Kadispenau: Dua F-16 TNI AU Usir C-130 Hercules Malaysia di atas Natuna
Selasa, 28 Juni 2016 19:13 WIB
Jet Tempur F-16 milik TNI AU (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)
Jakarta, Antara Jateng - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Wieko Syofyan, mengatakan, pemerintah Indonesia dan Malaysia perlu segera melakukan konsultasi dan koordinasi tentang penentuan batas-batas wilayah udara yang boleh dilintasi oleh pesawat kedua negara menyusul insiden pengusiran pesawat C-130 Hercules Malaysia oleh dua pesawat tempur F-16 TNI AU di atas Natuna pada Sabtu (25/6).
"Pengusiran terpaksa dilakukan , karena pesawat Hercules Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM) dengan tail number TUDM 12-30 itu, terdeteksi oleh radar TNI AU, yaitu satuan radar (Satrad) 212 Ranai dan Satrad 213 Tanjung Pinang melintas wilayah udara NKRI (Natuna) tanpa ijin," kata Kadispenau, di Jakarta, Selasa.
Pengusiran tersebut, kata Wieko, sempat mendapat respon pemerintah Malaysia, dimana menurut mereka pesawatnya tidak melanggar wilayah udara Indonesia di atas Natuna.
"Sementara dari pantauan radar TNI AU yang ada di Natuna dan Tanjung Pinang, jelas pesawat C-130 Hercules TUDM 30-12 ini telah memasuki wilayah udara Indonesia dan diidentifikasi sebagai 'lasa X' (pesawat asing tidak mengantongi ijin) melintas wilayah udara NKRI," katanya.
Mencermati perbedaan pandangan ini, lanjut dia, sudah saatnya kedua negara Indonesia-Malaysia, segera duduk bersama untuk melakukan konsultasi dan pembahasan mengenai koridor batas-batas wilayah udara yang diperbolehkan bagi pesawat negara (Indonesia-Malaysia) melintas di atas Natuna.
"Konsultasi ini penting, karena sebenarnya, aturan yang mengikat tentang ijin lintas bagi pesawat negara di atas Natuna sudah tertuang dalam perjanjian bilateral tahun 1982 tentang Rejim Hukum Negara Nusantara dan Hak-Hak Malaysia di ruang udara di atas laut teritorial perairan Nusantara dan wilayah Republik Indonesia antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat," paparnya.
Dalam pasal 8 perjanjian ini, tambah Wieko, hak akses dan komunikasi yang dapat dilaksanakan oleh pesawat udara negara meliputi hak lintas penerbangan tanpa terputus, cepat dan tidak terhalang melalui ruang udara di atas laut territorial, perairan nusantara dan wilayah Republik Indonesia yang terletak diantara Malaysia Timur dan Malaysia Barat.
Dengan demikian, bila pesawat Malaysia akan terbang untuk maksud tersebut tidak memerlukan clearance atau izin dari Indonesia, namun demikian kedua negara (RI-Malaysia) sampai saat ini belum melakukan kesepakatan tentang batas-batas wilayah udara yang disepakati sebagai lintas penerbangan dan manuver pesawat udara.
Oleh karena itu, TNI AU berpandangan dengan belum adanya kesepakatan ini, maka penerbangan pesawat C-130 Hercules TUDM 30-12 dapat dianggap sebagai pelanggaran udara.
"Pengusiran terpaksa dilakukan , karena pesawat Hercules Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM) dengan tail number TUDM 12-30 itu, terdeteksi oleh radar TNI AU, yaitu satuan radar (Satrad) 212 Ranai dan Satrad 213 Tanjung Pinang melintas wilayah udara NKRI (Natuna) tanpa ijin," kata Kadispenau, di Jakarta, Selasa.
Pengusiran tersebut, kata Wieko, sempat mendapat respon pemerintah Malaysia, dimana menurut mereka pesawatnya tidak melanggar wilayah udara Indonesia di atas Natuna.
"Sementara dari pantauan radar TNI AU yang ada di Natuna dan Tanjung Pinang, jelas pesawat C-130 Hercules TUDM 30-12 ini telah memasuki wilayah udara Indonesia dan diidentifikasi sebagai 'lasa X' (pesawat asing tidak mengantongi ijin) melintas wilayah udara NKRI," katanya.
Mencermati perbedaan pandangan ini, lanjut dia, sudah saatnya kedua negara Indonesia-Malaysia, segera duduk bersama untuk melakukan konsultasi dan pembahasan mengenai koridor batas-batas wilayah udara yang diperbolehkan bagi pesawat negara (Indonesia-Malaysia) melintas di atas Natuna.
"Konsultasi ini penting, karena sebenarnya, aturan yang mengikat tentang ijin lintas bagi pesawat negara di atas Natuna sudah tertuang dalam perjanjian bilateral tahun 1982 tentang Rejim Hukum Negara Nusantara dan Hak-Hak Malaysia di ruang udara di atas laut teritorial perairan Nusantara dan wilayah Republik Indonesia antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat," paparnya.
Dalam pasal 8 perjanjian ini, tambah Wieko, hak akses dan komunikasi yang dapat dilaksanakan oleh pesawat udara negara meliputi hak lintas penerbangan tanpa terputus, cepat dan tidak terhalang melalui ruang udara di atas laut territorial, perairan nusantara dan wilayah Republik Indonesia yang terletak diantara Malaysia Timur dan Malaysia Barat.
Dengan demikian, bila pesawat Malaysia akan terbang untuk maksud tersebut tidak memerlukan clearance atau izin dari Indonesia, namun demikian kedua negara (RI-Malaysia) sampai saat ini belum melakukan kesepakatan tentang batas-batas wilayah udara yang disepakati sebagai lintas penerbangan dan manuver pesawat udara.
Oleh karena itu, TNI AU berpandangan dengan belum adanya kesepakatan ini, maka penerbangan pesawat C-130 Hercules TUDM 30-12 dapat dianggap sebagai pelanggaran udara.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017