KPK Periksa Anggota Banggar DPR dari Demokrat Terkait Korupsi Suap
Jumat, 19 Agustus 2016 12:54 WIB
Jakarta Antara Jateng - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrat Rinto Subekti terkait dugaan korupsi pemberian suap pengurusan anggaran pembangunan jalan 12 ruas di Sumatera Barat dalam APBN Perubahan 2016.
"Rinto Subekti diperiksa untuk tersangka IPS (I Putu Sudiarta) dan YA (Yogan Askan)," kata Pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Jumat.
Rinto juga merupakan anggota Komisi X DPR. Selain Rinto, KPK juga memanggil staf ahli anggota DPR Iqbal, Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyas Titi dan Kepala Cabang Bank Mandiri Neny Tritana.
Pada Kamis (18/8), KPK sudah memeriksa anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Gerindra yang juga anggota Banggar Wihadi Wiyanto dalam kasus yang sama.
KPK memang tengah menggali pertemuan-pertemuan yang diduga dilakukan Putu Sudiarta dengan sejumlah anggota Banggar terkait alokasi anggaran pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar tersebut.
"Wihadi hari ini diperiksa sebagai saksi untuk IPS (I Putu Sudiarta) dan YA (Yogan Askan). Dia sebagai anggota Komisi III tentu didalami peran apa yang dia ketahui kalau dalam kaitan dengan Banggar, apakah ada yang sempat dibicarakan dengan tersangka," kata Yuyuk, Kamis (18/8).
Namun KPK belum membuat kesimpulan mengenai peran Banggar dalam kasus tersebut, informasi awal mengenai kaitan Banggar berasal dari Putu Sudiarta yang menyatakan mengenai peran badan dalam kasus ini.
"Sampai saat ini belum bisa disimpulkan apakah ada kaitan Banggar tadi dengan kasus ini tapi semua pihak yang diduga mengetahui perkara ini akan dipanggil," tambah Yuyuk.
Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 28 Juni 2016 terhadap anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiarta, Sekretaris Putu Novianti, suami Novianti Muchlis, pengusaha Suhemi, pengusaha yang juga pendiri Partai Demokrat Sumbar Yogan Askan dan Kepala Dinas Prasarana, Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Sumbar Suprapto di beberapa lokasi di Jakarta, Padang dan Tebing Tinggi.
KPK menyita barang bukti transfer pemberian suap senilai Rp500 juta yang sudah diberikan secara bertahap yaitu Rp150 juta, Rp300 juta dan Rp300 juta. Penyidik juga menemukan 40.000 dolar Singapura yang masih diusut peruntukannya.
Uang suap diduga terkait rencana Dinas Prasarana Tata Ruang dan Permukiman yang akan membuat 12 ruas jalan senilai Rp300 miliar selama 3 tahun menggunakan APBN Perubahan 2016. Hal ini menimbulkan keanehan karena Putu berada dalam komisi yang tidak mengurusi soal infrakstruktur.
KPK pun menetapkan I Putu Sudiarta, Novianti dan Suhemi sebagai tersangka penerima suap dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka pemberi suap adalah Yogan Askan dan Suprapto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
"Rinto Subekti diperiksa untuk tersangka IPS (I Putu Sudiarta) dan YA (Yogan Askan)," kata Pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Jumat.
Rinto juga merupakan anggota Komisi X DPR. Selain Rinto, KPK juga memanggil staf ahli anggota DPR Iqbal, Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyas Titi dan Kepala Cabang Bank Mandiri Neny Tritana.
Pada Kamis (18/8), KPK sudah memeriksa anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Gerindra yang juga anggota Banggar Wihadi Wiyanto dalam kasus yang sama.
KPK memang tengah menggali pertemuan-pertemuan yang diduga dilakukan Putu Sudiarta dengan sejumlah anggota Banggar terkait alokasi anggaran pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar tersebut.
"Wihadi hari ini diperiksa sebagai saksi untuk IPS (I Putu Sudiarta) dan YA (Yogan Askan). Dia sebagai anggota Komisi III tentu didalami peran apa yang dia ketahui kalau dalam kaitan dengan Banggar, apakah ada yang sempat dibicarakan dengan tersangka," kata Yuyuk, Kamis (18/8).
Namun KPK belum membuat kesimpulan mengenai peran Banggar dalam kasus tersebut, informasi awal mengenai kaitan Banggar berasal dari Putu Sudiarta yang menyatakan mengenai peran badan dalam kasus ini.
"Sampai saat ini belum bisa disimpulkan apakah ada kaitan Banggar tadi dengan kasus ini tapi semua pihak yang diduga mengetahui perkara ini akan dipanggil," tambah Yuyuk.
Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 28 Juni 2016 terhadap anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiarta, Sekretaris Putu Novianti, suami Novianti Muchlis, pengusaha Suhemi, pengusaha yang juga pendiri Partai Demokrat Sumbar Yogan Askan dan Kepala Dinas Prasarana, Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Sumbar Suprapto di beberapa lokasi di Jakarta, Padang dan Tebing Tinggi.
KPK menyita barang bukti transfer pemberian suap senilai Rp500 juta yang sudah diberikan secara bertahap yaitu Rp150 juta, Rp300 juta dan Rp300 juta. Penyidik juga menemukan 40.000 dolar Singapura yang masih diusut peruntukannya.
Uang suap diduga terkait rencana Dinas Prasarana Tata Ruang dan Permukiman yang akan membuat 12 ruas jalan senilai Rp300 miliar selama 3 tahun menggunakan APBN Perubahan 2016. Hal ini menimbulkan keanehan karena Putu berada dalam komisi yang tidak mengurusi soal infrakstruktur.
KPK pun menetapkan I Putu Sudiarta, Novianti dan Suhemi sebagai tersangka penerima suap dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka pemberi suap adalah Yogan Askan dan Suprapto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017