Semarang (Antaranews Jateng) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Tengah Bambang Sadono menegaskan para nasabah Badan Kredit Kecamatan (BKK) Pringsurat, Kabupaten Temanggung, membutuhkan kepastian dari pemerintah atas nasib mereka.
     
"Sampai sekarang, belum ada aparat Pemerintah Provinsi Jateng maupun Pemerintah Kabupaten Temanggung yang mengumpulkan mereka (nasabah, red.) untuk diberi penjelasan," katanya di Semarang, Rabu.

Hal tersebut diungkapkan mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu saat kunjungan kerjanya terkait perbankan di Kantor Pusat Bank Jateng di Jalan Pemuda Semarang.

Dalam kunjungan kerjanya, anggota Komite IV DPD RI itu sekaligus juga mencari solusi terkait BKK Pringsurat atas rencana permintaan kepada Bank Jateng untuk memberikan dana talangan sebesar Rp107 miliar.

"Saya sudah mencoba mencari informasi ke Bank Jateng mengenai penyelesaian kasus BKK Temanggung. Informasi yang saya peroleh, perintah, permohonan, atau pelimpahan kerja sama secara resmi belum diterima oleh Bank Jateng," katanya.

Yang terpenting, kata dia, jika Pemprov Jateng sebagai pemilik BKK Pringsurat sudah menyampaikan perintah mengenai pemberian dana talangan itu maka Bank Jateng akan menindaklanjutinya secara cepat.

"Proses yang akan terjadi di Bank Jateng tidak akan terlalu lama. Pokoknya, begitu ada perintah akan bisa berlangsung dengan cepat," katanya.

Mengenai kegelisahan nasabah, Bambang mengingatkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk segera memberikan kepastian terhadap nasabah BKK Pringsurat yang sudah terlalu lama menunggu.

"Ketidakpastian itulah yang membuat mereka gelisah. Itulah yang mereka tunggu-tunggu. Mereka ketemu Bupati (Temanggung, red.) itu kalau demo, baru ditemui bupati," katanya.

Jadi, kata Bambang, selama ini tidak ada inisiatif, baik dari Pemkab Temanggung maupun Pemprov Jateng untuk mengumpulkan nasabah dan memberikan penjelasan atas langkah yang akan dilakukan.

Sebelumnya diwartakan, persoalan di BKK Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jateng, terjadi akibat dugaan korupsi yang dilakukan pimpinannya dengan kerugian mencapai Rp123 miliar.

 Dari hasil audit, diketahui sisa saldo yang tersisa di kas lembaga keuangan itu hanya Rp2,5 miliar.