Guru Besar Hukum Universitas Borobudur sebut Perpu KPK tidak diperlukan
Jumat, 4 Oktober 2019 21:49 WIB
Guru Besar Hukum Universitas Borobudur Jakarta Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M. ANTARA/dokumentasi pribadi
Semarang (ANTARA) - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpu KPK) tidak diperlukan, kata Guru Besar Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago.
"Perpu KPK tidak diperlukan, dan sudah selayaknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi direvisi karena sudah tidak relevan lagi antara kondisi tahun 2002 dan 2019," kata Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M. kepada ANTARA di Semarang, Jumat malam.
Menurut Prof. Faisal Santiago, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tidak diperlukan karena tidak ada yang sifatnya genting atau mendesak serta tidak ada kekosongan hukum untuk dikeluarkannya perpu.
Seandainya ada para pihak yang tidak berkenan dengan adanya UU KPK, dia menyarankan agar mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga yudikatif ini baru menerima uji materi UU KPK terhadap UUD NRI Tahun 1945, kata Faisal Santiago, setelah undang-undang tersebut masuk Lembaran Negara.
"Jadi, ada mekanismenya. Itulah gambaran kita sebagai negara hukum," kata Prof. Faisal Santiago ketika merespons pro dan kontra perlunya perpu menyusul aksi massa yang mendesak Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perpu KPK.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. menyarankan agar masyarakat yang menolak UU KPK mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi daripada turun ke jalan.
Baca juga: Moeldoko: Perppu KPK itu buah simalakama
Baca juga: Presiden Jokowi tidak akan buru-buru terbitkan Perppu KPK
Baca juga: Jadi anggota DPR, Yasona minta Presiden tidak terbitkan Perppu KPK
"Perpu KPK tidak diperlukan, dan sudah selayaknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi direvisi karena sudah tidak relevan lagi antara kondisi tahun 2002 dan 2019," kata Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M. kepada ANTARA di Semarang, Jumat malam.
Menurut Prof. Faisal Santiago, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tidak diperlukan karena tidak ada yang sifatnya genting atau mendesak serta tidak ada kekosongan hukum untuk dikeluarkannya perpu.
Seandainya ada para pihak yang tidak berkenan dengan adanya UU KPK, dia menyarankan agar mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga yudikatif ini baru menerima uji materi UU KPK terhadap UUD NRI Tahun 1945, kata Faisal Santiago, setelah undang-undang tersebut masuk Lembaran Negara.
"Jadi, ada mekanismenya. Itulah gambaran kita sebagai negara hukum," kata Prof. Faisal Santiago ketika merespons pro dan kontra perlunya perpu menyusul aksi massa yang mendesak Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perpu KPK.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. menyarankan agar masyarakat yang menolak UU KPK mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi daripada turun ke jalan.
Baca juga: Moeldoko: Perppu KPK itu buah simalakama
Baca juga: Presiden Jokowi tidak akan buru-buru terbitkan Perppu KPK
Baca juga: Jadi anggota DPR, Yasona minta Presiden tidak terbitkan Perppu KPK
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Desa Jatilor, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan ditetapkan KPK RI sebagai desa percontohan Antikorupsi
04 December 2024 12:43 WIB
Menteri Agama laporkan barang gratifikasi ke KPK: wujud komitmen good governance
26 November 2024 17:02 WIB
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Penyidikan kasus penipuan penerimaan bintara di Polres Pemalang menunggu berkas lengkap
03 January 2025 21:10 WIB