Sekjen PBB Desak AS Cabut Larangan Perjalanan
Kamis, 2 Februari 2017 10:30 WIB
Sekretaris Jenderal terpilih PBB, Antonio Guterres. (gime5.)
PBB, New York, ANTARA JATENG - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Rabu (1/2) menyuarakan keprihatinan serius mengenai dampak negatif mengenai kebijakan paling akhir AS, yang menghalangi masuknya pengungsi Muslim ke negara Amerika Utara itu.
Guterres mengatakan tindakan tersebut mesti dicabut "secepat mungkin".
Di dalam reaksinya terhadap perubahan kebijakan AS belum lama ini mengenai program pengungsi, Guterres mengatakan kepada wartawan di Markas Besar PBB, New York, transmigrasi seringkali "menjadi satu-satunya penyelesaian yang mungkin" buat orang yang menyelamatkan diri dari konflik dan penghukuman.
Perintah Eksekutif, yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump pada 27 Januari, melarang semua warga negara dari tujuh negara dengan mayoritas Muslim --Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman-- memasuki Amerika Serikat selama 90 hari ke depan.
Perintah itu juga menghentikan seluruh program pengungsi AS selama 120 hari, melarang tanpa batas waktu pengungsi Suriah, dan menghentikan rencana masuk lebih dari 50.000 pengungsi, yang dimulai pada Oktober 2016 dan akan berakhir pada September 2017.
Perubahan kebijakan baru tersebut memicu protes keras di Washington DC dan di lebih dari 30 bandar udara di dalam Amerika Serikat, dan juga mengundang kecaman keras dari belahan lain dunia.
Ketika ditanya mengenai dampak Perintah Eksekutif itu, Sekretaris Jenderal mengatakan transmigrasi adalah "keharusan" dan "warga Suriah adalah orang yang saat ini memiliki keperluan paling dramatis", demikian laporan Xinhua di Jakarta, Kamis. Larangan perjalanan AS bukan cara terbaik untuk melindungi AS atau negara lain mana pun, kata Guterres.
Sekretaris Jenderal PBB tersebut mengeluarkan pernyataan itu sebagai jawaban atas pertanyaan pers saat ia memberi penjelasan kepada wartawan di Markas Besar PBB di New York, AS, dalam perjalanannya ke Ethiopia, tempat ia dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak Uni Afrika.
Di Ibu Kota Ethiopia, Addis Ababa, pada Senin, Guterres memuji negara Afrika karena membuka perbatasan mereka buat pengungsi dan orang yang menyelamatkan diri dari kerusuhan sementara belahan lain dunia, termasuk Barat --yang maju, menutup perbatasan dan membangun tembok.
"Menurut pendapat saya, ini bukan cara terbaik untuk melindungi AS atau negara mana pun berkaitan dengan keprihatinan serius yang ada mengenai kemungkinan penyusupan pelaku teror," kata Sekretaris Jenderal PBB tersebut, saat menjelaskan kepada wartrawan mengenai kunjungan pertamanya ke Afrika sebagai pemimpin PBB. "Saya kira ini bukan cara yang efektif untuk melakukan itu."
"Apa yang kurang ialah kapasitas untuk memiliki pendekatan menyeluruh bagi masalah tersebut," kata Guterres mengenai larangan AS itu. Ia menambahkan sangat penting untuk mengkaji "situasi yang sangat dramatis yang dihadapi pengungsi ketika mereka tak memiliki peluang untuk memperoleh perlindungan".
"Dan saya kira tindakan ini lebih baik segera dicabut," kata pemimpin PBB tersebut.
Guterres mengatakan tindakan tersebut mesti dicabut "secepat mungkin".
Di dalam reaksinya terhadap perubahan kebijakan AS belum lama ini mengenai program pengungsi, Guterres mengatakan kepada wartawan di Markas Besar PBB, New York, transmigrasi seringkali "menjadi satu-satunya penyelesaian yang mungkin" buat orang yang menyelamatkan diri dari konflik dan penghukuman.
Perintah Eksekutif, yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump pada 27 Januari, melarang semua warga negara dari tujuh negara dengan mayoritas Muslim --Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman-- memasuki Amerika Serikat selama 90 hari ke depan.
Perintah itu juga menghentikan seluruh program pengungsi AS selama 120 hari, melarang tanpa batas waktu pengungsi Suriah, dan menghentikan rencana masuk lebih dari 50.000 pengungsi, yang dimulai pada Oktober 2016 dan akan berakhir pada September 2017.
Perubahan kebijakan baru tersebut memicu protes keras di Washington DC dan di lebih dari 30 bandar udara di dalam Amerika Serikat, dan juga mengundang kecaman keras dari belahan lain dunia.
Ketika ditanya mengenai dampak Perintah Eksekutif itu, Sekretaris Jenderal mengatakan transmigrasi adalah "keharusan" dan "warga Suriah adalah orang yang saat ini memiliki keperluan paling dramatis", demikian laporan Xinhua di Jakarta, Kamis. Larangan perjalanan AS bukan cara terbaik untuk melindungi AS atau negara lain mana pun, kata Guterres.
Sekretaris Jenderal PBB tersebut mengeluarkan pernyataan itu sebagai jawaban atas pertanyaan pers saat ia memberi penjelasan kepada wartawan di Markas Besar PBB di New York, AS, dalam perjalanannya ke Ethiopia, tempat ia dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak Uni Afrika.
Di Ibu Kota Ethiopia, Addis Ababa, pada Senin, Guterres memuji negara Afrika karena membuka perbatasan mereka buat pengungsi dan orang yang menyelamatkan diri dari kerusuhan sementara belahan lain dunia, termasuk Barat --yang maju, menutup perbatasan dan membangun tembok.
"Menurut pendapat saya, ini bukan cara terbaik untuk melindungi AS atau negara mana pun berkaitan dengan keprihatinan serius yang ada mengenai kemungkinan penyusupan pelaku teror," kata Sekretaris Jenderal PBB tersebut, saat menjelaskan kepada wartrawan mengenai kunjungan pertamanya ke Afrika sebagai pemimpin PBB. "Saya kira ini bukan cara yang efektif untuk melakukan itu."
"Apa yang kurang ialah kapasitas untuk memiliki pendekatan menyeluruh bagi masalah tersebut," kata Guterres mengenai larangan AS itu. Ia menambahkan sangat penting untuk mengkaji "situasi yang sangat dramatis yang dihadapi pengungsi ketika mereka tak memiliki peluang untuk memperoleh perlindungan".
"Dan saya kira tindakan ini lebih baik segera dicabut," kata pemimpin PBB tersebut.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Jelang akhir tahun, realisasi PBB Kota Semarang baru tercapai 82,78 persen
28 October 2024 21:27 WIB
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017