Keluarga Korban Penyanderaan Datang ke Malaysia Tuntut Tanggung Jawab
Jumat, 15 Juli 2016 13:24 WIB
Salinan paspor Teodorus Kopong, warga Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disandera kelompok bersenjata di Sabah, Malaysia. Keluarga sandera di NTT mengharapkan bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengupayakan pembebasannya. (Dokumen kelua
Jakarta, Antara Jateng - Keluarga tiga anak buah kapal yang disandera oleh kelompok separatis Filipina Abu Sayyaf akan mendatangi pemilik kapal di Lahad Datu, Sabah, Malaysia untuk meminta pertanggungjawaban.
Para wakil keluarga korban penyanderaan asal Nusa Tenggara Timur, yakni Teodorus Kopong Koten, Emanuel Arakian Maran, dan Lorens Lagadoni Koten, akan ke Malaysia dengan didampingi seorang staf Kementerian Luar Negeri RI.
Prioritas sekarang adalah harus dikedepankan tanggung jawab (pemerintah) Malaysia dan tanggung jawab pemilik kapal, kata Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, saat ditemui usai mengikuti rapat koordinasi pusat krisis tentang pembebasan sandera WNI di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (14/7) malam.
Tuntutan pertanggungjawaban kepada pemerintah Malaysia dan pemilik kapal pukat tunda LD/114/5S, Chia Tong Len, sangat penting dilakukan karena ketiga ABK WNI yang secara legal bekerja di Negeri Jiran tersebut diculik saat sedang menangkap ikan di perairan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
Desakan dari seluruh elemen masyarakat agar pemerintah pusat segera membebaskan ketiga ABK WNI itu juga diwujudkan lewat aksi 1.000 lilin di depan Taman Kota Larantuka, Flores Timur, NTT, Kamis malam.
Aksi tersebut digelar sekaligus sebagai bentuk dukungan kepada pihak keluarga korban, terutama para istri, yang selalu gelisah mengkhawatirkan kondisi suami mereka yang disandera.
Yasinta Pusaka Koten, istri sandera Emanuel Arakian Maran, sangat berharap agar suaminya lekas dibebaskan.
Kepada media ia menuturkan bahwa keputusan Emanual memilih jalan menjadi tenaga kerja di Malaysia diambil untuk membiayai pendidikan anak tungga mereka.
Sedangkan Margaretha, istri sandera Teodorus Kopong Koten mengungkapkan bahwa penyanderaan suaminya menyebabkan kondisi ekonomi keluarga semakin memprihatinkan karena uang bulanan yang biasa dikirim Teodorus, tidak lagi sampai.
Sementara itu, pemerintah melalui koordinasi pusat krisis (crisis centre) pembebasan sandera WNI di bawah komando Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, terus melakukan berbagai upaya perundingan/negosiasi untuk penyelamatan sandera.
Para wakil keluarga korban penyanderaan asal Nusa Tenggara Timur, yakni Teodorus Kopong Koten, Emanuel Arakian Maran, dan Lorens Lagadoni Koten, akan ke Malaysia dengan didampingi seorang staf Kementerian Luar Negeri RI.
Prioritas sekarang adalah harus dikedepankan tanggung jawab (pemerintah) Malaysia dan tanggung jawab pemilik kapal, kata Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, saat ditemui usai mengikuti rapat koordinasi pusat krisis tentang pembebasan sandera WNI di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (14/7) malam.
Tuntutan pertanggungjawaban kepada pemerintah Malaysia dan pemilik kapal pukat tunda LD/114/5S, Chia Tong Len, sangat penting dilakukan karena ketiga ABK WNI yang secara legal bekerja di Negeri Jiran tersebut diculik saat sedang menangkap ikan di perairan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
Desakan dari seluruh elemen masyarakat agar pemerintah pusat segera membebaskan ketiga ABK WNI itu juga diwujudkan lewat aksi 1.000 lilin di depan Taman Kota Larantuka, Flores Timur, NTT, Kamis malam.
Aksi tersebut digelar sekaligus sebagai bentuk dukungan kepada pihak keluarga korban, terutama para istri, yang selalu gelisah mengkhawatirkan kondisi suami mereka yang disandera.
Yasinta Pusaka Koten, istri sandera Emanuel Arakian Maran, sangat berharap agar suaminya lekas dibebaskan.
Kepada media ia menuturkan bahwa keputusan Emanual memilih jalan menjadi tenaga kerja di Malaysia diambil untuk membiayai pendidikan anak tungga mereka.
Sedangkan Margaretha, istri sandera Teodorus Kopong Koten mengungkapkan bahwa penyanderaan suaminya menyebabkan kondisi ekonomi keluarga semakin memprihatinkan karena uang bulanan yang biasa dikirim Teodorus, tidak lagi sampai.
Sementara itu, pemerintah melalui koordinasi pusat krisis (crisis centre) pembebasan sandera WNI di bawah komando Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, terus melakukan berbagai upaya perundingan/negosiasi untuk penyelamatan sandera.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
XL Axiata salurkan bantuan untuk korban banjir di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah
31 October 2024 10:05 WIB
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017