LSM asal Jerman di Indonesia siapkan program tanam 100 juta pohon
Sabtu, 29 Mei 2021 19:17 WIB
Charles Iwan Tanaka selaku "Timber Value Chain Officer Fairventures Worldwide", (kiri) bersama Owen James selaku "Business Development Director" "Fairventures Social Forestry" (kanan) saat memberikan ketersangan di penghadiri acara Munaslub "Indonesian Lightwood Association" (ILWA), di Hotel Best Western Solo Baru Sukoharjo, Sabtu.(29-5-2021). ANTARA/Bambang Dwi Marwoto
Sukoharjo (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asal Jerman di Indonesia "Fairventures" menyiapkan program tanam 100 juta pohon di daerah yang lahannya terdegradasi akibat perubahan iklim.
"Program penamanan satu juta pohon di Kalimantan sudah dimulai sejak 2015 dan baru berakhir pada 2019, dan kini memasuki program penamanan 100 juta pohon di Indonesia," kata Charles Iwan Tanaka selaku "Timber Value Chain Officer Fairventures Worldwide", usai penghadiri acara Munaslub "Indonesian Lightwood Association" (ILWA), di Hotel Best Western Solo Baru Sukoharjo, Sabtu.
Charles Iwan Tanaka mengatakan sebenarnya Fairventures Worldwide merupakan NGO/LSM asal Jerman. Mereka sudah tahu jika Indonesia dieksploitasi sekian tahun terutama di Pulau Kalimantan hasil kayunya dan lahannya terdegradasi.
Charles menjelaskan Fairventures peduli dengan perubahan iklim yang disebabkan dampak penggundulan hutan. Hal ini, tidak bisa diselamatkan jika tidak ada penanaman kembali. Sehingga, Fairventures Worldwide asal Jerman ini, datang untuk menginisiasi program penanaman pohon, tetapi yang dipilih pohon yang mempunyai nilai ekonomis.
"Mereka mempelajari bahwa di daratan Eropa, pohon-pohon tumbuh rata-rata di atas 20 tahun ke atas, baru bisa dipanen karena dampak musimnya, kata Charles.
Indonesia mempunyai suatu kelebihan tidak ada musim dingin, kata dia, sehingga pohon bisa tumbuh besar dengan cepat terutama jenis sengon dan jabon. Hal ini, yang dikenalkan ke masyarakat di Pulau Kalimantan, karena mempunyai nilai ekonomis dipanen dan masyarakat akan mendapatkan keuntungan dari hasilnya.
"Jadi, kami selain penanaman juga mengedukasi masyarakat supaya mereka bisa menghidupi sendiri dengan kegiatan yang tidak merusak hutan. Jadi masyarakat menanam bukan menebang, lalu hasilnya dijual ke industri," katanya.
Menurut dia, industrinya sudah ada di Pulau Jawa, dan mereka membutuhkan material atau bahan baku suplay yang bagus dengan berkelanjutan yang baik. Hal ini, sinergi yang strategis dengan pelaku industri ke depan.
"Kami menanam satu juta pohon masih fokus di dua kabupaten yakni Gunung Mas dan Kakingan di Kalimantan Tengah. Karena, dari satelit yang menangkap daerah itu, lahan degradasinya cukup banyak dan cukup parah." katanya.
"Kami dari hasil penanaman di Kalimantan normalnya dengan waktu usia tujuh tahun sudah bisa mengirimkan bahan baku kayu ringan ke Pulau Jawa," katanya.
Program penanaman tersebut, kata dia, akan berkembang ke lahan gambut tentunya pohonnya berbeda, yakni jenis jelutung yang paling cocok untuk lahan itu.
"Kami memberdayakan masyarakat setempat dengan memberikan benihnya, memberikan pelatihan, dan apa kesulitannya dalam pengembangan tanaman itu, untuk memberikan dukungan mereka," katanya.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan bekerja sama Indonesian Lightwood Association (ILWA) informasinya akan ada 1,2 juta hektare lahan terdegradasi yang bisa ditanami. Hal ini,menjadi target kami lahan terdegradasi itu masuk program tanam 100 juta pohon.
Untuk bisa memenuhi kebutuhan di industri di Jawa harus bisa menanami lahan seluas 180.000 pohon supaya Industri di jawa bisa produksi bersinambungan yang baik dan harganya bisa stabil tidak naik turun. Satu juta bibit itu, masih kecil hanya lahan seluas 1.000 ha saja.
"Kami akan memperluas lagi hingga tanam 100 juta pohon dan kemungkinan akan lebih banyak lagi dan salah satu targetnya juga di Pulau Jawa dan Kalimantan," katanya.
Owen James selaku "Business Development Director" "Fairventures Social Forestry" mengatakan Fairventures memilih Indonesia sebagai lahan penghijauan untuk perbaikan iklim, karena isu lingkungan hidup di negara ini.
Selain itu, kata Owen, kemungkinan karena sudah ada kerja sama tingkat tinggi dengan Indonesia sehingga ingin membantu negara ini salah dipilih menjadi program reboisasi ini.
"Indonesia istimewa karena usia tujuh tahun tanaman pohon sudah bisa dipanen untuk mendukung industri dan hal ini, tidak mungkin terjadi di negara-negara Eropa karena mempunyai cuaca yang dingin," katanya.
