Purwokerto (Antaranews Jateng) - Akademisi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, Edi Santoso menilai pemberitaan mengenai prostitusi daring (online) cenderung menempatkan perempuan sebagai objek.
"Hal itu tampak dari berita yang langsung berfokus pada sosok si aktris. Mulai dari fotonya, aktivitas selama ini, gaya hidupnya, semua diekspose sedemikian rupa," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman itu menyatakan semestinya banyak pilihan pembingkaian berita dari kasus tersebut. Misalnya, mengenai pengungkapan jaringan prostitusi daring itu sendiri.
"Akan tetapi yang saya simak, frame beritanya atau pembingkaian beritanya merupakan frame laki-laki. Menempatkan perempuan sebagai objek seksual. Cenderung seksis, memang," katanya.
Bagi laki-laki, kata dia, frame objek seksual memang menarik. "Ada kasus prostitusi, melibatkan artis, tarifnya selangit. Bahkan bisa saja, hanya dengan menampilkan foto cantik sang artis, imajinasi laki-laki sudah terbangkitkan. Ini yang lebih diafirmasi oleh media. Hasilnya, berita dengan low taste content (konten berselera rendah)," katanya.
Menurut dia, prostitusi adalah masalah sosial dan bukan tentang perempuan semata. "Perempuan hanya salah satu bagian yang terlibat. Ini jejaring, kalau dianalogikan pasar, kan ada produk, pembeli, sistem, dan lain sebagainya. Perempuan mungkin hanya mewakili satu bagian dari itu, tetapi mengapa menjadi pusat perhatian?," katanya.
Dia menambahkan dalam ilmu jurnalistik, ada istilah news value atau nilai berita. "Dan bahasan seksual sering disebut sebagai salah satu nilai berita yang tak ada matinya. Namun kasus ini mestinya dilihat secara lebih fundamental. Temukan akar masalahnya," katanya.
Sebelumnya, pemain sinetron Vannesa Angle ditangkap polisi dengan sangkaan terlibat dalam jaringan prostitusi daring di Surabaya. Peristiwa tersebut mendominasi pemberitaan di media daring dan medsos dengan berbagai sudut pemberitaan.