Magelang (ANTARA) - Satu data telah menjadi highlight dan fokus perbincangan di berbagai lini sejak awal tahun 2019, setelah hadirnya regulasi Satu Data Indonesia (SDI). Awareness badan publik kemudian mulai tergugah dan tergerak berkomitmen mewujudkan hal tersebut.

Skala internasional saat ini pun juga sedang marak inisiasi perumusan Data Gaps Initiative (DGI). Fase pertama DGI diluncurkan Oktober 2009 yang berfokus pada pengumpulan data risiko sektor keuangan, koneksi jaringan keuangan internasional, kerentanan ekonomi domestik, dan komunikasi statistik. Sementara fase kedua DGI diluncurkan pada September 2015.

Inisatif DGI muncul setelah fenomena krisis keuangan global di tahun 2007-2008. Keterpurukan saat itu menyadarkan berbagai praktisi dunia akan perlunya data dan informasi yang tepat waktu dan akurat untuk pemetaan kebijakan termasuk bagi pelaku pasar dalam mendevelop respons yang efektif dan efisien atas situasi krisis.

Tantangan
Pengambilan kebijakan berbasis data dan analitis di tengah digitalisasi menjadi tantangan baru yang dituntut dapat terlaksana optimal di area pemerintahan sebagai bagian dari faktor kepuasan publik terhadap layanan dan fasilitasi pembangunan.

Perjalanan menuju satu data rupanya cukup menantang, terlebih karena dinamika disrupsi teknologi dan meroketnya era digitalisasi yang terjadi saat ini. Bahkan beberapa waktu lalu sempat muncul isu potensi datakrasi dalam kancah kebijakan politik, karena tajamnya laju digitalisasi yang memungkinkan peletakan peran data dan Artificial Intelligence (AI) sebagai kekuatan sentral dalam sistem politik demokrasi.

Penguasaan teknologi dan kompleksitas data yang akurat tentunya harus menjadi sumber daya utama yang mendasari perumusan berbagai keputusan strategis. Problematika muncul kembali saat ternyata tidak semua produsen data memiliki penguasaan teknologi yang baik dan tidak memahami struktur data. Hal tersebut cukup menghambat perwujudan satu data dan penyediaan analisis lintas sektor yang berkualitas untuk pendukung penetapan kebijakan.

Analisis data tentunya diperlukan tidak hanya di kalangan pemerintahan, tetapi dengan maraknya digitalisasi ekonomi, para pelaku usaha bahkan di level UMKM pun memerlukan data-data dasar khususnya perubahan perilaku dan preferensi konsumen yang dapat dianalisis untuk membentuk strategi bisnis, memperluas pangsa pasar, dan diversifikasi produk.

Satu Data
Penciptaan satu data dan evidence and analytic-based policy membutuhkan data real-time serta data granular yang komprehensif. Di samping itu dibutuhkan arsitektur data yang kuat, manajemen keamanan dan ketahanan siber, kelembagaan pengelolaan satu data dan regulasi yang jelas.

Saat ini, tidak lagi jamannya mendiseminasi data parsial yang terkadang melahirkan bias bagi pengguna data. Sudah saatnya diterapkan pengelolaan data yang terintegrasi dan akuntabel untuk melahirkan keputusan yang cepat dan efektif. Implementasi big data juga dapat diupayakan secara terarah agar mampu menyediakan informasi yang mewakili potret nyata kondisi berbagai bidang pembangunan secara keseluruhan.

Pemerintah harus meletakkan data sebagai jantung pembangunan, harus mampu membangun basis data, dan menyebarluaskan statistik yang representatif, tepat waktu, terintegrasi serta berkualitas tinggi.

Sumber daya seperti statistisi, pemrogram komputer dan perencana memainkan peran utama dalam mengidentifikasi kebutuhan data serta meminimalisir duplikasi data, sehingga kompilasi data menjadi valid. Selanjutnya perluasan data dan pemanfaatan metodologi baru untuk meningkatkan kualitas analisis juga harus diupayakan agar informasi yang disampaikan ke publik tidak hanya bersifat statis.

Investasi
Perlu diingat bahwa data adalah investasi dan sudah sepatutnya pemerintah mulai melirik investasi potensial ini tanpa ragu. Investasi cerdas terhadap data memerlukan berbagai faktor pendukung di antaranya yang terpenting adalah komitmen pimpinan.

Faktor lainnya yakni kolaborasi antarlembaga/instansi dan ego sektoral sudah harus dihilangkan demi kepentingan yang lebih luas. Sharing knowledge atas praktik baik jangan pelit dibagikan dan yang tak kalah penting adalah mobilisasi sumber daya baik manusia maupun keuangan.

Peningkatan kapasitas SDM pengelola data harus rutin dilaksanakan, sementara alokasi anggaran investasi data juga perlu direncanakan dengan baik dan tiak tanggung-tanggung.

Lahirnya satu data di tengah digitalisasi bukan suatu harapan semu, karena saat satu data mampu tercapai, maka berbagai pihak termasuk masyarakat akan mampu memperoleh khazanah yang dapat digunakan untuk melakukan asesmen terhadap bisnis maupun kondisi perekonomian mereka.

Tricke down effect lainnya adalah pemerintah dapat memperoleh input konstruktif, mengenal risiko dan mendapatkan refleksi mikro maupun makro kondisi sosial-ekonomi daerah yang dapat meningkatkan kualitas kinerja dan menciptakan strategi holistik pembangunan yang terarah serta dengan indikator yang jelas dan terukur.

Satu data adalah investasi jangka panjang yang sangat menguntungkan. Saatnya berbenah, menuju pembangunan yang lebih terarah. 

*penulis: Statistisi Kota Magelang