Sungai Mudal Siap Ramaikan Wisata Dua Provinsi
Jumat, 12 Mei 2017 9:43 WIB
Ekowisata Sungai Mudal menjadi destinasi favorit baru bagi wisatawan domestik maupun asing (Foto: ANTARAJATENG.COM/Aris Wasita Widiastuti)
Semarang, ANTARA JATENG - Ekowisata Sungai Mudal yang berada Dusun Banyunganti, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, siap meramaikan sektor wisata di kawasan Jawa Tengah dan DIY.
Berjarak 1 jam dari pusat Kota Yogyakarta maupun pusat Kota Magelang, destinasi wisata yang mulai aktif pada tahun 2015 saat ini mampu menarik ribuan pengunjung di setiap akhir pekan.
Pengelola Ekowisata Sungai Mudal Rudi Hastaryo mengatakan bahwa pada awalnya sungai yang terdapat banyak air terjun ini merupakan tempat pembuangan sampah bagi sejumlah warga. Selain itu, masih banyak pula warga yang melakukan aktivitas buang air besar (BAB) di sungai berair biru tersebut.
Namun, sejak dilirik oleh PT PLN (Persero) untuk dijadikan sebagai salah satu mitra binaan melalui program corporate social responsibility (CSR) atau bina lingkungan perusahaan, masyarakat sekitar mulai bergotong royong untuk membersihkan bantaran sungai dan menata batu-batuan sungai.
Rudi mengatakan bahwa bina lingkungan dari PT PLN (Persero) merupakan titik awal kemajuan wisata di desa tersebut.
"Selama 2 minggu masyarakat sekitar membuat tangga di sepanjang bantaran sungai, selanjutnya selama 4 bulan kami juga terus membersihkan sungai dari berbagai macam sampah mulai dari plastik hingga kayu-kayu," katanya.
Seiring dengan berjalannya waktu, usaha dari masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani mulai mendatangkan hasil. Jika sebelumnya jumlah pengunjung hanya sekitar 50 orang/hari, saat ini pada hari biasa sudah mencapai 300 orang per hari pada hari biasa dan 3.000 orang pada hari Sabtu dan Minggu.
"Pengunjung bukan hanya dari masyarakat Jawa Tengah dan DIY, melainkan juga wisatawan asing. Bahkan, dalam waktu dekat ini ada warga negara Prancis yang akan melangsungkan pernikahan `outdoor` di tempat ini," katanya.
Ia menyebutkan beberapa wisatawan asing yang pernah menapakkan kaki di destinasi wisata tersebut, di antaranya dari Denmark, Norwegia, Selandia Baru, Republik Cheko, Jepang, dan Australia.
Dengan meningkatnya angka kunjungan, kata dia, kondisi ekonomi masyarakat setempat mulai meningkat. Beberapa di antaranya, bahkan mulai membuka "homestay" di sekitar kawasan wisata.
Hingga saat ini, jumlah "homestay" di kawasan tersebut sebanyak tujuh tempat. Dengan terus bertambahnya jumlah kunjungan, dikatakannya, dan ada beberapa warga lain yang juga berencana ikut membuka "homestay".
Selain itu, para petani juga mulai menjajakan hasil pertanian salah satunya nira ke sejumlah pengunjung. Dengan demikian, penghasilan mereka makin meningkat.
Di sisi lain, sebagian anak muda juga terjun langsung pada pengelolaan tempat wisata tersebut. Meski tidak seluruhnya, Rudi mengatakan bahwa keberadaan destinasi wisata tersebut mampu mengurangi angka remaja yang memilih untuk merantau di kota.
"Dari penjualan uang masuk, yaitu Rp6.000,00/pengunjung, sebagian untuk upah para pengelola," katanya.
Pemerintah Desa Mendukung
Dengan adanya destinasi wisata tersebut, pemerintah desa setempat memberikan dukungan penuh salah satunya melalui dikeluarkannya peraturan desa (perdes).
"Pada dasarnya kami ingin semua tempat wisata hidup. Dari sisi pemerintahan desa, semangat kami berikan dari ujung hingga ujung, salah satunya melalui semangat regulasi," kata Kepala Desa Jatimulyo Anom Sucondro.
Salah satu yang diatur dalam perdes tersebut adalah pemanfaatan lingkungan hidup sekitar. Melalui perdes tersebut, masyarakat tidak boleh mengeksploitasi kekayaan alam, tetapi yang dilakukan adalah mengeksplorasi.
Tujuan lain dari dikeluarkannya perdes tersebut adalah agar tidak ada masalah antara pengelola dan masyarakat setempat.
