Din: Krisis Buta Aksara Moral Kian Merajalela
Minggu, 26 November 2017 13:59 WIB
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof.DR. Din Syamsudin merasa prihatin terhadap krisis buta aksara moral pada kalangan terdidik. (Foto: ANTARAJATENG.COM/Kutnadi)
Batang, ANTARA JATENG - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsudin menyatakan bahwa krisis buta aksara moral kini kian merajalela menimpa pada kalangan terdidik sehingga hal itu menjadi keprihatinan rakyat dan bangsa Indonesia.
"Kami `mengelus dada` karena ternyata di negara Repbulik Indonesia masih merajalela krisis aksara moral. Ini berbahaya jika tidak bisa dicegah," katanya usai acara "Peletakan Batu Pertama Pembangunan Rumah Sakit Islam Muhammadiyah" di Batang, Jateng, Minggu.
Ia mengatakan bagi seseorang yang buta aksara latin atau membaca huruf hijaiyah mungkin masih mudah dientaskan.
"Akan tetapi, jika buta aksara moral bagi seseorang yang buta aksara moral menimpa pada orang terdidik dengan status gelar akademis sarjana 1, sarjana 2 (magister), dan sarjana 3 (doktor), bahkan profesor maka akan berbahaya," ucapnya.
Oleh karena, kata dia, organisasi Muhamadiyah akan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) konsekuen untuk tidak tebang pilih dalam menangani kasus korupsi di negara Indonesia ini.
"Sebenarnya, etika saya tidak mau mengomentari orang-orang (melakukan tindak korupsi, red.). Hanya saja, kami mendorong KPK dan konsekuen jangan tebang pilih menangani kasus," ujarnya.
Ia minta pada lembaga Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis maupun memilih calon kepala daerah.
"Akan tetapi, organisasi Muhammadiyah akan memberikan arahan anggotanya untuk ikut aktif memilih calon yang memiliki integritas, amanah, dan dekat dengan muhammadiyah," tuturnya.
"Kami `mengelus dada` karena ternyata di negara Repbulik Indonesia masih merajalela krisis aksara moral. Ini berbahaya jika tidak bisa dicegah," katanya usai acara "Peletakan Batu Pertama Pembangunan Rumah Sakit Islam Muhammadiyah" di Batang, Jateng, Minggu.
Ia mengatakan bagi seseorang yang buta aksara latin atau membaca huruf hijaiyah mungkin masih mudah dientaskan.
"Akan tetapi, jika buta aksara moral bagi seseorang yang buta aksara moral menimpa pada orang terdidik dengan status gelar akademis sarjana 1, sarjana 2 (magister), dan sarjana 3 (doktor), bahkan profesor maka akan berbahaya," ucapnya.
Oleh karena, kata dia, organisasi Muhamadiyah akan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) konsekuen untuk tidak tebang pilih dalam menangani kasus korupsi di negara Indonesia ini.
"Sebenarnya, etika saya tidak mau mengomentari orang-orang (melakukan tindak korupsi, red.). Hanya saja, kami mendorong KPK dan konsekuen jangan tebang pilih menangani kasus," ujarnya.
Ia minta pada lembaga Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis maupun memilih calon kepala daerah.
"Akan tetapi, organisasi Muhammadiyah akan memberikan arahan anggotanya untuk ikut aktif memilih calon yang memiliki integritas, amanah, dan dekat dengan muhammadiyah," tuturnya.
Pewarta : Kutnadi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kemendikbud Nyatakan Angka Bebas Buta Aksara di Indonesia 97,93 Persen
11 September 2017 12:46 WIB, 2017
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Kos-kosan di Kelurahan Mewek Purbalingga jadi lokasi prostitusi daring, polisi tangkap dua orang
13 November 2024 15:16 WIB