Semarang (ANTARA) - Idulfitri 1442 Hijriah tinggal menghitung hari untuk segera dinikmati. Namun, menjelang hari-H, kita dihadapkan pada hiruk pikuk pemberitaan mengenai arus mudik yang masih saja terjadi meskipun pemerintah telah melarangnya. Bahkan, untuk menegakkan regulasi tersebut, semua pihak telah bergerak bersama melakukan sosialisasi, penyekatan, hingga bertindak tegas meminta pemudik balik kanan saat kedapatan di pos penyekatan. 

Kebijakan pemerintah mengenai larangan mudik 2021 memang ampuh bagi jajaran aparat pemerintahan, seperti ASN, pegawai BUMD, BUMN, TNI, dan Polri karena adanya ancaman surat peringatan hingga instansi tempat bekerja tidak akan menanggung pengobatan jika pegawai yang bersangkutan tertular dan terkena COVID-19. 

Namun, sayang bagi masyarakat umum, masih ditemui fenomena masyarakat yang tetap nekat mudik dengan berbagai cara. Ada yang menyelinap di bak belakang truk tertutup terpal, mengunakan sepeda motor melalui jalan tikus, juga ada yang nekat menggunakan motor angin berhari-hari untuk mencapai kampung halaman. 

Mudik Lebaran dengan alasan kerinduan kepada orang tua dan kampung halaman menjadi ritual tahunan yang selalu dilakukan para perantau. Dahulu mudik adalah hal biasa. Kini, pada zaman pandemik COVID-19, mudik jadi luar biasa yang bisa menyebabkan "tsunami" penyebaran penularan dan penambahan jumlah penderita. Desa dan kampung tujuan mudik akan menjadi "kantong baru" penyebaran COVID-19 yang bukan tidak mungkin berujung pada kematian. 

Namun, masih saja ada masyarakat yang tidak ngeh dan peduli akan bahaya penyebaran COVID-19 akibat mudik. Ini juga disebabkan adanya informasi yang berubah-ubah terkait dengan larangan mudik yang membingungkan dan cenderung memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mudik. Berawal dari larangan mudik, diperbolehkannya mudik dengan batasan aglomerasi atau kota-kota yang tergabung dalam kawasan tertentu. Belum lagi informasi mudik dilarang tetapi berwisata diperbolehkan. Namun, kemudian kembali berubah mudik lokal pun dilarang dan ada penyekatan bagi para pemudik, serta perubahan mengenai aturan berwisata. 

Terlepas dari kurang lebihnya regulasi, harus muncul kesadaran masyarakat akan bahayanya mudik terhadap penyebaran dan penularan COVID-19 di desa dan kampung tujuan mudik. Mudik akan menjadi media efektif penularan dan penyebaran COVID-19. Mudik akan membawa kesakitan dan kematian. Mudik akan membuat desa dan kampung menjadi episentrum baru penderita COVID-19. Tentu ini semua tidak kita harapkan.

Impian semua orang terus dalam keadaan sehat tidak terkena COVID-19 sehingga dapat menikmati Lebaran dengan aman dan nyaman. Aman bagi diri sendiri serta orang-orang di sekitar kita, agar kita dapat bertemu dengan lebaran-lebaran yang akan datang. Tidak mudik, Lebaran aman dan bebas COVID-19.

Baca juga: ACT Purwokerto salurkan bantuan bagi warga terdampak larangan mudik

Baca juga: Rerie: Pola komunikasi pengendalian COVID-19 harus diperbaiki