Bus Pengangkut Pengungsi Aleppo Dibakar, Gencatan Senjata Terancam
Senin, 19 Desember 2016 8:57 WIB
Aleppo. (Xinhua Photo)
Beirut/Amman, Antara Jateng - Orang-orang bersenjata membakar lima bus yang sedianya digunakan untuk mengangkut pengungsi Aleppo di dekat Idlib, Suriah, Minggu waktu setempat.
Tindakan itu mengancam kesepakatan gencatan senjata yang memungkinkan ribuan orang meninggalkan kantong pemberontak di Aleppo di mana para pengungsi terjebak di dalam bus selama berjam-jam sebelum dipindahkan dari kota itu.
Observatorium HAM Suriah menyatakan evakuasi desa-desa dekat Idlib telah ditangguhkan akibat insiden pembakaran bus itu.
Lima bus penuh pengungsi yang meninggalkan Aleppo tertahan selama berjam-jam sebelum bergerak sejauh 5 km ke luar daerah kekuasaan pemberontak.
Sebagai balasan untuk evakuasi pejuang, keluarganya dan warga sipil lain dari Aleppo yang kebanyakan Sunni, sepakat bahwa penduduk desa al-Foua dan Kefraya yang merupakan dua desa Syiah dan dikepung pemberontak, diperbolehkan meninggalkan desanya itu.
Video yang diposting ke media sosial menunjukkan orang-orang berjenggot bersenjata, bersuka cita sembali menerikkan teriakan "Allahu Akbar" setelah membakar lima bus warna hijau sebelum bus-bus ini mencapai desa-desa Syiah.
Media resmi Suriah menyebut teroris bersenjata, istilah yang kerap dikeluarkan pemerintah untuk kelompok mana pun yang memerangi Presiden Bashar al-Assad, adalah pelaku pembakaran bus-bus itu. Sebaliknya pemberontak Sunni menyebut orang-orang dari kelompok pro-pemerintahlah yang bertanggung jawab atas pembakaran bus itu.
Tidak disebutkan dampak pembakaran bus terhadap jumlah konvoi pengangkut pengungsi, namun seorang pejabat PBB memastikan evakuasi jalan terus. "Hanya gelap dan dingin di Aleppo. Semoga operasi berjalan mulus," tulis Robert Mardini, direktur regional Komite Palang Merah Internasional ICRC dalam Twitter.
Presiden Rusia Vladimir Putin yang menjadi sekutu paling kuat Assad, dan Presiden Turki Tayyip Erdogan yang merupakan pendukung utama pemberontak, bersepakat dalam telepon bahwa gangguan terhadap arus pengungsian harus secepatnya disingkirkan.
Selama enam tahun Aleppo terbelah menjadi dua, antara wilayah yang dikuasai pemberontak dan daerah yang dikuasai pemerintah Syiah Suriah. Namun situasi segera berubah ketika pemerintah Suriah melancarkan ofensif besar-besaran ke kota terbesar kedua di Suriah itu sejak pertengahan November lalu, demikian Reuters.
Tindakan itu mengancam kesepakatan gencatan senjata yang memungkinkan ribuan orang meninggalkan kantong pemberontak di Aleppo di mana para pengungsi terjebak di dalam bus selama berjam-jam sebelum dipindahkan dari kota itu.
Observatorium HAM Suriah menyatakan evakuasi desa-desa dekat Idlib telah ditangguhkan akibat insiden pembakaran bus itu.
Lima bus penuh pengungsi yang meninggalkan Aleppo tertahan selama berjam-jam sebelum bergerak sejauh 5 km ke luar daerah kekuasaan pemberontak.
Sebagai balasan untuk evakuasi pejuang, keluarganya dan warga sipil lain dari Aleppo yang kebanyakan Sunni, sepakat bahwa penduduk desa al-Foua dan Kefraya yang merupakan dua desa Syiah dan dikepung pemberontak, diperbolehkan meninggalkan desanya itu.
Video yang diposting ke media sosial menunjukkan orang-orang berjenggot bersenjata, bersuka cita sembali menerikkan teriakan "Allahu Akbar" setelah membakar lima bus warna hijau sebelum bus-bus ini mencapai desa-desa Syiah.
Media resmi Suriah menyebut teroris bersenjata, istilah yang kerap dikeluarkan pemerintah untuk kelompok mana pun yang memerangi Presiden Bashar al-Assad, adalah pelaku pembakaran bus-bus itu. Sebaliknya pemberontak Sunni menyebut orang-orang dari kelompok pro-pemerintahlah yang bertanggung jawab atas pembakaran bus itu.
Tidak disebutkan dampak pembakaran bus terhadap jumlah konvoi pengangkut pengungsi, namun seorang pejabat PBB memastikan evakuasi jalan terus. "Hanya gelap dan dingin di Aleppo. Semoga operasi berjalan mulus," tulis Robert Mardini, direktur regional Komite Palang Merah Internasional ICRC dalam Twitter.
Presiden Rusia Vladimir Putin yang menjadi sekutu paling kuat Assad, dan Presiden Turki Tayyip Erdogan yang merupakan pendukung utama pemberontak, bersepakat dalam telepon bahwa gangguan terhadap arus pengungsian harus secepatnya disingkirkan.
Selama enam tahun Aleppo terbelah menjadi dua, antara wilayah yang dikuasai pemberontak dan daerah yang dikuasai pemerintah Syiah Suriah. Namun situasi segera berubah ketika pemerintah Suriah melancarkan ofensif besar-besaran ke kota terbesar kedua di Suriah itu sejak pertengahan November lalu, demikian Reuters.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Minibus pengangkut santri tabrak pembatas jalan di Tol Semarang-Solo, empat tewas
18 October 2024 16:00 WIB
KPPBC buru mobil pengangkut rokok ilegal hingga terperosok ke sungai
10 October 2023 12:56 WIB, 2023
Bandara Adi Soemarmo siapkan lima tempat parkir untuk pesawat pengangkut jemaah haji
04 June 2022 18:32 WIB, 2022
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017