Semarang, Antara Jateng - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menginstruksikan pengecekan terhadap izin para tenaga kerja asing yang tersebar di 35 kabupaten/kota.

"Pengecekan tersebut bertujuan untuk mengetahui izinnya resmi atau tidak, kalau ilegal ya ditindak," katanya di Semarang, Kamis.

Menurut Ganjar, pengecekan terhadap perizinan tenaga kerja asing itu tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jateng, tapi juga pihak keimigrasian setempat.

"Untuk regulasi pengawasan ketenagakerjaan sudah ada pihak yang melakukan pengawasan, termasuk perizinannya," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Mengenai perilaku tenaga kerja asing di sekitar PLTU Kabupaten Cilacap yang dianggap meresahkan masyarakat setempat, Ganjar berpendapat bahwa hal itu bisa dikomunikasikan dengan pihak manajemen.

"Kalau soal perilaku, biar diomongkan dengan manajemen di sana sehingga mereka tidak berperilaku seperti itu," katanya.

Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi yang dihubungi terpisah menyayangkan adanya tenaga kerja asing tanpa keahlian yang bekerja di Jateng.

"Kalau tidak punya keahlian khusus ya tenaga kerja asing dari negara manapun tidak diperbolehkan bekerja di Jateng, masyarakat kita saja masih banyak yang membutuhkan pekerjaan," ujarnya.

Sebelumnya, kalangan anggota DPRD Jateng meminta pihak terkait untuk segera melakukan penertiban tenaga kerja asing ilegal yang ditengarai banyak di beberapa daerah.

"Dari laporan yang kami terima, banyak tenaga kerja asing ilegal dari Tiongkok dan Korea yang 'unskill' serta masuk ke Jateng tanpa izin," kata anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah Khayatul Maki.

Ia mengungkapkan bahwa tenaga kerja asing dari Tiongkok yang bekerja sebagai tenaga kasar di PLTU Cilacap jumlahnya banyak.

Menurut dia, seharusnya tenaga kerja asing yang bekerja di PLTU Cilacap itu merupakan tenaga ahli, bukan tenaga kasar sehingga hal tersebut meresahkan masyarakat setempat.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu menduga masuknya para tenaga kerja asing "unskill" tersebut itu karena dibawa oleh perusahaan yang pemilik modalnya berasal dari Tiongkok.

"Dikhawatirkan, perbedaan budaya dari para pekerja asing itu mempengaruhi masyarakat setempat karena mereka rata-rata tinggal di permukiman warga, sedangkan gaya hidup mereka terlalu bebas," ujarnya.