"Panembahan Reso" pertama kali dipentaskan oleh Bengkel Teater Rendra pada 26 dan 27 Agustus 1986 sebagai kritik WS Rendra terhadap praktik kekuasaan Orde Baru yang represif.
Produser "Panembahan Reso" Auri Jaya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa meski telah berselang 34 tahun cerita drama tersebut masih sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
"Karya ini masih sangat relevan dengan situasi saat ini, karya ini adalah hasil dari sebuah kesaksian seorang Rendra sebagai seniman, yang saat itu tidak diuntungkan dalam situasi politik hari itu," kata Auri.
Baca juga: Rizal Ramli bilang saatnya karya WS Rendra diabadikan dalam museum
Auri menyebut "Panembahan Reso" sebagai drama watak yang mencakup penghayatan makna.
Sutradara "Panembahan Reso" Hanindawan mengatakan bahwa dalam pementasan kali ini drama tersebut akan dibawakan dalam durasi tiga jam, lebih singkat dibandingkan dengan pertunjukan versi aslinya yang sepanjang tujuh jam.
"Meski diperpendek, tidak ada satu karakter pun yang dipotong, substansinya tidak hilang, struktur cerita juga tidak ada yang hilang," kata dia.
Pemendekan durasi pertunjukan, menurut dia, ditujukan untuk menjaga penonton agar tidak jenuh mengingat pementasan itu membidik penonton muda.
Pertunjukan itu melibatkan pemain dari Solo, Yogyakarta, dan Jakarta. Persiapannya dilakukan sejak Mei 2019.
Hanindawan mengatakan, "Panembahan Reso" merupakan cerita klasik dari Rendra yang strukturnya jelas. Drama itu, ia melanjutkan, menceritakan cara-cara orang untuk mendapatkan kekuasaan dengan berbagai intriknya.
"Sebagai orang penuh ambisi, dia rela melakukan apa saja demi mencapai kekuasaan meski dengan cara membunuh atau mencelakakan orang lain," kata dia.
Baca juga: Clara Sinta akan terbitkan antologi puisi WS Rendra