Solo (Antaranews Jateng) - Kejaksaan Negeri Surakarta berhasil mengungkap kasus dugaan pungutan liar yang dilakukan seorang oknum pejabat di Kantor Kementerian Agama setempat terhadap tenaga honorer dan calon pegawai negeri sipil di lingkunganmya pada periode 2015.

"Kami setelah mendapatkan laporan kemudian mengeluarkan surat perintah penyelidikan dengan No.Print-012/0.3.11/fd.I/05/2017, per tanggal 2 Mei 2018," kata Kepala Kejari Kota Surakarta Teguh Subroto usai berbuka bersama keluarga besar Kantor Kejari di Solo, Selasa.

Menurut Kajari dari hasil penyelidikan telah meminta keterangan dari sebanyak 19 saksi antara lain pegawai dan pimpinan Kantor Kemenag Kota Surakarta. Kasusnya berawal dari adanya seleksi pegawai negeri sipil yang berasal dari tenaga honorer K2 di Kantor Kemenag Surakarta pada 2015, dan kemudian sebanyak 15 orang dinyatakan lulus dari CPNS.

Namun, kata Kajari, sebanyak 15 pegawai honorer tersebut surat keputusan (SK) CPNS belum segera keluar, tetapi ada oknum di kantor itu, kemudian menawarkan agar segera dikeluarkan SK, tetapi syaratnya harus membayar uang masing-masing sebesar Rp25 juta.

CPNS tersebut dikoordinir masing-masing menyerahkan uang dugaan pungli tersebut totalnya sebanyak Rp375 juta. Setelah uang diserahkan SK CPNS kemudian keluar dan diterima oleh 15 orang itu.  Oknum tersebut kemudian meminta uang lagi kepada CPNS masing-masing sebanyak Rp5 juta dengan alasan untuk syukuran, sehingga totalnya menjadi Rp450 juta.

Namun, petugas Inspetorat Jenderal Kemenag RI setelah melakukan pemeriksaan uangnya untuk syukuran dikembalikan kepada masing-masing CPNS sebesar Rp5 juta, tetapi uang sebesar Rp375 juta belum dikembalikan hingga sekarang.

"Akibat dugaan kasus pungli ini, kerugian keuangannya negara sebesar Rp375 juta. Kasus ini, dari penyelidikan kini ditingkatkan menjadi penyidikan," kata Kajari.

Namun, Kajari masih enggan menyebutkan siapa tersangkanya. Pelaku dugaan pungli itu, salah satu oknum yang memiliki jabatan di Kantor Kemenag Surakarta.

" Kami dalam waktu dekat akan mengumumkan tersangkanya dari oknum salah satu pejabat itu," kata Kajari.

Kejari dalam kasus tersebut, kata Kajari,  akan menjerat dengan Pasal 12 huruf e Undang Undang RI No.21/1999 Jo UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun, dan atau denda paling sedikit Rp50 juta serta maksimal Rp250 juta.