Baca juga: RPJMD Jawa Tengah bakal direvisi percepat investasi
Baca juga: Ganjar apresiasi perjalanan investasi KCC Glass di KIT Batang
"Program penamanan satu juta pohon di Kalimantan sudah dimulai sejak 2015 dan baru berakhir pada 2019, dan kini memasuki program penamanan 100 juta pohon di Indonesia," kata Charles Iwan Tanaka selaku "Timber Value Chain Officer Fairventures Worldwide", usai penghadiri acara Munaslub "Indonesian Lightwood Association" (ILWA), di Hotel Best Western Solo Baru Sukoharjo, Sabtu.
Charles Iwan Tanaka mengatakan sebenarnya Fairventures Worldwide merupakan NGO/LSM asal Jerman. Mereka sudah tahu jika Indonesia dieksploitasi sekian tahun terutama di Pulau Kalimantan hasil kayunya dan lahannya terdegradasi.
Charles menjelaskan Fairventures peduli dengan perubahan iklim yang disebabkan dampak penggundulan hutan. Hal ini, tidak bisa diselamatkan jika tidak ada penanaman kembali. Sehingga, Fairventures Worldwide asal Jerman ini, datang untuk menginisiasi program penanaman pohon, tetapi yang dipilih pohon yang mempunyai nilai ekonomis.
"Mereka mempelajari bahwa di daratan Eropa, pohon-pohon tumbuh rata-rata di atas 20 tahun ke atas, baru bisa dipanen karena dampak musimnya, kata Charles.
Indonesia mempunyai suatu kelebihan tidak ada musim dingin, kata dia, sehingga pohon bisa tumbuh besar dengan cepat terutama jenis sengon dan jabon. Hal ini, yang dikenalkan ke masyarakat di Pulau Kalimantan, karena mempunyai nilai ekonomis dipanen dan masyarakat akan mendapatkan keuntungan dari hasilnya.
"Jadi, kami selain penanaman juga mengedukasi masyarakat supaya mereka bisa menghidupi sendiri dengan kegiatan yang tidak merusak hutan. Jadi masyarakat menanam bukan menebang, lalu hasilnya dijual ke industri," katanya.
Menurut dia, industrinya sudah ada di Pulau Jawa, dan mereka membutuhkan material atau bahan baku suplay yang bagus dengan berkelanjutan yang baik. Hal ini, sinergi yang strategis dengan pelaku industri ke depan.
"Kami menanam satu juta pohon masih fokus di dua kabupaten yakni Gunung Mas dan Kakingan di Kalimantan Tengah. Karena, dari satelit yang menangkap daerah itu, lahan degradasinya cukup banyak dan cukup parah." katanya.
"Kami dari hasil penanaman di Kalimantan normalnya dengan waktu usia tujuh tahun sudah bisa mengirimkan bahan baku kayu ringan ke Pulau Jawa," katanya.
Program penanaman tersebut, kata dia, akan berkembang ke lahan gambut tentunya pohonnya berbeda, yakni jenis jelutung yang paling cocok untuk lahan itu.
"Kami memberdayakan masyarakat setempat dengan memberikan benihnya, memberikan pelatihan, dan apa kesulitannya dalam pengembangan tanaman itu, untuk memberikan dukungan mereka," katanya.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan bekerja sama Indonesian Lightwood Association (ILWA) informasinya akan ada 1,2 juta hektare lahan terdegradasi yang bisa ditanami. Hal ini,menjadi target kami lahan terdegradasi itu masuk program tanam 100 juta pohon.
Untuk bisa memenuhi kebutuhan di industri di Jawa harus bisa menanami lahan seluas 180.000 pohon supaya Industri di jawa bisa produksi bersinambungan yang baik dan harganya bisa stabil tidak naik turun. Satu juta bibit itu, masih kecil hanya lahan seluas 1.000 ha saja.
"Kami akan memperluas lagi hingga tanam 100 juta pohon dan kemungkinan akan lebih banyak lagi dan salah satu targetnya juga di Pulau Jawa dan Kalimantan," katanya.
Owen James selaku "Business Development Director" "Fairventures Social Forestry" mengatakan Fairventures memilih Indonesia sebagai lahan penghijauan untuk perbaikan iklim, karena isu lingkungan hidup di negara ini.
Selain itu, kata Owen, kemungkinan karena sudah ada kerja sama tingkat tinggi dengan Indonesia sehingga ingin membantu negara ini salah dipilih menjadi program reboisasi ini.
"Indonesia istimewa karena usia tujuh tahun tanaman pohon sudah bisa dipanen untuk mendukung industri dan hal ini, tidak mungkin terjadi di negara-negara Eropa karena mempunyai cuaca yang dingin," katanya.
Baca juga: RPJMD Jawa Tengah bakal direvisi percepat investasi
Baca juga: Ganjar apresiasi perjalanan investasi KCC Glass di KIT Batang
Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Peneliti RI di Jerman ungkap temuan kunci masa depan sistem pangan nasional
17 October 2024 19:48 WIB
Dugaan TPPO mahasiswa magang di Jerman, Udinus Semarang sempat kirim 12 mahasiswa
29 March 2024 6:55 WIB
Kemenag-LPDP kembali kirim delegasi pesantren penerima beasiswa non-degree ke Jerman
28 February 2024 11:26 WIB