Jakarta, ANTARA JATENG - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian membantah telah menerapkan standar ganda dalam mengamankan unjuk rasa anti-Basuki Tjahaja Purnama dengan aksi bakar lilin massa pendukung terpidana Basuki Tjahaja Purnama.

"Dalam penanganan aksi, prinsipnya kami mengedepankan equality before the law, persamaan di muka hukum. Kami tetap bersandar pada ketentuan unjuk rasa itu merupakan hak masyarakat yang diatur Undang-undang," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan standar pengamanan unjuk rasa adalah batas waktu unjuk rasa di luar gedung hingga pukul 18.00 dan di dalam gedung hingga pukul 22.00.

Usai pembacaan putusan vonis Basuki T. Purnama, sejumlah pendukung Basuki menggelar aksi bakar lilin dan mengirim karangan bunga.

Dalam mengamankan aksi bakar lilin, polisi menerapkan ketentuan sama dengan pengamanan sejumlah aksi yang diprakarsai GNPF-MUI. Di beberapa aksi bakar lilin yang melebihi tengat waktu, Polri membubarkan massa secara persuasif dengan memberdayakan Polwan karena peserta aksi umumnya perempuan.

"Ada beberapa aksi lilin yang dilakukan melebihi jam 18.00, maka Polri melakukan pendekatan persuasif untuk membubarkan massa. Namun pembubaran tersebut tidak langsung dengan upaya paksa tapi persuasif terlebih dulu, kalau tidak bisa diikuti, baru kami bubarkan paksa. Kalau kita lihat saat aksi lilin banyak ibu-ibu sehingga kami mendepankan Polwan untuk nego," katanya.

Ia mengatakan dalam membubarkan massa pro Basuki, ada yang dapat dibubarkan dengan baik, ada juga yang dibubarkan dengan paksa.

"Ada yang dibubarkan paksa seperti aksi di Pekanbaru, Jambi, Palembang, Jakarta dengan disemprot water canon. Ada yang bisa bubar dengan upaya persuasif seperti di Jakarta, Batam. Sehingga tidak benar kalau ada pembiaran aksi bakar lilin. Tapi kami gunakan pembubaran persuasif. Pembubaran paksa langkah terakhir," kata Tito.