Gugatan RCTI soal siaran berbasis internet ditolak
Kamis, 14 Januari 2021 15:12 WIB
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj. ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diajukan PT Visi Citra Mulia (Inews TV) dan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) terkait siaran berbasis internet.
Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara daring di Jakarta, Kamis, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan internet bukan media atau transmisi pemancarluasan siaran.
Mahkamah Konstitusi menilai media lainnya yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran bukanlah internet.
Diketahui Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran selengkapnya berbunyi "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran".
"Ketidaksamaan karakter antara penyiaran konvensional dengan penyiaran yang berbasis internet tersebut tidak berkorelasi dengan persoalan diskriminasi yang menurut para pemohon disebabkan oleh adanya multitafsir pengertian atau definisi penyiaran," ujar Arief Hidayat membacakan pertimbangan.
Ia menuturkan layanan over the top (OTT/berbasis di jaringan internet) tidak dapat disamakan dengan penyiaran hanya dengan cara menambah rumusan pengertian dengan frasa baru. Memasukkan begitu saja penyelenggaraan penyiaran berbasis internet ke rumusan pengertian atau definisi penyiaran tanpa perlu mengubah secara keseluruhan undang-undang dikatakannya justru akan menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum.
Dengan ditolaknya permohonan itu, masyarakat tetap dapat memanfaatkan fitur siaran sejumlah media sosial.
Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara daring di Jakarta, Kamis, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan internet bukan media atau transmisi pemancarluasan siaran.
Mahkamah Konstitusi menilai media lainnya yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran bukanlah internet.
Diketahui Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran selengkapnya berbunyi "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran".
"Ketidaksamaan karakter antara penyiaran konvensional dengan penyiaran yang berbasis internet tersebut tidak berkorelasi dengan persoalan diskriminasi yang menurut para pemohon disebabkan oleh adanya multitafsir pengertian atau definisi penyiaran," ujar Arief Hidayat membacakan pertimbangan.
Ia menuturkan layanan over the top (OTT/berbasis di jaringan internet) tidak dapat disamakan dengan penyiaran hanya dengan cara menambah rumusan pengertian dengan frasa baru. Memasukkan begitu saja penyelenggaraan penyiaran berbasis internet ke rumusan pengertian atau definisi penyiaran tanpa perlu mengubah secara keseluruhan undang-undang dikatakannya justru akan menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum.
Dengan ditolaknya permohonan itu, masyarakat tetap dapat memanfaatkan fitur siaran sejumlah media sosial.
Pewarta : Dyah Dwi Astuti
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Pemprov Jateng ajak media penyiaran ikut mengedukasi pemilu bermartabat
23 November 2023 7:20 WIB, 2023
Radio Magelang FM raih penghargaan Anugerah Penyiaran dari KPID Jateng 2023
21 November 2023 7:58 WIB, 2023
KPI putuskan tayangan azan yang tampilkan Ganjar Pranowo bukan pelanggaran
14 September 2023 15:41 WIB, 2023
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Polres Batang tangkap Saddam Hussen, diduga jaringan narkoba internasional
22 December 2024 17:08 WIB