"Kalau SP3 itu dimaksudkan untuk tidak cukupnya bukti kemudian di SP3, ini bahaya karena ada kecenderungan untuk bisa diperjualbelikan," kata Johan di Jakarta pada Rabu.

Johan mengatakan revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat memperlemah kinerja lembaga anti rasuah.

Dia menjelaskan SP3 hanya dapat dikeluarkan kepada tersangka yang sakit parah dan tidak dapat menghadiri persidangan.

Kemudian terkait pembentukan dewan pengawas KPK yang dimasukan ke dalam draf revisi UU KPK, Johan mengatakan hal yang perlu diutamakan adalah tugas dan wewenang dari dewan itu sendiri.

Menurut Johan jika dewan pengawas nantinya mengawasi pimpinan KPK maka pengawasan dikhawatirkan terlalu kuat sehingga melemahkan kinerja KPK.

Tugas Dewan Pengawas yang diatur dalam Pasal 37B draf revisi UU KPK yaitu ayat (1) Dewan Pengawas bertugas (a) mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK (b) menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK, (c) melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun, (d) menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK atau pelanggaran ketentuan dalam UU; ayat (2) Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala satu kali dalam satu tahun; (3) Laporan disampaikan kepada Presiden dan DPR.

Sebelumnya, rapat paripurna DPR yang akan membahas revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis (11/2) batal.

Hal itu disebabkan adanya dua fraksi menolak revisi UU KPK yaitu Fraksi Partai Gerindra dan Partai Demokrat.