KPK amankan dokumen dan alat elektronik terkait kasus korupsi di Banjarnegara

Selasa, 12 Oktober 2021 11:04 WIB
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. ANTARA/HO-Humas KPK
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan barang bukti berupa dokumen dan alat elektronik dari penggeledahan tujuh lokasi berbeda di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan di Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.

KPK telah menetapkan dua tersangka terkait kasus tersebut, yaitu Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) dan Kedy Afandi (KA) yang merupakan orang kepercayaan Budhi.

"Dari seluruh tempat dan lokasi tersebut, tim penyidik menemukan dan mengamankan berbagai bukti di antaranya dokumen dan alat elektronik yang diduga terkait dengan perkara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK dalami pengetahuan tiga saksi soal peran BS atur lelang proyek

Pada Senin (11/10), tim penyidik KPK menggeledah tiga lokasi, yaitu Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Banjarnegara, ruang unit kerja pengadaan barang dan jasa (UKPBJ), dan rumah kediaman dari pihak terkait di Kelurahan Parakancanggah, Kabupaten Banjarnegara.

Sebelumnya pada Sabtu (9/10), tim penyidik KPK juga telah menggeledah empat lokasi, yakni rumah kediaman dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara yang berada di Temanggungan Kalipelus, Bandingan Rakit, Desa Parakancanggah, dan Desa Twelagiri.

Ali mengatakan bukti-bukti yang diamankan tersebut akan dianalisa mendalam dan segera disita untuk menjadi bagian kelengkapan berkas perkara tersangka Budhi dan kawan-kawan.

KPK telah menetapkan Budhi dan Kedy sebagai tersangka pada 3 September 2021.

Baca juga: KPK panggil lima saksi kasus korupsi Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy memimpin rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara.

Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen "fee" sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan diantaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu. Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen "fee" dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.

Baca juga: KPK dalami pengaturan kontraktor dimenangkan proyek di Banjarnegara

Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur diantaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.

Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam Grup Bumi Rejo.

Penerimaan komitmen "fee" senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.

KPK menduga Budhi telah menerima komitmen "fee" atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar.

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024

Terkait