Forum Antikekerasan Seksual Jateng desak pengesahan RUU P-KS
Sabtu, 19 Januari 2019 17:24 WIB
Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jateng Nawal Nur Arofah (dua dari kiri), Koordinator Forum Antikekerasan Seksual Jateng Prof Agnes Widanti (paling kiri), dan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang Krisseptiana pada acara diskusi tentang RUU P-KS di Semarang, Sabtu. (Foto: Nur Istibsaroh)
Semarang (Antaranews Jateng) - Forum Antikekerasan Seksual Jawa Tengah mendesak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) dengan mengirim surat desakan kepada Presiden, Kementerian Perempuan, dan Panitia Kerja Komisi VIII DPR.
Surat desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut ditandatangani Prof Agnes Widanti selaku Koordinator Forum Antikekerasan Seksual Jateng serta stakeholder terkait di antaranya, Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jateng Nawal Nur Arofah yang juga istri Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang Krisseptiana yang juga istri Wali Kota Semarang, serta sejumlah lembaga pemerhati dan peduli perempuan, di Semarang, Sabtu.
Ketua BKOW Jateng Nawal Nur Arofah mengatakan desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diperlukan karena berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Jateng, masih banyaknya kasus kekerasan kepada perempuan.
"Tahun 2018 ada 331 perempuan yang mengalami kekerasan dan 246 di antaranya atau 79 persen yang mengalami kekerasan seksual," kata Nawal.
Pada tahun 2013 hingga tahun 2017, lanjut Nawal terdapat 11.044 korban atau setiap tahun terdapat 2.208 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual seperti perkosaan, eksploitasi seksual, dan pelecehan seksual.
Hambatan penanganan korban kekerasan seksual tersebut, lanjut Nawal, salah satunya karena lemahnya peraturan hukum yang melindungi hak-hak korban kekerasan seksual dan hukuman untuk pelaku yang masih sangat rendah.
Ketua Tim Pengerak PKK Kota Semarang Krisseptiana mengatakan selama ini dirinya melalui PKK serta organisasi di bawah PKK seperti Dawis di tingkat RT terus aktif melakukan edukasi mengenai dukungan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Agnes Widanti menambahkan bahwa RUU P-KS harus segera disahkan sehingga ada regulasi yang dapat melindungi semua kelompok masyarakat yang menjadi korban kekerasan seksual; regulasi yang dapat mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban.
Selain itu, dengan disahkannya RUU P-KS maka ada regulasi yang dapat menindak pelaku, mewujudkan lingkungan yang bebas kekerasan seksual, serta adanya larangan melakukan kekerasan seksual dalam bentuk apapun terhadap setiap orang tanpa memandang pilihan cara berpakaian korban, agama, ras, jenis kelamin, dan usia.
Penandatanganan surat desakan tersebut dilakukan pada acara diskusi yang diikuti juga oleh sejumlah anggota BKOW, anggota tim penggerak PKK, lembaga pemerhati dan peduli perempuan yang berlangsung di Kampus Unika Semarang.
Surat desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut ditandatangani Prof Agnes Widanti selaku Koordinator Forum Antikekerasan Seksual Jateng serta stakeholder terkait di antaranya, Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jateng Nawal Nur Arofah yang juga istri Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang Krisseptiana yang juga istri Wali Kota Semarang, serta sejumlah lembaga pemerhati dan peduli perempuan, di Semarang, Sabtu.
Ketua BKOW Jateng Nawal Nur Arofah mengatakan desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diperlukan karena berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Jateng, masih banyaknya kasus kekerasan kepada perempuan.
"Tahun 2018 ada 331 perempuan yang mengalami kekerasan dan 246 di antaranya atau 79 persen yang mengalami kekerasan seksual," kata Nawal.
Pada tahun 2013 hingga tahun 2017, lanjut Nawal terdapat 11.044 korban atau setiap tahun terdapat 2.208 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual seperti perkosaan, eksploitasi seksual, dan pelecehan seksual.
Hambatan penanganan korban kekerasan seksual tersebut, lanjut Nawal, salah satunya karena lemahnya peraturan hukum yang melindungi hak-hak korban kekerasan seksual dan hukuman untuk pelaku yang masih sangat rendah.
Ketua Tim Pengerak PKK Kota Semarang Krisseptiana mengatakan selama ini dirinya melalui PKK serta organisasi di bawah PKK seperti Dawis di tingkat RT terus aktif melakukan edukasi mengenai dukungan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Agnes Widanti menambahkan bahwa RUU P-KS harus segera disahkan sehingga ada regulasi yang dapat melindungi semua kelompok masyarakat yang menjadi korban kekerasan seksual; regulasi yang dapat mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban.
Selain itu, dengan disahkannya RUU P-KS maka ada regulasi yang dapat menindak pelaku, mewujudkan lingkungan yang bebas kekerasan seksual, serta adanya larangan melakukan kekerasan seksual dalam bentuk apapun terhadap setiap orang tanpa memandang pilihan cara berpakaian korban, agama, ras, jenis kelamin, dan usia.
Penandatanganan surat desakan tersebut dilakukan pada acara diskusi yang diikuti juga oleh sejumlah anggota BKOW, anggota tim penggerak PKK, lembaga pemerhati dan peduli perempuan yang berlangsung di Kampus Unika Semarang.
Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024