Psikolog: Awasi Penggunaan Sosial Media oleh anak-anak
Selasa, 9 Agustus 2016 10:19 WIB
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)
Bogor, Antara Jateng - Psikolog Elly Risma mengatakan, di era serba teknologi saat ini orang tua harus tegas dalam mengawasi penggunaan sosial media oleh anak-anak mereka sehingga lebih bijak dalam menggunakannya.
"Jika orang tua lengah, dampak dari sosial media tersebut memudahkan akses terhadap tontonan maupun bacaan berisi konten kekerasan, pornografi, seks dan lainnya," kata Elly dalam acara rapat koordinasi jejaring kemitraan tata laksana penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan, di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.
Menurutnya, penggunaan sosial media tanpa pengawasan orang tua, akan berakibat anak terpapar pornografi dan gaya hidup yang tidak sehat, menyebabkan anak berpotensi menjadi korban maupun pelaku.
"Karena otak anak belum bersambungan, mereka cenderung meniru dan ingin tahu terhadap hal-hal baru," katanya.
Elly menjelaskan, pornografi berdampak besar terhadap kerusakan otak sama seperti penyalahgunaan narkoba. Karena, keduanya menimbulkan efek kecanduan yang berlebihan.
Proses kerusakan otak dimulai dari melihat pornografi, penasaran, pelepasan Dopamin dalam otak, kecanduan, tingkat pengetahuan seksual meningkat yang kemudian berlanjut untuk melakukan.
"Pengawasan menjadi tanggung jawab kita bersama, kita selamatkan anak bangsa dari berbagai kejahatan maupun kekerasan seksual terhadap anak maupun perempuan," kata wanita berdarah Aceh tersebut.
Psikolog spesialis pengasuhan anak itu menyebutkan, sepanjang 2015 terdapat 3.971 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia, salah satunya kasus kejahatan seksual yang terjadi di sekolah terdapat di 28 provinsi.
Direktur pelaksana di Yayasan Kita dan Buah Hati itu menyebutkan, terdapat tiga bentuk kekerasan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia yakni kekerasan seksual dengan kata-kata yang dimulai sari bicara, komentar, SMS, mengirim pesan atau mengajak melakukan kegiatan seksual melalui kata-kata.
Perilaku seksual tanpa persetujuan seperti mengintip orang mandi, ganti baju dan lainnya, serta pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual dengan memaksa, mengancam orang lain, kekerasan dan kejahatan seksual pada anak laki-laki maupun perempuan.
"Persoalan ini dapat mengancam masa depan banggsa kita, karena pelaku kekerasan seksual saat ini berasal dari semua kalangan mulai dari pelaku anak-anak, remaja atau pun orang dewasa, baik orang dekat atau dikenal maupun tidak dikenal anak," katanya.
Ia menjelaskan, pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya menggunakan strategi seperti membangun kedekatan, membujuk, dan mengancam.
"Bahkan perempuan pun saat ini bisa menjadi pelaku dari kejahatan tersebut," katanya.
Elly menambahkan, yang terpenting dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui tujuh pilar pengasuhan anak, yang terdiri dari kesiapan menjadi orangtua, dua parenting ayah harus terlibat, tetapkan tujuan pengasuahan anak, komunikasi yang baik, benar dan menyenangkan, kemudian tanamkan nilai agama yang kuat, menyiapkan masa baligh anak, dan bijak memanfaatkan teknologi.
"Melalui kegiatan rakor jejaring kemitraan tata laksana penanganan kasus, diharapkan seluruh masyarakat sapat membuka mata dan hati melakukan yang terbaik dalam menekan dan mencegas terus bertambahnya korban kasus tersebut," katanya.
"Jika orang tua lengah, dampak dari sosial media tersebut memudahkan akses terhadap tontonan maupun bacaan berisi konten kekerasan, pornografi, seks dan lainnya," kata Elly dalam acara rapat koordinasi jejaring kemitraan tata laksana penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan, di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.
Menurutnya, penggunaan sosial media tanpa pengawasan orang tua, akan berakibat anak terpapar pornografi dan gaya hidup yang tidak sehat, menyebabkan anak berpotensi menjadi korban maupun pelaku.
"Karena otak anak belum bersambungan, mereka cenderung meniru dan ingin tahu terhadap hal-hal baru," katanya.
Elly menjelaskan, pornografi berdampak besar terhadap kerusakan otak sama seperti penyalahgunaan narkoba. Karena, keduanya menimbulkan efek kecanduan yang berlebihan.
Proses kerusakan otak dimulai dari melihat pornografi, penasaran, pelepasan Dopamin dalam otak, kecanduan, tingkat pengetahuan seksual meningkat yang kemudian berlanjut untuk melakukan.
"Pengawasan menjadi tanggung jawab kita bersama, kita selamatkan anak bangsa dari berbagai kejahatan maupun kekerasan seksual terhadap anak maupun perempuan," kata wanita berdarah Aceh tersebut.
Psikolog spesialis pengasuhan anak itu menyebutkan, sepanjang 2015 terdapat 3.971 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia, salah satunya kasus kejahatan seksual yang terjadi di sekolah terdapat di 28 provinsi.
Direktur pelaksana di Yayasan Kita dan Buah Hati itu menyebutkan, terdapat tiga bentuk kekerasan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia yakni kekerasan seksual dengan kata-kata yang dimulai sari bicara, komentar, SMS, mengirim pesan atau mengajak melakukan kegiatan seksual melalui kata-kata.
Perilaku seksual tanpa persetujuan seperti mengintip orang mandi, ganti baju dan lainnya, serta pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual dengan memaksa, mengancam orang lain, kekerasan dan kejahatan seksual pada anak laki-laki maupun perempuan.
"Persoalan ini dapat mengancam masa depan banggsa kita, karena pelaku kekerasan seksual saat ini berasal dari semua kalangan mulai dari pelaku anak-anak, remaja atau pun orang dewasa, baik orang dekat atau dikenal maupun tidak dikenal anak," katanya.
Ia menjelaskan, pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya menggunakan strategi seperti membangun kedekatan, membujuk, dan mengancam.
"Bahkan perempuan pun saat ini bisa menjadi pelaku dari kejahatan tersebut," katanya.
Elly menambahkan, yang terpenting dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui tujuh pilar pengasuhan anak, yang terdiri dari kesiapan menjadi orangtua, dua parenting ayah harus terlibat, tetapkan tujuan pengasuahan anak, komunikasi yang baik, benar dan menyenangkan, kemudian tanamkan nilai agama yang kuat, menyiapkan masa baligh anak, dan bijak memanfaatkan teknologi.
"Melalui kegiatan rakor jejaring kemitraan tata laksana penanganan kasus, diharapkan seluruh masyarakat sapat membuka mata dan hati melakukan yang terbaik dalam menekan dan mencegas terus bertambahnya korban kasus tersebut," katanya.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024