Pengamat: Revisi DPTHP menyangkut hak konstitusional pemilih
Senin, 17 September 2018 16:10 WIB
Dosesn FISIP Unsoed Purwokerto Ahmad Sabiq. (Foto: Dok. Ahmad Sabiq)
Purwokerto (Antaranews Jateng) - Revisi terhadap daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) Pemilu 2019 perlu dilakukan karena menyangkut hak konstitusi pemilih, kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Ahmad Sabiq.
"KPU (Komisi Pemilihan Umum) memang harus melakukan perbaikan karena DPT (daftar pemilih tetap) harus akurat," kata pengajar mata kuliah Teori Partai Politik dan Sistem Pemilu itu di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Sabiq mengatakan bahwa hal itu kepada Antara terkait dengan rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang meminta KPU untuk memperpanjang waktu perbaikan DPTHP.
Menurut dia, revisi DPTHP sangat berpengaruh besar terhadap hal teknis seperti logistik pemilu, terutama yang berkaitan dengan penyediaan jumlah tempat pemungutan suara (TPS), kotak, dan bilik suara, serta pencetakan surat suara.
"Bahkan, perbaikan tersebut juga akan berpengaruh terhadap hal yang substansial, yakni hak konstitusional pemilih," katanya.
Jika ada pemilih yang telah meninggal dunia tetap terdaftar dalam DPTHP, dikhawatirkan akan dihitung sebagai pemilih yang tidak hadir ke TPS.
Selain itu, kata dia, dengan adanya revisi terhadap DPTHP bisa menghemat logistik pemilu.
Sebelumnya, anggota KPU Kabupaten Cilacap Ahmad Kholil mengatakan bahwa setelah penetapan DPTHP tersebut sebenarnya tidak ada lagi pencatatan data pemilih.
Menurut dia, pencatatan data pemilih itu baru akan ada lagi pada harip-H pencoblosan, yakni terhadap warga yang menggunakan hak pilihnya dengan berbekal kartu tanda penduduk elektronik.
"Akan tetapi, kemarin informasinya pada saat rekapitulasi DPT secara nasional di Jakarta, Bawaslu memberikan rekomendasi terhadap perbaikan. Hal lucu juga sebenarnya karena secara prinsip setelah ditetapkannya itu (DPT), harusnya cuma pemeliharaan, tidak ada lagi pencermatan dan sebagainya karena ini implikasinya terhadap pengadaan barang dan jasa yang erat kaitannya dengan anggaran," katanya.
Ia mengatakan bahwa proses yang memakan waktu cukup lama itu akan berimplikasi terhadap banyak hal karena pengadaan barang dan jasa ada temponya sehingga tidak bisa serta-merta, khususnya untuk pencetakan surat suara.
Dalam hal ini, kata dia, untuk melaksanakan lelang maupun penunjukan telah ditentukan tenggang waktu yang dibutuhkan.
"Minimal lelang itu `kan 30 hari kalau lelang terbuka. Harusnya berpikirnya sampai ke situ. Bagi yang meninggal atau pindah domisili setelah ditetapkannya daftar pemilih, ya, sudah, artinya cukup ditandai saja, tidak kemudian mengurangi jumlah, seharusnya seperti itu," tegasnya.
"KPU (Komisi Pemilihan Umum) memang harus melakukan perbaikan karena DPT (daftar pemilih tetap) harus akurat," kata pengajar mata kuliah Teori Partai Politik dan Sistem Pemilu itu di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Sabiq mengatakan bahwa hal itu kepada Antara terkait dengan rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang meminta KPU untuk memperpanjang waktu perbaikan DPTHP.
Menurut dia, revisi DPTHP sangat berpengaruh besar terhadap hal teknis seperti logistik pemilu, terutama yang berkaitan dengan penyediaan jumlah tempat pemungutan suara (TPS), kotak, dan bilik suara, serta pencetakan surat suara.
"Bahkan, perbaikan tersebut juga akan berpengaruh terhadap hal yang substansial, yakni hak konstitusional pemilih," katanya.
Jika ada pemilih yang telah meninggal dunia tetap terdaftar dalam DPTHP, dikhawatirkan akan dihitung sebagai pemilih yang tidak hadir ke TPS.
Selain itu, kata dia, dengan adanya revisi terhadap DPTHP bisa menghemat logistik pemilu.
Sebelumnya, anggota KPU Kabupaten Cilacap Ahmad Kholil mengatakan bahwa setelah penetapan DPTHP tersebut sebenarnya tidak ada lagi pencatatan data pemilih.
Menurut dia, pencatatan data pemilih itu baru akan ada lagi pada harip-H pencoblosan, yakni terhadap warga yang menggunakan hak pilihnya dengan berbekal kartu tanda penduduk elektronik.
"Akan tetapi, kemarin informasinya pada saat rekapitulasi DPT secara nasional di Jakarta, Bawaslu memberikan rekomendasi terhadap perbaikan. Hal lucu juga sebenarnya karena secara prinsip setelah ditetapkannya itu (DPT), harusnya cuma pemeliharaan, tidak ada lagi pencermatan dan sebagainya karena ini implikasinya terhadap pengadaan barang dan jasa yang erat kaitannya dengan anggaran," katanya.
Ia mengatakan bahwa proses yang memakan waktu cukup lama itu akan berimplikasi terhadap banyak hal karena pengadaan barang dan jasa ada temponya sehingga tidak bisa serta-merta, khususnya untuk pencetakan surat suara.
Dalam hal ini, kata dia, untuk melaksanakan lelang maupun penunjukan telah ditentukan tenggang waktu yang dibutuhkan.
"Minimal lelang itu `kan 30 hari kalau lelang terbuka. Harusnya berpikirnya sampai ke situ. Bagi yang meninggal atau pindah domisili setelah ditetapkannya daftar pemilih, ya, sudah, artinya cukup ditandai saja, tidak kemudian mengurangi jumlah, seharusnya seperti itu," tegasnya.
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Pengamat sebut usulan penundaan pemilu dikhawatirkan menggerus demokrasi
26 February 2022 5:28 WIB, 2022
Akademisi: Wacana penundaan Pemilu 2024 tak miliki urgensi yang jelas
12 January 2022 12:50 WIB, 2022
Akademisi sebut Jokowi-Ma'ruf Amin harus tingkatkan kepercayaan masyarakat
31 January 2020 16:40 WIB, 2020