Wiranto Janji terus Menindaklanjuti Rekomendasi Simposium 1965
Rabu, 14 September 2016 16:12 WIB
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Wiranto. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak)
Jakarta Antara Jateng - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto berjanji terus menindaklanjuti rekomendasi simposium terkait dugaan pelanggaran HAM 1965, yang telah diserahkan kepada pemerintah pada Mei lalu.
Pernyataan tersebut diungkapkan Wiranto untuk menepis anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa mantan menteri pertahanan dan panglima ABRI itu terkesan mengabaikan upaya penyelesaian dugaan tindakan pelanggaran HAM berat pada periode 1965.
"Saya akan terus bekerja menyelesaikan masalah itu, saya jamin. Jadi masalah HAM masa lalu yang kemarin sudah tercatat untuk diselesaikan terus kita lanjutkan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Ia mengaku telah beberapa kali menggelar rapat di Kemenko Polhukam untuk secara khusus membahas masalah pelanggaran HAM, termasuk mengkaji satu per satu poin rekomendasi secara komprehensif, adil, dan transparan.
Kehati-hatian pemerintah dalam menangani persoalan ini dilakukan untuk menghindari proses penyelesaian yang melibatkan tuduhan atau keberpihakan terhadap pihak tertentu.
"Kita mengarah pada penyelesaian masalah yang seadil-adilnya. Jangan sampai penyelesaian masalah HAM ini justru menimbulkan masalah baru yang membebani bangsa ini," kata Wiranto.
Ia pun mengaku selalu melibatkan mitra pemerintah seperti Komnas HAM dan para pakar hukum dalam rapat di Kemenko Polhukam karena pertimbangan dan pandangan mereka dinilai penting dalam merumuskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965.
"Intinya kami tidak mengabaikan (kasus) itu," tegas Wiranto.
Sebelumnya telah diselenggarakan dua simposium terkait pelanggaran HAM 1965. Pertama pada April 2016, yakni Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang menghasilkan beberapa tuntutan, usulan, dan rekomendasi, diantaranya bahwa negara harus mengakui telah melakukan kekerasan di masa lalu.
Rehabilitasi dan dilanjutkannya proses hukum, meski proses rekonsiliasi dilaksanakan, juga menjadi salah satu hal yang disuarakan oleh para korban tragedi 1965.
Sementara simposium kedua yang digelar pada Juni 2016 oleh para purnawirawan TNI dengan tema Mengamankan Pancasila dari Ancaman PKI dan Ideologi Lain, menghasilkan sembilan poin rekomendasi kepada pemerintah.
Rekomendasi itu pada intinya meminta PKI meminta maaf atas pemberontakan yang mereka lakukan, meminta masyarakat tidak lagi mengungkit sejarah pemberontakan di masa lalu, dan meminta pemerintah menguatkan materi Pancasila dalam kurikulum pendidikan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Wiranto untuk menepis anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa mantan menteri pertahanan dan panglima ABRI itu terkesan mengabaikan upaya penyelesaian dugaan tindakan pelanggaran HAM berat pada periode 1965.
"Saya akan terus bekerja menyelesaikan masalah itu, saya jamin. Jadi masalah HAM masa lalu yang kemarin sudah tercatat untuk diselesaikan terus kita lanjutkan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Ia mengaku telah beberapa kali menggelar rapat di Kemenko Polhukam untuk secara khusus membahas masalah pelanggaran HAM, termasuk mengkaji satu per satu poin rekomendasi secara komprehensif, adil, dan transparan.
Kehati-hatian pemerintah dalam menangani persoalan ini dilakukan untuk menghindari proses penyelesaian yang melibatkan tuduhan atau keberpihakan terhadap pihak tertentu.
"Kita mengarah pada penyelesaian masalah yang seadil-adilnya. Jangan sampai penyelesaian masalah HAM ini justru menimbulkan masalah baru yang membebani bangsa ini," kata Wiranto.
Ia pun mengaku selalu melibatkan mitra pemerintah seperti Komnas HAM dan para pakar hukum dalam rapat di Kemenko Polhukam karena pertimbangan dan pandangan mereka dinilai penting dalam merumuskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965.
"Intinya kami tidak mengabaikan (kasus) itu," tegas Wiranto.
Sebelumnya telah diselenggarakan dua simposium terkait pelanggaran HAM 1965. Pertama pada April 2016, yakni Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang menghasilkan beberapa tuntutan, usulan, dan rekomendasi, diantaranya bahwa negara harus mengakui telah melakukan kekerasan di masa lalu.
Rehabilitasi dan dilanjutkannya proses hukum, meski proses rekonsiliasi dilaksanakan, juga menjadi salah satu hal yang disuarakan oleh para korban tragedi 1965.
Sementara simposium kedua yang digelar pada Juni 2016 oleh para purnawirawan TNI dengan tema Mengamankan Pancasila dari Ancaman PKI dan Ideologi Lain, menghasilkan sembilan poin rekomendasi kepada pemerintah.
Rekomendasi itu pada intinya meminta PKI meminta maaf atas pemberontakan yang mereka lakukan, meminta masyarakat tidak lagi mengungkit sejarah pemberontakan di masa lalu, dan meminta pemerintah menguatkan materi Pancasila dalam kurikulum pendidikan.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Pilkada Kota Semarang, Agustina-Iswar janji perluas layanan transportasi publik
02 November 2024 5:33 WIB
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017