Semarang, Antara Jateng - Ahli hukum administrasi negara Yos Johan Utama menilai upaya "lembut" dalam menangani kasus korupsi berisiko memunculkan keraguan bagi aparat penegak hukum.

"Ketika harus menghadapi yang 'soft' ya harus 'soft', tetapi jangan jadi keraguan bagi aparat penegak hukum," kata Yos Johan ketika menjadi pembicara dalam Seminar "Perubahan Paradigma Penegakan Hukum Menunjang Pembangunan Jawa Tengah" di Semarang, Rabu.

Menurut dia, kondisi tersebut dikhawatirkan menjadikan penegak hukum gagap.

"Kalau ditindak dianggap nanti mengganggu pembangunan," tambahnya.

Oleh karena itu, menurut dia, para aparat penegak hukum tersebut harus terus diinspirasi.

"Tindak pidana korupsi akan selalu ada. Kalau memang benar korupsi, sikat," kata Rektor Universitas Diponegoro Semarang ini.

Sementara Ketua Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Yacob Hendrik menilai upaya represif dalam penegakan hukum di bidang pidana korupsi ternyata tidak memberikan perubahan.

"Upaya represif luar biasa, apakah ada perilaku yang berubah?" katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, perlu ada penegakan hukum yang komprehensif untuk menunjang pembangunan.

Menurut dia, pengawalan dan pengamanan pembangunan dan pemerintahan dilakukan agar tidak terjadi lagi diskriminasi.

"Pendampingan hukum dilakukan karena semua tidak bermuara ke pengadilan," katanya.

Ia mencatat upaya pendampingan TP4D terhadap 16 satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah selama setengah tahun pertama 2016 telah menyelamatkan uang negara senilai Rp3 triliun.

Nilai tersebut jauh lebih besar dibanding penyelamatan kerugian keuangan negara dari penegakan kasus korupsi selama tahun 2015 yang mencapai Rp640 miliar.