Agar Obyektif, Saat Sidang Etika MKD jangan Ikut Bicara, Usul Jimly
Selasa, 19 April 2016 10:29 WIB
Jimly Asshiddiqie (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta, Antara Jateng - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Jimly Asshiddiqie menyarankan seluruh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertindak sebagai juri dalam persidangan agar pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh legislator objektif.
"Jadi saat sidang etika itu MKD jangan ikut bicara, cukup mendengar, sedangkan yang bicara dan bertanya majelis etik saja agar objektif," kata Jimly saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema Sistem Penegakan Etika Lembaga Perwakilan yang diselenggarakan Mahkamah Kehormatan Dewan di Jakarta, Senin.
Jimly mengusulkan dibentuknya majelis etik permanen di DPR yang diisi oleh kalangan non-partisan guna menjadi hakim dalam sidang etika anggota dewan.
Nantinya para anggota MKD hanya melakukan rapat pleno secara tertutup untuk memeriksa kelengkapan persyaratan suatu perkara apakah layak disidangkan atau tidak.
Selanjutnya persidangan etika dilakukan secara terbuka oleh majelis etik yang beranggotakan orang-orang independen sehingga hasilnya diharapkan dapat lebih objektif.
"Anggota majelis etik bisa akademisi, mantan hakim agung, mantan hakim MK kan banyak yang berintegritas," ujar dia.
Menurut Jimly, pola persidangan MKD yang sekarang kurang objektif karena para anggota MKD adalah para anggota dewan itu sendiri.
"Kalau dalam sidang etika kemarin itu anggota MKD ikut menyidangkan, semua berbicara, ada yang seolah sebagai lawyer, ada yang seolah sebagai jaksa, ditayangkan televisi, penonton jadi pusing semua," kata Jimly.
"Jadi saat sidang etika itu MKD jangan ikut bicara, cukup mendengar, sedangkan yang bicara dan bertanya majelis etik saja agar objektif," kata Jimly saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema Sistem Penegakan Etika Lembaga Perwakilan yang diselenggarakan Mahkamah Kehormatan Dewan di Jakarta, Senin.
Jimly mengusulkan dibentuknya majelis etik permanen di DPR yang diisi oleh kalangan non-partisan guna menjadi hakim dalam sidang etika anggota dewan.
Nantinya para anggota MKD hanya melakukan rapat pleno secara tertutup untuk memeriksa kelengkapan persyaratan suatu perkara apakah layak disidangkan atau tidak.
Selanjutnya persidangan etika dilakukan secara terbuka oleh majelis etik yang beranggotakan orang-orang independen sehingga hasilnya diharapkan dapat lebih objektif.
"Anggota majelis etik bisa akademisi, mantan hakim agung, mantan hakim MK kan banyak yang berintegritas," ujar dia.
Menurut Jimly, pola persidangan MKD yang sekarang kurang objektif karena para anggota MKD adalah para anggota dewan itu sendiri.
"Kalau dalam sidang etika kemarin itu anggota MKD ikut menyidangkan, semua berbicara, ada yang seolah sebagai lawyer, ada yang seolah sebagai jaksa, ditayangkan televisi, penonton jadi pusing semua," kata Jimly.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kuasa Hukum : Penanganan Kasus Rizieq Diharapkan Berjalan Obyektif dan Profesional
12 May 2017 14:03 WIB, 2017
PM Malaysia Najib Jamin Investigasi Pembunuhan Jong-nam Akan Obyektif
21 February 2017 6:42 WIB, 2017
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017