Blora, ANTARA JATENG - Pabrik Gula (PG) Gendhis Multi Manis (GMM) Blora yang dikelola Perum Bulog, pada 2017 siap memproduksi gula sebanyak 42 ribu ton sebagai kontribusi terhadap peningkatan produksi gula nasional.  

General Manager PT GMM Bambang Subekti ketika menerima rombongan "Press Tour Bulog 2017" di Blora, Jateng, Selasa, mengatakan sejak mulai giling tebu awal Mei 2017, kemampuan produksi sudah mencapai 4.000 "ton cane per da" (TCD) dari total kapasitas 6.000 TCD.

"Oleh karena itu, dengan perkiraan waktu kerja selama 150 hari, maka produksi gula dari GMM akan mencapai 42 ribu ton. Sekarang ini kami tata betul bagaimana agar pasokan tebu dari petani bisa berjalan dengan baik," katanya.

Menurut dia, meskipun pabrik gula GMM masih relatif baru, dari sisi produksi bisa berjalan optimal. Misalnya, pada 2015 rendemen gula perusahaan itu sudah mencapai 8,3 persen, sementara PG lain di Jawa Tengah hanya 7,3 persen.

Begitu juga pada 2016, saat terjadi anomali iklim, meski rendemen turun menjadi 6,7 persen, tapi masih lebih tinggi dari PG lain yang juga turun menjadi 5,7 persen.

Bambang mengatakan tingginya rendemen tersebut, karena manajemen perusahaan menerapkan kebijakan standar terhadap bahan baku yang masuk ke pabrik, yakni, tebu harus MBS (manis, bersih, dan segar).

"Selama ini petani di Blora, petani masih memproduksi secara asal-asalan. Ternyata dengan proses edukasi, petani mulai bisa menghasilkan tebu yang MBS," katanya.

Sementara itu, katanya, perusahaan juga membuat pos pantau di 10 titik untuk "menjemput" tebu yang MBS dan kalau tidak sesuai kualitas yang  ditetapkan akan ditolak.

Bambang mengatakan untuk bisa memproduksi tebu sebanyak 42 ribu ton diperlukan tebu sekitar 600 ribu ton yang dihasilkan dari lahan seluas 8.700 hektare.

Saat ini, lahan di Blora seluas 2.800 hektare, sedangkan sisanya pihak perusahaan mengambil tebu dari Rembang dan Sragen.

Menurut dia, di Rembang ada potensi lahan seluas 10 ribu hektare, tapi tidak ada pabrik gula, sedangkan di Sragen ada potensi seluas 8 ribu hektare, tapi tidak ada PG yang besar.

"Dengan adanya PG di Blora ini kita harapkan dapat menampung hasil panen petani di Blora, Rembang, dan Sragen," ujarnya.

PG GMM saat ini melakukan kerja sama dengan petani tebu guna menjamin pasokan tebu dari petani berjalan lancar, antara lain dengan koperasi santri di Blora, Koperasi Petani Tebu Rakyat Mandiri Tebu. Total areal dari kerja sama itu seluas 3 ribu hektare.

Pihaknya membangun infrastruktur untuk membantu petani agar mudah mengirim tebu ke PG GMM, seperti menambah truk tiper menjadi dua. Truk tiper, yakni sistem bongkar muat tebu dengan mengangkat badan truk. Selain itu, membangun crane untuk mengangkat tebu dari truk.

Manajemen PG GMM juga memperluas lahan parkir truk pengangkut tebu untuk memudahkan proses bongkar muat.

Kebijakan lain untuk menarik petani agar mau memasok tebu ke PG GMM, yakni memberikan mekanisme pembayaran yang berbeda dengan PG lainnya. Jika PG lain dengan sistem bagi hasil, maka P GMM dengan sistem beli putus, yakni membeli tebu dalam satuan kilogram dengan harga Rp600/kg.

PT GMM tiap Minggu juga mengadakan pertemuan dengan petani untuk membuat kesepakatan, sehingga petani bergairah mengirim tebu. Jika sebelumnya hanya 300 truk per hari sekarang ini hampir 600 truk masuk ke PG GMM, bahkan pernah mencapai 900 truk.

Ke depan, pihaknya akan melakukan pengembangan areal, salah satunya bekerja sama dengan Perhutani, targetnya seluas 4 ribu hekatare.  Namun, dari luas lahan tersebut ternyata yang layak untuk budi daya tebu seluas 1.200 hektare.

"Nantinya diharapkan kita tidak tergantung pasokan tebu dari petani luar daerah, khusus Blora," katanya.

Ia mengatakan PG GMM juga menargetkan rendemen gula bisa menembus dua digit atau di atas 10 persen pada 2018 karena saat ini baru mencapai 8 persen.

Pihaknya optimistis dengan teknologi yang diterapkan PG GMM, angka rendemen dua digit bisa tercapai.