Menurut dia, yang diutamakan adalah pelestarian sumber daya air sekitar. Pihaknya juga memetakan mana saja sumber mata air yang dimiliki oleh desa ini dan ke mana saja air ini mengalir.
"Mengenai eksplorasi mata air ini tidak ada larangan dari kami. Akan tetapi, ada aturan yang harus ditaati oleh semua pihak," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya juga mendata seluruh populasi tumbuhan untuk memastikan kelestariannya dan menjaga penyerapan air terus terjaga.
Selain itu, Anom mengimbau seluruh pihak juga menjaga kelestarian kars atau batu putih yang ada di sepanjang sungai tersebut.
Atas kekayaan alam yang dimiliki oleh desa tersebut, pada tahun 2016 Desa Jatimulyo berhasil memperoleh penghargaan Wana Lestari dari Presiden dan Wana Lestari dari Gubernur DIY.
Selain itu, desa dengan populasi 2.500 kepala keluarga juga memperoleh penghargaan Citra Lestari Kehati dari Gubernur DIY padatahun 2016.
PLN Kucurkan Dana
Demi menyulap sungai yang tidak dikenal menjadi destinasi favorit baru bagi pelancong tersebut, PT PLN (Persero) mengucurkan dana sebesar Rp280 juta.
Supervisor CSR PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan DIY Wildani Permana Dewi mengatakan bahwa penyaluran dana tersebut pada tahun lalu dan tahun ini.
"Pada tahun lalu, kami sudah menyalurkan dana Rp130 juta. Pada tahun ini sebesar Rp150 juta," katanya di sela kunjungannya di Sungai Mudal, Minggu lalu.
Pada tahun lalu dana CSR yang disalurkan, di antaranya untuk pembangunan jembatan, pembangunan tangga, dan musala.
"Selain itu, pada tahun lalu kami juga memberikan 1.000 bibit tanaman pala dan tenda ukuran besar dan kecil untuk acara `camping` pengunjung," katanya.
Selanjutnya, pada tahun ini dana yang disalurkan untuk pembuatan jembatan, gapura, dan pembibitan bunga anggrek. Nantinya, dikatakannya, bunga anggrek tersebut akan diperjualbelikan sebagai oleh-oleh.
"Jadi, para pengunjung bisa membelinya untuk oleh-oleh. Pada tahun ini jumlah bibit bunga anggrek yang kami berikan sebanyak 50 tanaman," katanya.
Berjarak 1 jam dari pusat Kota Yogyakarta maupun pusat Kota Magelang, destinasi wisata yang mulai aktif pada tahun 2015 saat ini mampu menarik ribuan pengunjung di setiap akhir pekan.
Pengelola Ekowisata Sungai Mudal Rudi Hastaryo mengatakan bahwa pada awalnya sungai yang terdapat banyak air terjun ini merupakan tempat pembuangan sampah bagi sejumlah warga. Selain itu, masih banyak pula warga yang melakukan aktivitas buang air besar (BAB) di sungai berair biru tersebut.
Namun, sejak dilirik oleh PT PLN (Persero) untuk dijadikan sebagai salah satu mitra binaan melalui program corporate social responsibility (CSR) atau bina lingkungan perusahaan, masyarakat sekitar mulai bergotong royong untuk membersihkan bantaran sungai dan menata batu-batuan sungai.
Rudi mengatakan bahwa bina lingkungan dari PT PLN (Persero) merupakan titik awal kemajuan wisata di desa tersebut.
"Selama 2 minggu masyarakat sekitar membuat tangga di sepanjang bantaran sungai, selanjutnya selama 4 bulan kami juga terus membersihkan sungai dari berbagai macam sampah mulai dari plastik hingga kayu-kayu," katanya.
Seiring dengan berjalannya waktu, usaha dari masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani mulai mendatangkan hasil. Jika sebelumnya jumlah pengunjung hanya sekitar 50 orang/hari, saat ini pada hari biasa sudah mencapai 300 orang per hari pada hari biasa dan 3.000 orang pada hari Sabtu dan Minggu.
"Pengunjung bukan hanya dari masyarakat Jawa Tengah dan DIY, melainkan juga wisatawan asing. Bahkan, dalam waktu dekat ini ada warga negara Prancis yang akan melangsungkan pernikahan `outdoor` di tempat ini," katanya.
Ia menyebutkan beberapa wisatawan asing yang pernah menapakkan kaki di destinasi wisata tersebut, di antaranya dari Denmark, Norwegia, Selandia Baru, Republik Cheko, Jepang, dan Australia.
