Mataram (ANTARA) - Suparman Bahri alias Supar (30) tega membunuh ibu angkatnya demi merebut uang bantuan/stimulan pembangunan rumah bagi korban gempa sebesar Rp50 juta.

Atas perbuatan sadisnya tersebut, Suparman divonis pidana 20 tahun penjara.

Vonis hukuman itu diberikan Majelis Hakim yang dipimpin Anak Agung Ngurah Rajendra pada sidang putusannya pada Pengadilan Negeri Mataram, Kamis siang.

"Dengan ini menjatuhkan pidana selama 20 tahun penjara dikurangi pidana selama terdakwa dalam tahanan," kata Ngurah Rajendra.

Baca juga: ZH sempat tidur 3 jam dengan jenazah hakim Jamaluddin sebelum membuangnya

Vonis hukuman untuk Suparman diberikan karena terbukti secara sah dan bersalah telah melakukan pencurian dengan kekerasan yang dilakukan pada malam hari bersama dua orang atau lebih hingga mengakibatkan ibu angkatnya meninggal dunia.

Pembuktian bersalahnya sesuai dengan pidana dalam dakwaan alternatif ketiga yang menyatakan bahwa Suparman melanggar Pasal 365 Ayat 4 KUHP.

Sedangkan dua terdakwa lainnya yang merupakan saudara angkat Suparman, yakni Sopiandi alias Pian dan Iswanto alias Anto turut dinyatakan melanggar hukum pidana dengan pasal serupa.

Namun untuk vonis kepada kedua terdakwa, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana yang setimpal dengan peran dan keterlibatannya dalam aksi pembunuhan tersebut.

Baca juga: Kasus pembantaian satu keluarga mulai disidangkan di PN Banyumas

Untuk Sopiandi yang turut serta membantu Supar mengeksekusi ibu tirinya di dalam rumah, divonis pidana hukuman 15 tahun penjara.

Sedangkan untuk Anto yang berperan mengawasi dari pintu gerbang rumah korban, divonis pidana hukuman tiga tahun penjara.

Suparman yang sebenarnya bukan anak kandung korban, sebenarnya sudah dianggap seperti anak kandungnya. Dalam aksi tersebut, Suparman disebut sebagai otak dari pembunhan tersebut.

Ibu angkatnya merupakan pengusaha gula di wilayah Kekeri, Kabupaten Lombok Barat. Suparman nekat melakukan kejahatan sadis itu dengan motif ingin merebut uang stimulan pembangunan rumah korban gempa senilai Rp50 juta.

Bersama kedua terdakwa adik-kakak asal Lombok Timur itu, Suparman yang gagal mendapatkan uang tersebut dan akhirnya membunuh korban.

Menurut hasil visum RS Bhayangkara Mataram, korban meninggal akibat pembuluh darah besar pada bagian leher kanan kirinya putus hingga menyebabkan pendarahan hebat.

Suparman bersama Pian mengeksekusi korban pada awal Mei 2019 di waktu malam hari, dengan cara melayangkan parang ke leher korban yang ketika itu sedang tertidur pulas.