"Tidak ada yang aneh sebenarnya digunakan untuk penerbangan komersial, namun seharusnya dipersiapkan dengan baik sehingga tidak ada yang dirugikan," kata purnawirawan marsekal itu di Ruang Adam Malik, Wisma Antara, Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakannya dalam "Kaleidoskop Penerbangan Indonesia 2015" yang diadakan Common Support Equipment (CSE) Aviation Consulting, yang bergerak di bidang jasa pendukung peralatan umum penerbangan.

Mantan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) itu mengatakan, semua Landasan Udara (Lanud) Militer tidak didesain untuk penerbangan komersial, dan apabila diberikan untuk kepentingan komersial, maka hanya bersifat sementara.

Menurut dia, karena penggunaan lanud bersifat sementara, maka harus ada solusi dalam makna melayani publik.

"Misalnya, di Halim Perdanakusumah dalam setahun ada empat kali latihan militer, dan sekali latihan waktunya empat hingga lima hari," ujarnya.

Dia memberikan catatan khusus, misalnya Lanud Adi Sutjipto yang merupakan pangkalan utama (home base) pesawat tempur, namun digunakan pula untuk kepentingan komersial.

Chappy memahami saat ini pertumbuhan penumpang di penerbangan komersial nasional meningkat, namun penggunaan lanud bukan menjadi solusi untuk mengatasi hal itu.

"Tidak ada solusi komprehensif yang tuntas karena pertumbuhan penumpang berlangsung gradual sehingga bisa diprediksi dan dipersiapkan jauh hari," katanya.

Ia menjelaskan bahwa saat ini hal yang menyedihkan adalah penyelenggaraan penerbangan sipil ketika dihadapkan pertumbuhan penumpang, ternyata tidak ditanggapi secara baik.

Oleh karena itu, ia menambahkan, ketika penerbangan mengalami penundaan terbang selama delapan hingga 10 jam, maka solusinya memindahkan ke Lanud tanpa dilakukan evaluasi mengapa hal itu terjadi.