OJK: Industri fintech di Indonesia berkembang pesat
Senin, 26 Agustus 2019 18:55 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat memberikan keterangan kepada wartawan di Surakarta, Senin (26/8/2019) (Foto: Aris Wasita)
Solo (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri "financial technology" atau teknologi finansial di Indonesia berkembang pesat selama dua tahun terakhir karena makin luasnya segmentasi pasar sektor keuangan tersebut.
"Terdapat 127 platform pinjaman berbasis 'online' (daring, red) yang terdaftar di OJK hingga awal bulan Agustus 2019," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso di Solo, Senin.
Ia mengatakan dari sisi jumlah peminjam sudah mencapai lebih dari 9,7 juta rekening per bulan Juni 2019. Sedangkan total pinjaman yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp44,8 triliun.
Berdasarkan data, dikatakannya, secara "year to date" ada pertumbuhan sebesar Rp22,14 triliun untuk total pinjaman. Sedangkan jumlah peminjam ada pertumbuhan sekitar 5,3 juta rekening.
Ia mengatakan perkembangan industri "fintech" tidak dapat dibendung dan memiliki tren yang terus meningkat ke depannya. Menurut dia, "fintech" merupakan jawaban untuk kebutuhan memenuhi kesenjangan pendanaan sebagai alternatif dari pinjaman tradisional yang ditawarkan lembaga keuangan formal yang sudah ada.
"Kondisi ini karena 'fintech' dapat melayani masyarakat yang tergolong 'unbanked' atau tidak 'bankable'. Selain itu, 'fintech' juga dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang tidak dilayani oleh lembaga keuangan formal dengan biaya yang rendah," katanya.
Meski demikian, untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan melindungi kepentingan nasabah penggunanya, pihaknya tetap membangun pengaturan dan pengawasan terhadap "fintech". Ia mengatakan salah satunya adalah mendorong transparansi dalam penyelenggaraan usaha "fintech".
"Dengan transparansi ini masyarakat akan mendapatkan informasi yang benar, lengkap, dan akurat untuk pemenuhan aspek perlindungan konsumen," katanya.
Selain itu, pihaknya juga berupaya mendorong penyelenggaraan usaha "fintech" yang stabil dalam jangka panjang. Dengan demikian, diharapkannya, "fintech" dapat menerapkan tata kelola yang lebih baik.
"Kami juga mendorong mewujudkan 'smooth transition' dalam persaingan untuk memitigasi distorsi dari kehadiran industri 'fintech' yang begitu pesat," katanya.
Baca juga: OJK sebut sektor kredit masih jadi PR Solo
Baca juga: OJK: Perlindungan data konsumen jadi PR
"Terdapat 127 platform pinjaman berbasis 'online' (daring, red) yang terdaftar di OJK hingga awal bulan Agustus 2019," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso di Solo, Senin.
Ia mengatakan dari sisi jumlah peminjam sudah mencapai lebih dari 9,7 juta rekening per bulan Juni 2019. Sedangkan total pinjaman yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp44,8 triliun.
Berdasarkan data, dikatakannya, secara "year to date" ada pertumbuhan sebesar Rp22,14 triliun untuk total pinjaman. Sedangkan jumlah peminjam ada pertumbuhan sekitar 5,3 juta rekening.
Ia mengatakan perkembangan industri "fintech" tidak dapat dibendung dan memiliki tren yang terus meningkat ke depannya. Menurut dia, "fintech" merupakan jawaban untuk kebutuhan memenuhi kesenjangan pendanaan sebagai alternatif dari pinjaman tradisional yang ditawarkan lembaga keuangan formal yang sudah ada.
"Kondisi ini karena 'fintech' dapat melayani masyarakat yang tergolong 'unbanked' atau tidak 'bankable'. Selain itu, 'fintech' juga dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang tidak dilayani oleh lembaga keuangan formal dengan biaya yang rendah," katanya.
Meski demikian, untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan melindungi kepentingan nasabah penggunanya, pihaknya tetap membangun pengaturan dan pengawasan terhadap "fintech". Ia mengatakan salah satunya adalah mendorong transparansi dalam penyelenggaraan usaha "fintech".
"Dengan transparansi ini masyarakat akan mendapatkan informasi yang benar, lengkap, dan akurat untuk pemenuhan aspek perlindungan konsumen," katanya.
Selain itu, pihaknya juga berupaya mendorong penyelenggaraan usaha "fintech" yang stabil dalam jangka panjang. Dengan demikian, diharapkannya, "fintech" dapat menerapkan tata kelola yang lebih baik.
"Kami juga mendorong mewujudkan 'smooth transition' dalam persaingan untuk memitigasi distorsi dari kehadiran industri 'fintech' yang begitu pesat," katanya.
Baca juga: OJK sebut sektor kredit masih jadi PR Solo
Baca juga: OJK: Perlindungan data konsumen jadi PR
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
OJK tutup 425 penyelenggara investasi dan 1.500 "fintech lending" ilegal
27 September 2021 12:53 WIB, 2021
UNS Fintech Center hadir pertama kali di perguruan tinggi di Indonesia
12 March 2020 13:52 WIB, 2020