Permasalahan yang dihadapi pelaku UKM selama ini, usahanya cukup layak, namun belum dipercaya oleh lembaga perbankan sehingga kesulitan mengakses permodalan di lembaga perbankan.

Akhirnya, pelaku usaha kecil harus meminjam kepada pihak-pihak tertentu dengan bunga tinggi sehingga menyulitkan usahanya untuk berkembang.

Kini, hadirnya program KUP yang digagas oleh Bupati Kudus Musthofa dianggap oleh sejumlah kalangan bisa menjembatani kesulitan pelaku usaha kecil dalam mengakses permodalan.

"Studi banding terkait KUP yang sudah berjalan di Kudus, salah satunya bertujuan untuk mengentaskan pelaku usaha kecil dari jeratan rentenir," kata Kasi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Wonosobo Gatot F Wahyudi yang menjadi wakil Pemkab Wonosobo untuk studi banding soal KUP di Kudus.

Untuk itu, Pemkab Wonosobo ingin meniru program KUP yang memberikan pinjaman modal kepada pelaku usaha kecil tanpa jaminan untuk diterapkan di Wonosobo.

Menurut dia, sebetulnya program bantuan permodalan untuk pelaku usaha kecil sudah banyak berjalan, namun adanya KUP dengan sejumlah keunggulan yang ditawarkan ingin pula diujicobakan, terlebih banyak pelaku usaha kecil yang menggantungkan usahanya terhadap rentenir.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kudus Sudjatmiko menambahkan kabupaten/kota di Jateng yang tertarik menerapkan program KUP seperti di Kudus cukup banyak.

Bahkan ada yang sudah mulai menerapkannya, seperti di Kabupaten Rembang, Blora, Kendal, Batang, Pemalang, Kota Magelang, dan Kebumen.

Sementara kabupaten lain yang sudah mempersiapkan dan siap diperkenalkan kepada masyarakat, yakni Kabupaten Wonosobo, Sukoharjo, dan Brebes.

Dari kalangan universitas, ada yang tertarik dengan program KUP tersebut, yakni dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto karena program pinjaman permodalan tersebut tanpa harus menyediakan agunan.

Menurut dia, program KUP tidak sekadar mengucurkan kredit permodalan, namun ada nilai-nilai pedagogisnya, salah satunya mendidik pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dengan benar dan jujur.

"Jika selama ini belum mengantongi izin, maka setelah berkembang harus mengurus izin usahanya," ujar Sudjatmiko yang juga Koordinator Pelaksana KUP Jateng.

Ketika usahanya telah berjalan dengan baik yang dilengkapi pembukuan, tentunya untuk mengakses permodalan dengan plafon lebih dari Rp20 juta di perbankan lebih mudah karena selama menjadi nasabah KUP juga bisa mengangsur dengan lancar.

Ia menegaskan program KUP tersebut tidak mengejar kuantitas, melainkan kualitasnya.

Meskipun jumlah debiturnya baru tercatat sebanyak 715 per 19 Desember 2015, kata dia, tenaga kerja yang terserap pada sektor-sektor usaha di Kudus juga semakin meningkat.

Selain itu, kata dia, hingga kini para pelaku usaha yang mendapatkan bantuan permodalan juga masih menjaga komitmennya untuk mengangsur pinjaman tepat waktu.

Bank Jateng Cabang Kudus yang menjadi mitra Pemkab Kudus dalam menggulirkan program KUP tersebut, kata dia, mencatat sejak KUP digulirkan pada Maret 2015 hingga 19 Desember 2015 tingkat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) masih nol persen.
Sementara plafon pinjamannya minimal Rp5 juta dan maksimal Rp20 juta dengan jangka waktu kredit maksimal 36 bulan.

Terkait peluang menjadi program nasional, kata dia, sangat terbuka, menyusul banyak daerah yang mulai menerapkan program serupa tersebut.

Pada 28 Desember 2015, kata dia, Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) yang menyelenggarakan evaluasi program KUP, mendorong agar program KUP tersebut menjadi program nasional.

Hadir pada pertemuan tersebut, yakni dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Jateng, Pemkab Kudus dan Perum Jamkrindo (Jaminan Kredit Indonesia).

Selama ini, kata dia, lembaga perbankan yang menjadi penyalur KUP memang mendapatkan penjaminan dari Jamkrindo.

Ketua Tim Analis Kredit Bank Jateng Cabang Kudus Eddy Rianto mengakui sejak program KUP digulirkan hingga kini tingkat rasio kredit bermasalahnya masih nol.

PKL Terbantu
Salah satu pedagang kaki lima (PKL) yang merasa terbantu dengan keberadaan KUP di Kudus, yakni pedagang es puter yang setiap harinya berjualan di kawasan Alun-alun Kudus.

Margono, pedagang es puter mengakui keinginannya memperbaiki gerobak es puternya akhirnya terwujud setelah mendapatkan pinjaman Bank Jateng melalui program KUP.

Selama ini dirinya kesulitan mencari pinjaman karena usahanya yang hanya berjualan es puter tentunya sulit mendapatkan kepercayaan dari pemodal, termasuk bank.

Apalagi, dia tidak memiliki barang berharga yang bisa dijadikan agunan ketika mengajukan pinjaman di lembaga perbankan.

Besarnya pinjaman yang diperoleh dari Bank Jateng Cabang Kudus, sebesar Rp5 juta yang cair sejak Juli 2015 dengan jangka waktu pengembaliannya selama lima tahun dengan besarnya angsuran per bulan sekitar Rp180.000-an.

Dengan tambahan modal sebesar Rp5 juta dimanfaatkan untuk membuat gerobak es puter yang baru karena yang lama banyak mengalami kerusakan.

Sisa dari biaya pembuatan gerobak yang baru, dimanfaatkan untuk membeli alat pembuatan es puter.

Hingga kini, dia mengaku, belum pernah menunggak angsuran karena setiap bulan rutin membayar ke bank.

Kemudahan dalam mendapatkan pinjaman tanpa agunan mendorong Margono untuk mengembangkan usahanya agar lebih maju.

"Jika sudah lunas, saya ingin menambah alat pembuatan es puter untuk melayani pesanan es puter untuk acara hajatan," ujarnya.

Sebetulnya, kata dia, alat untuk membuat es puter cukup banyak, namun karena usianya yang sudah cukup tua banyak yang rusak sehingga perlu membeli alat yang baru.

Apabila terwujud, dia mengaku, membutuhkan tenaga tambahan untuk melayani pesanan.