Semarang, ANTARA JATENG - Go-Jek selaku penyedia aplikasi transportasi "online" mengaku sudah melakukan kajian kebutuhan layanan moda transportasi di masing-masing wilayah.

"Sistem internal kami yang menghitung, baik dari segi `supply` maupun `demand`," kata Senior Vice President (SVP) Publik Policy and Government Relation Go-Jek Malikulkusno Utomo di Semarang, Selasa.

Penghitungan kebutuhan transportasi di masing-masing wilayah itu, kata dia, dipergunakan sebagai pedoman dalam menentukan jumlah mitra atau pengemudi Go-Jek yang ada di suatu wilayah.

Hal tersebut diungkapkannya usai peluncuran "Go-Jek dan PT Bank Tabungan Negara (BTN) Perluas Akses Kepemilikan Rumah Bagi Mitra Go-Jek" yang berlangsung di Hotel Santika Premiere, Semarang.

"Penghitungannya per wilayah. Jadi, setiap wilayah mesti berbeda-beda karena semua faktor diperhitungkan, terutama upah minimum regional (UMR) yang ada di suatu daerah," katanya.

Sampai saat ini, kata Dimas, sapaan akrab Malikulkusno, sistem internal untuk menghitung kebutuhan transportasi di setiap wilayah itu masih diterapkan dan diharapkan bisa efektif.

"Bagi kami, tentunya kesejahteraan pengemudi merupakan prioritas. Sebab, nilai perusahaan, Go-Jek, kan dari `social impact` yang diberikan kepada para mitra Go-Jek," katanya.

Mengenai wacana pembatasan ojek "online" di daerah-daerah, ia mengaku sudah mendengarnya, tetapi sejauh ini belum mendapatkan informasi mengenai pembatasan ojek "online".

Meski demikian, ia berharap peraturan apapun yang akan dikeluarkan pemerintah, termasuk mungkin mengenai pembatasan ojek "online" itu tetap pro-konsumen, pro-inovasi, dan pro-persaingan sehat.

Sampai saat ini, kata dia, pihaknya terus berkomunikasi dengan pemerintah, baik Dinas Perhubungan maupun dinas-dinas terkait lainnya mengenai pengaturan-pengaturan yang akan diberikan.

"Kalau untuk roda empat, sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108/2017. Ya, saat ini kan masih diberikan masa transisi. Kami akan berusaha sekuat tenaga memenuhi aturan yang ditentukan," katanya.

Selain itu, Dimas menambahkan Go-Jek juga sudah memiliki serangkaian aturan, termasuk kode etik yang harus ditaati para mitra Go-Jek, berikut dengan sanksi jika mitra melakukan pelanggaran.

"Setiap hukuman yang diberikan selalu ada tahapannya. Misalnya, selain memberikan surat peringatan (SP), kami juga mempertemukan pengemudi dengan `users` apabila ada komplain," katanya.

Artinya, kata dia, Go-Jek tetap melakukan pengkajian terhadap komplain yang diberikan konsumen, termasuk mediasi, kecuali mitra Go-Jek melanggar kode etik, apalagi sampai melanggar hukum.