Dengan meningkatnya angka kunjungan, kata dia, kondisi ekonomi masyarakat setempat mulai meningkat. Beberapa di antaranya, bahkan mulai membuka "homestay" di sekitar kawasan wisata.
Hingga saat ini, jumlah "homestay" di kawasan tersebut sebanyak tujuh tempat. Dengan terus bertambahnya jumlah kunjungan, dikatakannya, dan ada beberapa warga lain yang juga berencana ikut membuka "homestay".
Selain itu, para petani juga mulai menjajakan hasil pertanian salah satunya nira ke sejumlah pengunjung. Dengan demikian, penghasilan mereka makin meningkat.
Di sisi lain, sebagian anak muda juga terjun langsung pada pengelolaan tempat wisata tersebut. Meski tidak seluruhnya, Rudi mengatakan bahwa keberadaan destinasi wisata tersebut mampu mengurangi angka remaja yang memilih untuk merantau di kota.
"Dari penjualan uang masuk, yaitu Rp6.000,00/pengunjung, sebagian untuk upah para pengelola," katanya.
Pemerintah Desa Mendukung
Dengan adanya destinasi wisata tersebut, pemerintah desa setempat memberikan dukungan penuh salah satunya melalui dikeluarkannya peraturan desa (perdes).
"Pada dasarnya kami ingin semua tempat wisata hidup. Dari sisi pemerintahan desa, semangat kami berikan dari ujung hingga ujung, salah satunya melalui semangat regulasi," kata Kepala Desa Jatimulyo Anom Sucondro.
Salah satu yang diatur dalam perdes tersebut adalah pemanfaatan lingkungan hidup sekitar. Melalui perdes tersebut, masyarakat tidak boleh mengeksploitasi kekayaan alam, tetapi yang dilakukan adalah mengeksplorasi.
Tujuan lain dari dikeluarkannya perdes tersebut adalah agar tidak ada masalah antara pengelola dan masyarakat setempat.
Menurut dia, yang diutamakan adalah pelestarian sumber daya air sekitar. Pihaknya juga memetakan mana saja sumber mata air yang dimiliki oleh desa ini dan ke mana saja air ini mengalir.
"Mengenai eksplorasi mata air ini tidak ada larangan dari kami. Akan tetapi, ada aturan yang harus ditaati oleh semua pihak," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya juga mendata seluruh populasi tumbuhan untuk memastikan kelestariannya dan menjaga penyerapan air terus terjaga.
Selain itu, Anom mengimbau seluruh pihak juga menjaga kelestarian kars atau batu putih yang ada di sepanjang sungai tersebut.
Atas kekayaan alam yang dimiliki oleh desa tersebut, pada tahun 2016 Desa Jatimulyo berhasil memperoleh penghargaan Wana Lestari dari Presiden dan Wana Lestari dari Gubernur DIY.
Selain itu, desa dengan populasi 2.500 kepala keluarga juga memperoleh penghargaan Citra Lestari Kehati dari Gubernur DIY padatahun 2016.
PLN Kucurkan Dana
Demi menyulap sungai yang tidak dikenal menjadi destinasi favorit baru bagi pelancong tersebut, PT PLN (Persero) mengucurkan dana sebesar Rp280 juta.
Supervisor CSR PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan DIY Wildani Permana Dewi mengatakan bahwa penyaluran dana tersebut pada tahun lalu dan tahun ini.
"Pada tahun lalu, kami sudah menyalurkan dana Rp130 juta. Pada tahun ini sebesar Rp150 juta," katanya di sela kunjungannya di Sungai Mudal, Minggu lalu.
Pada tahun lalu dana CSR yang disalurkan, di antaranya untuk pembangunan jembatan, pembangunan tangga, dan musala.
"Selain itu, pada tahun lalu kami juga memberikan 1.000 bibit tanaman pala dan tenda ukuran besar dan kecil untuk acara `camping` pengunjung," katanya.
Selanjutnya, pada tahun ini dana yang disalurkan untuk pembuatan jembatan, gapura, dan pembibitan bunga anggrek. Nantinya, dikatakannya, bunga anggrek tersebut akan diperjualbelikan sebagai oleh-oleh.
"Jadi, para pengunjung bisa membelinya untuk oleh-oleh. Pada tahun ini jumlah bibit bunga anggrek yang kami berikan sebanyak 50 tanaman," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor :
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Air melimpah, warga Sokawera Banyumas tasyakuran di Situs Tabet Mudal Sari
23 October 2019 16:20 WIB, 2019
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB