MPR: Ilmu Sosial Tumbuhkan ke-Indonesiaan yang Berbasiskan Empat Pilar
Jumat, 22 April 2016 10:00 WIB
Sekretaris Jenderal MPR Ma'ruf Cahyono (kedua dari kiri) didampingi sejumlah peneliti dari LIPI dan anggota DPR dalam acara "Ilmu Sosial di Indonesia Perkembangan dan Tantangan dan buku berjudul Krisis Budaya", di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (22/
Jakarta, Antara Jateng - Ilmu sosial memberikan kontribusi yang positif
bagi tumbuh kembangnya ke-Indonesiaan yang berbasiskan Empat Pilar,
yakni konstitusi, ideologi, kebhinekaan dan berpotensi mengikat kesatuan
(NKRI), menurut Sekretaris Jenderal MPR, Maruf Cahyono.
Pernyataan ini dia sampaikan saat memberikan sambutan dalam acara Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat soal "Ilmu Sosial di Indonesia Perkembangan dan Tantangan dan buku berjudul Krisis Budaya", di Gedung Parlemen, Jakarta, seperti dalam keterangan tertulis MPR, Jumat.
Kendati begitu, anggota Komisi II DPR Hetifah Syaifudin menyebut perkembangan ilmu sosial dalam perspektif kenegaraan, hingga saat ini masih cukup memprihatinkan.
Buktinya, saat di Indonesia mengalami kesenjangan yang cukup mendasar dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
"Saat ini saya sangat merasakan sekali ada problem dalam ilmu sosial di Indonesia. Sebab, dari jaman Orde Baru sampai sekarang, ternyata tidak ada perkembangan yang signifikan," ujar Hetifah dalam kesempatan itu.
Kondisi ini menurut politisi perempuan dari partai Golkar itu, bisa jadi karena terbatasnya anggaran untuk mengembangkan ilmu-ilmu sosial. Hal ini berdampak pada terjadinya kesenjangan dengan kebijakan pemerintah saat ini.
Sementara itu, peneliti dari Litbang DPR Sali Susiana, menyebutkan selain berperan dalam pengambilan kebijakan, ilmu sosial juga berperan dalam proses legislasi.
Menurut Sali, sebenarnya setiap wakil rakyat memiliki para penelitinya untuk membantu membuat kebijakan kebijakan publik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mengacu pada evident based dan research based.
Kemudian, pada bagian lain, peneliti dari LIPI Nina Widyawati memaparkan ilmu sosial mempunyai empat tipe yakni tipe profesional, kritis, yang berada di dalam ranah akademik sedangkan tipe kebijakan dan publik berada dalam ranah non akademik.
Tipe profesional dan kebijakan mengacu pada penggunaan ilmu sosial sebagai instrumen sedangkan kritis dan publik mengacu pada pengetahuan yang reflektif.
"Apabila salah satu tipe saja yang menonjol maka yang akan dirasakan adalah ketimpangan dan kesenjangan," kata dia.
Pernyataan ini dia sampaikan saat memberikan sambutan dalam acara Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat soal "Ilmu Sosial di Indonesia Perkembangan dan Tantangan dan buku berjudul Krisis Budaya", di Gedung Parlemen, Jakarta, seperti dalam keterangan tertulis MPR, Jumat.
Kendati begitu, anggota Komisi II DPR Hetifah Syaifudin menyebut perkembangan ilmu sosial dalam perspektif kenegaraan, hingga saat ini masih cukup memprihatinkan.
Buktinya, saat di Indonesia mengalami kesenjangan yang cukup mendasar dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
"Saat ini saya sangat merasakan sekali ada problem dalam ilmu sosial di Indonesia. Sebab, dari jaman Orde Baru sampai sekarang, ternyata tidak ada perkembangan yang signifikan," ujar Hetifah dalam kesempatan itu.
Kondisi ini menurut politisi perempuan dari partai Golkar itu, bisa jadi karena terbatasnya anggaran untuk mengembangkan ilmu-ilmu sosial. Hal ini berdampak pada terjadinya kesenjangan dengan kebijakan pemerintah saat ini.
Sementara itu, peneliti dari Litbang DPR Sali Susiana, menyebutkan selain berperan dalam pengambilan kebijakan, ilmu sosial juga berperan dalam proses legislasi.
Menurut Sali, sebenarnya setiap wakil rakyat memiliki para penelitinya untuk membantu membuat kebijakan kebijakan publik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mengacu pada evident based dan research based.
Kemudian, pada bagian lain, peneliti dari LIPI Nina Widyawati memaparkan ilmu sosial mempunyai empat tipe yakni tipe profesional, kritis, yang berada di dalam ranah akademik sedangkan tipe kebijakan dan publik berada dalam ranah non akademik.
Tipe profesional dan kebijakan mengacu pada penggunaan ilmu sosial sebagai instrumen sedangkan kritis dan publik mengacu pada pengetahuan yang reflektif.
"Apabila salah satu tipe saja yang menonjol maka yang akan dirasakan adalah ketimpangan dan kesenjangan," kata dia.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Armand W. Hartono dan Nicholas Saputra jadikan BCA Berbagi Ilmu di Undip penuh warna
07 May 2024 21:09 WIB
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017