidaknya saat Libya terpecah belah.
"Itu tidak ada dalam agenda. Mereka harus menemukan solusi sendiri," katanya.
Menurut AFP, Le Drian mengesampingkan campur tangan militer di Libya, tetapi memperingatkan Barat harus mencoba membina persatuan di Libya dalam menghadapi ancaman tersebut.
"Itu ancaman utama dan itulah mengapa harus ada betul-betul pemahaman di antara warga Libya," kata Le Drian.
Pengamat percaya Libya akan memberikan lingkungan yang kurang ramah bagi ISIS dibandingkan Suriah dan Irak.
Tapi Tripoli terhambat dalam menyajikan sebuah front bersatu saat pemerintah yang saling bersaing berebut memperoleh kekuasaan - aliansi milisi termasuk kelompok Islam yang menyerbu Tripoli pada bulan Agustus 2014, dan pemerintahan yang diakui secara internasional yang melarikan diri ke Libya timur.
Kekacauan saat ini terjadi di Libya, dengan kelompok milisi yang bersaing sejak penggulingan dan kematian diktator Moamer Gaddafi pada 2011. Hal ini memungkinkan ISIS membangun pengaruh, terutama di kota pesisir Gaddafi, Sirte, di timur Tripoli.
Terdapat kekhawatiran kelompok itu memanfaatkan pertikaian suku.
Le Drian mengaku takut bahwa pada akhirnya kelompok itu bisa membentuk kelompok dengan Boko Haram.
Tapi Le Drian menegaskan bahwa Prancis tidak akan menyetujui tindakan militer setidaknya saat Libya terpecah belah.
"Itu tidak ada dalam agenda. Mereka harus menemukan solusi sendiri," katanya.
Pewarta : Antaranews
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Gubernur Jateng peringatkan sekolah agar tak laksanakan PTM tanpa izin
07 April 2021 12:47 WIB, 2021
Presiden Jokowi peringatkan kenaikan COVID-19 di Jakarta dan Jateng
30 November 2020 11:48 WIB, 2020
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017